NANA OH NANA - BAB 2

1148 Kata
Candra pulang ke rumahnya setelah membicarakan soal perusahaan Rahmat, kakak iparnya. Ayu duduk di sisi suaminya yang sedang mengemudikan mobilnya. Hanya mereka berdua, karena anak mereka, Sekar dan Andi tidak ikut. Mereka hanya saling diam, tidak saling cerita layaknya suami istri. Ayu yang memiliki sifat keras kepala dan pemarah, dia lebih sering mendiami suaminya, apalagi setelah dia sering memergoki suaminya dengan wanita lain. “Setelah ini, aku akan keluar sebentar, Yu,” ucap Candra. “Mau ke mana lagi? Menemui wanita simpananmu lagi?!” tanya Ayu dengan sedikit menaikan intonasi bicaranya. “Enggak, mau menemui Fajar, mau mengambil file yang tadi aku tinggal di kantor. Kamu kok curigaan mulu, Yu? Gimana suami akan tenang bekerja? Kamu saja selalu curiga dan curiga terus,” ujar Candra. “Bukan aku curiga, Mas. Mas Sekar sudah gede, dia mau masuk SMP, nanti SMA dan setelah itu kuliah, kita harus memikirkan masa depan Sekar dan Andi, Mas,” ucap Ayu. “Iya, Sayangku, aku tahu itu. Jangan manyun dong, aku juga memikirkan masa depan anak kita. Masa depan Nana aja aku pikirkan, apalagi anak-anak kita, Sayang,” jelas Candra. “Aku mohon, Mas jangan selingkuh lagi,” pinta Ayu. “Iya, Sayang. Aku sudah tidak seperti itu. Ya, paling wajarlah, kumpul dengan rekan kerja di cafe,” ucap Candra. “Kalau itu, aku tidak masalah, Mas,” ucap Ayu. Sebenarnya Ayu curiga lagi dengan suaminya yang setiap malam selalu saja keluar rumah, dengan berbagai  macam alasan. Seperti dulu saat dia sedang selingkuh. Candra melirik istrinya yang sedang terdiam melihat ke depan. Candra memang memiliki selingkuhan baru. Dia sedang menjalin hubungan dengan janda kaya raya, yang bernama Agustina. Ibu dari Vivi teman sekelas Nana keponakannya. Tidak sengaja kemarin Candra kepergok keponakannya sedang bersama selingkuhannya di rumah Vivi saat Nana ada kerja kelompok di rumah Vivi. Lebih parahnya, Vivi juga sudah akrab dengan Candra, dan memanggil Candra papa di depan Nana. “Untung Nana tidak ember mulutnya, coba kalau ember, pasti aku sudah ketahuan lagi, kalau aku selingkuh lagi,” gumam Candra. Candra memang tidak pernah puas dengan istrinya. Itu semua karena Ayu terlalu kaku saat bercinta, apalagi kalau tidak ada mood untuk bercinta, Ayu melayaninya dengan memejamkan mata dan tidak menikmatinya. Laki-laki seusia Candra memang sedang menggila hasrat bercintanya. Apalagi dia sudah memasuki puber kedua. Di usinya yang kini menginjak tiga puluh tiga tahun, tingkat libido Candra sangat tinggi. Dia tidak pernah merasa puas dengan istrinya, karena isrtrinya selalu saja tidak ada gairah saat melakukan hubungan intim. Candra tidak hanya selingkuh dengan mamanya Vivi saja, dia juga sering One Night Stand dengan wanita malam yang ia temui di bar. Bahkan dia suka dengan remaja-remaja yang baru menginjak usia dua puluh tahunan. Candra sampai di depan rumahnya. Dia mengantar Ayu masuk ke dalam. Dia ingin meredakan amarah Ayu dengan sentuhan lembut di atas ranjang, tapi Ayu tidak meresapi dan menikmati apa yang suaminya lakukan. Dia hanya diam saja, tanpa melenguh menikmati permainan suaminya. “Pa, sini dong uang, aku besok mau shoping,” pinta Ayu sesuai melakukan hubungan intim dengan suaminya. “Eh, macam wanita malam saja kamu, Ma, habis memberi jatah suami malah meminta uang,” ucap Candra. “Ya, aku butuh Skincare dan lainnya, Mas. Biar kamu tidak main serong lagi,” ucap Ayu dengan ketus. Candra berdecak kesal, karena setiap selesai becinta dengan istriya, selalu hal seperti itu yang ia dapatkan. Bukan kenikmatan dan kenyamanan. Mungkin itu juga yang menyebabkan Candra selalu main serong di belakang