1. Memergoki Perselingkuhan

1009 Kata
“Sedikit lagi, sedikit lagi ….” Pria itu mempercepat gerakan dan mengerang di akhir pelepasannya. Tubuhnya gemetar saat semburan benihnya yang hangat mengalir ke dalam rahim wanita di bawahnya. “Wah-wah, wah … permainan yang sangat menyenangkan dan panas, yah.” Sebuah suara membuat tubuh si pria menegang, begitu juga wanita di bawahnya. Dua manusia itu pun mengarah pandangan ke sumber suara dan menemukan seorang wanita berdiri di ambang pintu kamar. “Ta- Tamara?” gumam si pria dengan wajah pucat. Ia segera beranjak dari atas tubuh wanita di bawahnya, mengambil celananya yang teronggok di lantai dan memakainya lalu mendekati wanita yang disebutnya Tamara. “Se- sejak kapan kau di sini?” tanya pria itu seraya berjalan menghampiri wanita berambut sebahu tersebut. Wanita itu bernama Tamara Denara, berusia 24 tahun yang merupakan kekasihnya. Tamara Denara, atau lebih kerap dipanggil Mara, menatap jijik pria di hadapannya kemudian pada wanita yang saat ini menutupi tubuhnya dengan selimut, wanita yang baru saja menelan benih kekasihnya, Ranu Sigit, serta wanita yang merupakan sahabatnya sendiri, Viola. Mara berjalan ke tengah ruangan yang merupakan kamar Ranu, kamar yang digadang-gadang akan menjadi kamarnya di masa depan nanti. Namun, semua hancur saat ia menemukan Ranu membawa wanita lain ke kamar itu bahkan menikmatinya layaknya seorang istri terlebih wanita itu adalah sahabatnya sendiri. “Bagaimana rasanya?” ucap Mara saat berdiri di depan ranjang. “bagaimana rasanya tidur dengan kekasih sahabatmu? Apa tak ada lelaki lain yang sudi menidurimu sampai-sampai kau memakan kekasih sahabatmu sendiri? Kau anggap apa persahabatan kita selama ini, Viola Agustin!” Viola tersentak di akhir kalimat Mara yang lantang terucap. Ia pun hanya bisa diam dengan tubuh gemetar, sekedar menatap Mara pun ia tak bisa. “Ra, dengarkan dulu penjelasanku.” Ranu menggenggam tangan Mara berniat memberi penjelasan. Namun, dengan cepat Mara menepis tangannya. “Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu, sialan!” sentak Mara. Ia tak butuh penjelasan, apa yang dilihatnya sudah sangat jelas bahwa dua manusia itu telah mengkhianatinya. Tak menyerah, Ranu kembali berusaha meyakinkan Mara, menggenggam kedua tangan Mara erat. “Kumohon dengarkan penjelasanku. Dia yang menggodaku, Mar, dia yang merayuku,” ujar Ranu dengan wajah mengiba berharap Mara percaya padanya. “Aku khilaf, aku minta maaf. Kumohon maafkan ak–” Duagh! “Arrrkhh!” Belum sempat Ranu selesai berucap, satu tendangan keras mendarat di selangkangannya. Erangan serta rintihan menahan sakit pun terdengar dengan kedua tangan menangkup kantong benihnya di balik celana. Namun, tak ada raut belas kasihan sedikitpun di wajah Mara. Bahkan rasanya ia ingin kembali menendang aset Ranu hingga remuk dan tak dapat digunakan. “Ranu!” Viola berteriak dan segera turun dari ranjang menghampiri Ranu yang mengerang kesakitan. “Apa kau sudah gila?! Kau mau membuatnya impoten?!” teriaknya pada Mara. Rasa takut yang sebelumnya ia tunjukkan, kini lenyap digantingan raut wajah nyalang. Mara menatap jijik dua orang di hadapannya, bagaimana Viola terlihat amat khawatir pada Ranu. Mara mengepal tangannya kuat di