Seorang pria menuruni tangga dengan terburu-buru. seperti tidak ada rasa takut sama sekali untuk jatuh atau salah melangkah.
"Selamat pagi Mah, Pah"
"Pagi juga sayang," Mama Eni
"Pagi boy," Papa David
Dafiz, Anak angkat dari Mama Eni dan Papa David. Dari bayi berumur satu tahun Dafiz mulai tinggal dengan mereka dan menyandang status sebagai anak pertama Mama dan Papa.
Dafiz Arelian Adafsi, adalah anak dari adik kadung Papa David. Kedua orang tua Dafiz telah tiada akibat kecelakaan pesawat luar negeri, kedua nya langsung tewas di tempat dan hingga sekarang mayatnya pun tidak di di temukan.
Dafiz juga sudah mengetahui hal itu, saat pertama kali mengetahui kenyataannya, ia sangat terpukul.
Orang tuanya meninggalkan dirinya sebelum ia beranjak dewasa. Namun, atas semua itu, ia sudah sangat beruntung bisa menjadi anggota keluarga ini. Sudah sewajarnya, sebelum pergi, Ibunda dafiz memang telah menitip putra sematang wayangnya pada Kakaknya. Jadi Papa David dan Mama Eni langsung saja mengangkatnya sebagai putra sulungnya. Putra kebanggaan mereka.
"Pah, Aska, nanti jadi pulang kan?" tanya Dafiz.
"Jadi dong, kayaknya dia bentar lagi mendarat," jawab Papa seraya melihat jam di lengannya.
"Loh, kok, udah mendarat aja? Bukannya Aska katanya mulai terbang pagi ini, Pah?" imbuh Mama dengan sedikit bingung.
"Mama, siapa yang bilang? Tadi pagi Aska telepon Papa tuh, katanya di sudah terbang dan akan menderat satu jam lagi," kata Papa David dengan kekehannya. Ia tahu pasti ini kerjaan Anaknya, Aska memang suka sekali mengerjain Mama nya.
"Anak itu, kebiasaan selalu aja ngerjain Mama nya. Awas aja nanti, tak jewer abis-abisan," ujar Mama Eni dengan gemes.
°°°
Di dalam bandara, tampak seorang pria tampan, dengan perawakan tinggi, kulit putih, alis tebal, kacamata hitam yang bertengger sempurna pada hidung mancungnya, menambahkan kesan dan kekaguman pada kaum hawa yang melintasinya.
Askara Belvan Adafsi, putra bungsu dari David dan Eni, yang katanya akan pulang ke negara lahirnya. Ia menjalankan studinya di London, dan di akan lanjutkan di Indonesia saja oleh Papa nya. Sekalian bisa mengurus perusahaan, meski Dafiz pun juga turun andil dalam perusahaan Papanya, tapi tetap saja Papa ingin kedua anaknya bekerja sama dalam meneruskan bisnisnya.
Aska merogoh saku celananya, mengambil ponselnya dan menyetel panggilan untuk seseorang.
Sudah puluhan kali ia menelpon nomor itu, namun tidak ada tanda-tanda orang itu untuk mengangkatnya. Membuat emosi Aska menyerap sampai ke ubun-ubun. Bagaimana tidak, sudah setengah jam dirinya sudah berdiri di pintu keluar bandara, namun orang yang ingin menjemputnya itu masih belum terlihat batang pisangnya.
Untuk kesekian kalinya Aska kembali menelepon nomor itu, dan akhirnya di angkat.
"Halo, lo di mana kampret. Gue udah nyampe dari tadi. Udah kayak kerupuk kering gue berdiri di sini. Cepetan jemput gue," katanya dengan nada emosi dan tidak sabaran.
"Weh... Santai bos, gue lagi di jalan sekarang bentar lagi nyampe," jawab Dafiz.
Dafiz dan Aska, keduanya hanya beda satu tahun. Saat Dafiz di adopsi, Aska sudah ada dalam rahim Mama Eni yang berusia 8 bulan. Jadi tidak usah kaget jika keduanya itu beradu mulut dengan kata kasar.
Tak lama mobil yang kendarai Dafiz pun sampai di bandara. Dafiz berjalan masuk sembari celingukan mencari keberadaan saudaranya. Tak dapat menemukan, Dafiz pun mengambil ponselnya untuk menghubungi Aska.
"Woy, gue di sini!" teriak Aska dengan lambaian tangannya.
Aska segera melangkah menghampiri Dafiz.
"Etdah, udah makin glow up aja lo," ucap Dafiz memeluk Aska.
"Iya lah, emang lo masih dekil gini mana ada cewek yang mau," ucap Aska sembari membalas pelukan Dafiz.
"Songong amat lo. Bodo amat, yang penting gue masih bernyawa," jawab Dafiz.
"Aih, gue kangen lo Ka," kata Dafiz dengan senyum tampannya.
"Najis gue kangen lo."
"Udah ah, cabut, capek gue pengen istrahat," lanjut Aska dengan berjalan meninggalkan Dafiz.
"Wah sialan, onyet!" Dafiz segera menyusul langkah Aska yang lebar dengan membawa barang yang di tinggal pergi begitu saja oleh pemiliknya, anak itu membuat Dafiz seperti babu, durhaka emang.