Ayu. “Segini, ya? aku juga ada keperluan,” ucap Candra dengan menunjukan ponselnya, bukti dia mentransfer uang pada istrinya. “Makasih, Mas,” ucap Ayu dengan mencium suaminya. “Giliran di kasih duit saja, cium,” ucap Candra. “Mas mau lagi?” tawar Ayu. “Sudah, aku sudah di tunggu Fajar, biar tidak kemalam pulangnya, lihat ini sudah mau jam 8 malam,” ucap Candra. “Oke, hati-hati, Mas,” ucap Ayu dengan mencium tangan suaminya. Candra benar-benar tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran istrinya. Dia selalu seperti itu, setelah bercinta pasti minta uang. Seperti wanita malam saja. “Sudah servisnya gitu-gitu saja, minta uang. Mending dengan Sisca, gadis yang kemarin malam aku pakai di Bar. Aku jadi ingin bercinta dengan dia lagi, dia benar-benar memuaskan diriku. Setelah menemui Fajar, aku harus melampiaskan hasratku lagi dengan Sisca. Tak peduli Agustina, dia juga sama seperti Ayu, habis main minta uang, kalau Sisca cukup kasih uang jajan saja juga senangnya bukan main,” gumam Candra dengan mengemudikan mobilnya dan membayangkan lekuk tubuh Sisca yang begitu menggiurkan sekali. Ponsel Candra berdering. Dia melihat nomor baru menghubunginya. Candra mengangkat siapa yang menelfonnya. “Hallo, ini siapa?” tanya Candra. “Sisca, Om masih ingat? Yang tiga hari yang lalu kita bertemu di Bar,” jawab Sisca. “Oh, iya. Om ingat, bagaimana? Ada apa, Sisca?” tanya Candra. “Om, Sisca butuh uang buat bayar kost,” jawab Sisca. “Oke, tunggu Om di bar yang kemarin kita bertemu, om akan menemui rekan kerja om dulu,” ucap Candra. “Oke, Om. Sisca tunggu,” jawab Sisca dengan mengakhiri panggilan Candra. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Seperti itu peribahas yang cocok untuk Candra malam ini. Dia tidak menyangka sedang memikirkan Sisca, tiba-tiba Sisca menghubunginya dan mengajak berkencan lagi. ^^^ Keesokan harinya, Nana berangkat sekolah dengan mengendarai sepedanya. Nana memang suka ke sekolah dengan bersepeda, padahal ayahnya orang yang punya, tapi dia selalu bersikap rendah hati. “Kamu mau paman antar?” tawar Candra yang melihat Nana sedang bersiap naik sepeda ke sekolahanya. Entah ada apa Candra ke rumah kakak iparnya sepagi ini. “Enggak, Paman. Nana pakai sepeda saja,” jawab Nana. “Ya sudah, kamu hati-hati,” ucap Candra dengan mengacak-acak kepala keponakannya. “Paman....! Kan berantakan rambut Nana,” ucap Nana dengan kesal. “Maaf, habis kamu nggemesin, Na. Sana berangkat, hati-hati, ya?” ucap Candra. “Iya, Paman,” jawab Nana dengan kesal. “Oh iya, Na. Jangan bilang pada Bibimu, soal apa yang kemarin kamu lihat di rumah Vivi,” ucap Candra. “Iya, enggak,” jawab Nana sambil berlalu. Nana mengayuh sepedanya menuju sekolahnya yang tidak jauh dari rumahnya. Dia anak orang punya, tapi dia selalu menunjukan kesedehanaannya. Nana juga jarang memiliki teman akrab di sekolahannya, paling kalau dia sedang ada tugas keplompok pasti ke rumah teman satu kelompoknya. Nana memang gadis yang pandai, dia selalu mendapat peringkat pertama di sekolahannya. Tidak heran dia ingin sekali menjadi seorang dokter. Dia gadis yang cantik dan pendiam, tidak banyak memiliki teman di sekolahannya. Hanya satu teman akrabnya yang ia punya dari dia SD. Yuni, teman akrab Nana yang sekarang menjadi teman sebangkunya dari kelas satu hinga sekarang kelas tiga. Nana masuk ke kelasnya denga malas-malasan, tidak seperti biasanya yang selalu semangat. Sejak kepergian ayahnya, dia selalu tidak semangat untuk ke sekolah, apalagi keputusan ibunya semalam membuat Nana khawatir dengan perusahaan ayahnya yang akan di kelola pakdenya, apalagi pamannya juga ikut mengelola.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN