Duduk berdua di dalam sebuah cafe dengan baju yang terbilang santai, Abim dan Gia sarapan dengan tenang. Ingin sekali sebenarnya Gia menanyakan kenapa lehernya merah-merah dan juga di dadanya yang lebih banyak. Tetapi melihat senyuman sang kakak ipar yang mencurigakan pun di urungkan oleh Gia.
“Besok-besok kalau abang lihat kamu ke tempat seperti itu lagi. Langsung abang perkosa di tempat kamu.” kata Abim mengagetkan.
“Jaga itu mulut bang, nanti kalau ada setan lewat gimana?” Gia melotot karena ucapan Abim.
“Lewat ya biar lewat, memang harus dapet izin dulu dari kamu?” kata Abim santai.
Gia hanya mendesis malas dengan jawaban yang di lontarkan Abim. Mata mereka kembali fokus pada makanan yang ada di depannya. Bukan karena bosan, tapi mereka memang tidak ada bahan pembicaraan.
Tidak lama suasana hening tercipta, Nova dengan keadaan berantakan duduk di samping Gia. Abim kaget dengan keadaan sahabat adik iparnya itu, apa yang sudah di lakukan oleh Ricky pada Nova? Tidak mungkin kan mereka melakukan hal yang tidak seharusnya?
Abim lupa dengan kenyataan yang di sandang oleh sahabat karibnya. Pecinta wanita cantik berbodi hot. Nova memang cantik, tetapi dia tidak lah memiliki badan yang bagus. Dalam artian tidak sesuai standar Ricky, jadi sangat tidak mungkin terjadi sesuatu.
“kenapa berantakan?” pertanyaan Gia mewakili kegelisahan Abim.
“Aku gak tau, bangun tidur ada manusia itu di samping. Aku pikir aku sudah di perkosa, tapi aku lihat tidak ada noda darah di kasurnya.”
Huk
Abim tiba-tiba tersedak karena ucapan polos dari sahabat Gia. Dia bahkan tau kalau seorang perawan itu memiliki selaput darah. Tapi apa dia juga paham arti cipokan ya? Ah sial. Batin Abim yang takut ketahuan.
“Minum bang.” Gia menyodorkan minumannya pada Abim dan langsung di minum.
“Tunggu, leher mu kenapa?”
Duar…..
Matilah aku, bagaimana lagi cara ku untuk bersembunyi?’ Batin Abim sudah tidak bisa di ajak kompromi. Abim gelisah karena dia tidak tau jawaban apa yang harus di katakan olehnya jika sahabat adik iparnya itu tau arti cipokan.
“Gak tau juga, bangun tidur aku lihat sudah ada banyak gini. Malah di dadaku juga banyak.” kata Gia tanpa saringan.
“Kenapa sih? Coba lihat,” dengan polosnya Nova ingin lihat di muka umum seperti ini.
“Kalian lupa ini di cafe? Apa gak takut aku jadi liar? Ingat aku itu lelaki normal.” kata Abim buru-buru sebelum si BG Gia menunjukkan payudaraya di depannya.
“Ah iya lupa. Bang, kemarin pas abang bawa aku ke apartemen sudah ada beginian gak?” tanya Gia yang seakan memojokkan Abim.
Keringat dingin sudah mulai bercucuran, Abim masih memikirkan jawaban apa yang harus ia keluarkan. Tetapi panggilan Gia sekali lagi membuat Abim tidak bisa apa-apa.
“Bang.”
“Mungkin itu alergi, pas abang tinggalin kamu gak merhatiin. Lagian siapa yang ngajarin kalian buat main ke tempat begituan?” Abim sudah tidak bisa mengatakan hal lain selain itu. Dan untuk mengurangi kegugupan nya, dia malah menceramahi kedua anak gadis itu.
Belum sempat Gia menjawab, Ricky sudah duduk di tempat mereka bertiga dengan membawa bubur untuk Nova. Tiga orang itu serempak menoleh dengan tatapan ingin membunuh pada Ricky.
“Kenapa?” tanya Ricky bingung.
“Kamu apain teman ku?” tanya Gia penuh selidik.
“Tanya dia, apa yang sudah ia lakukan padaku. Jangan kalian berpikiran aku seburuk itu pada setiap manusia, ya biar pun aku b******k juga.” gerutu Ricky tidak terima.
“Itu pantas untuk mu!” jawab Nova ketus.
“Hei nona, yang kau serang itu masa depan ku. Aku putra tunggal, kalau orang tuaku meminta cucu, ke mana aku harus cari? Lagian kamu itu cewek, kenapa tenaga sudah macam kuli bangunan sih?” kata Ricky yang tidak ingin di salahkan karena sudah merasa kesakitan juga.
“Terus kenapa bajuku berantakan begini? Dan ini rambut ku acak-acakan seperti di perkosa?” pertanyaan itu muncul membuat mata Ricky melotot.
“Hallo nona, misalnya di dunia ini hanya tinggal kamu seorang. Aku lebih baik bermain solo dari pada harus menyentuh mu.”
“Ih, amit-amit.” potong Nova sambil menggetok meja tempat mereka duduk.
“Misalnya…. misalnya. Kau itu mengerti bahasa Indonesia tidak sih? Ah setres pula awak cakap dengan kau wanita.” kata Ricky gemas.
Gia dan Abim hanya menyaksikan pertengkaran mereka dengan menahan tawa. Dua orang yang baru bertemu semalam itu rupanya memiliki dua kepribadian yang bertolak belakang. Entah apa yang akan terjadi jika mereka setiap hari bertemu, mungkin akan hilang ketenangan dunia.
Setelah sarapan sudah selesai, Abim mengantarkan Gia bersama dengan Nova. Tetapi Nova minta di antar lebih dulu karena dia sangat takut menghadapi abi dan ibunya. Dengan mengantarkan sampai depan rumah saja sudah sangat berarti bagi Nova yang sangat takut pada orang tuannya.
Di satu sisi, Gia masih memikirkan apa seharusnya dia pergi ke dokter dulu untuk periksa atau bagaimana? Ini sulit untuknya.
Abim tau kegelisahan gadis itu, sehingga dia membelikan syal untuk Gia kenakan selama dua sampai tiga hari ke depan. Jujur saja, kali ini dia juga takut dan merasa sangat bodoh sekali sudah melakukan hal seperti itu pada gadis yang masih belum tau apa-apa.
Sesampainya di rumah Gia, Abim menjelaskan jika adik iparnya itu tengah masuk angin. Sehingga tidak ada yang melihat akibat perbuatannya. Jika Nova dan Gia sendiri bisa di bohongi, tidak dengan orang dewasa yang lain bukan? Hal ini cukup membuat Abim merasa takut.
Tapi syukurlah kalau orang tua Gia tidak ada curiga akan hal itu sama sekali. Dan itu artinya Abim selamat untuk kali ini. Dan untuk selanjutnya dia akan segera pergi ketika dirinya sudah mulai tergoda, ini adalah janji pada dirinya.
Tiga hari sudah berlalu, dan bekas merah itu sudah hilang tak berbekas. Gia memang sangat dekat sekali dengan Abim setelah kematian kakak nya. Karena kedekatannya ini, Gia meminta Abim untuk menemaninya ke pesta ulang tahun Nova sahabatnya. Itung-itung memberi selamat ulang tahun pada sahabat adik iparnya tanpa sungkan. Abim pun menerima ajakan adik iparnya.
“Tapi Gia, abang tidak membawa hadiah. Memangnya tidak apa-apa?” tanya Abim sudah berada di dalam perjalanan menuju tempat acara.
“Tenang lah bang, Nova itu tidak akan meminta kado pada abang, apa lagi di depan umi dan abi nya. Itu anak gak pernah minta apa-apa dari sahabatnya, aku bawa ini bukan hadiah tapi kue.” jelas Gia.
Memang sahabatnya tidak akan pernah meminta hadiah karena dia sendiri jauh lebih kaya dari Gia. Tetapi gadis itu merasa tidak enak kalau harus datang dengan tangan kosong, terlebih lagi Nova teman dekat paling dekat.
Sesampainya di rumah mewah bergaya timur tengah itu, Gia di sambut oleh Ibra dan Nova di depan pintu. Abim mengernyit memandang keberadaan Ibra yang bertingkah sebagai pemilik rumah. Namun setelah mendengarkan penjelasan Gia, dia akhirnya tau siapa lelaki yang pernah bergoyang di belakang Gia.
“Ah ada abang setan tampan. Ayo masuk bang,” kata Nova mempersilakan masuk Abim dan Gia.
“Setan?” bisik Abim pada Gia.
“Sein, di plesetin jadi setan sama Nova.” jelas Gia singkat