sisi tubuhnya, giginya pun terdengar bergemeletuk. Apa yang Viola lakukan semakin memperjelas bahwa tak ada alasan baginya mendengarkan Ranu bahkan memaafkan keduanya. “Aku bersumpah, kalian akan membayar pengkhianatan ini!” ucap Mara disertai geraman tertahan kemudian melangkah pergi. “Argh! Mar! Mara! Tu- tunggu! Jangan pergi!” Ranu berteriak memanggil mencegah Mara pergi. Namun, sia-sia karena Mara tak sudi mendengar apapun darinya. “Sudahlah, Ran. Lagipula Mara sudah tahu, kita tidak perlu menutupi apapun lagi darinya,” kata Viola membujuk Ranu memilih menyerah meyakinkan Mara. Lagipula, mustahil Mara akan mendengarkannya setelah mereka kepergok seperti ini. “Agh! Semua ini salahmu! Kenapa kau hanya diam saja?!” bentak Ranu. Ia melihat Viola sama sekali tak berusaha menutupi semuanya. “Apa? Salahku? Kau menyalahkan semuanya padaku?! Kita menjalani hubungan ini berdua! Bagaimana bisa kau menyalahkanku bahkan tadi kau mengkambing hitamkan aku! Apa kau lupa?! Kau yang merayuku lebih dulu! Dasar b******k!” Satu tamparan keras mendarat di pipi Ranu. Viola kemudian memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai dan memakainya lalu meninggalkan Ranu yang terduduk frustasi di lantai kamarnya yang dingin. “Arghh!” Ranu berteriak hingga teriakannya memenuhi kamar. Dipukulnya lantai meluapkan kemarahan. Siapa kira hari ini akan terjadi, Mara memergokinya setelah ia berhasil menyembunyikan hubungan terlarangnya dengan Viola selama 6 bulan terakhir. Di sisi lain, Mara mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang sampai akhirnya ia menepikan mobilnya di pinggir jalan. Mara menatap lurus ke depan dengan tangan menggenggam setir kuat-kuat. Digigitnya bibir bawahnya hingga nyaris berdarah saat teringat Ranu dan Viola dalam keadaan telanjang bahkan dengan mata kepalanya sendiri melihat mereka menyatu. Tes …. Air mata tiba-tiba jatuh membasahi pipi Mara. Padahal ia sudah berusaha menahan air matanya, kenapa masih saja keluar? Ia tidak ingin menangis. Air matanya terlalu berharga untuk menangisi dua orang pengkhianat itu. Buk! Mara menjatuhkan jidatnya di atas setir. Ia sudah berusaha tak menangisi pria b******k itu tapi, rasanya ia belum mampu. Kenangan selama 2 tahun menjalin kasih dengan Ranu tak mudah terhapus begitu saja. Meski ia benci dan marah, kecewa, tapi hati kecilnya tak dapat menghapus kenangannya dengan Ranu dengan segera. Tangis Mara mulai terdengar lebih keras. Bukan hanya dirinya, wanita lain pun pasti akan melakukan hal serupa terlebih, selingkuhan kekasihnya adalah sahabatnya sendiri. Tangan Mara terkepal di depan dadanya seakan mengepal hatinya yang terluka. Hatinya begitu sakit dan sesak hingga ia berpikir harusnya ia tidak tahu saja hubungan Ranu dan Viola. Tapi, di lain sisi Mara bersyukur dan berterima kasih pada pemilik nomor asing yang menghubunginya. Semua ini berawal dari sebuah nomor asing yang mengiriminya pesan, mengatakan bahwa kekasihnya telah berselingkuh di belakangnya. Awalnya Mara tak percaya karena begitu mempercayai Ranu. Kedatangannya ke rumah Ranu malam ini pun ingin membuktikan bahwa pesan dari nomor asing itu tidak benar. Akan tetapi, siapa kira, ia harus menelan kenyataan bahwa benar Ranu selingkuh dan yang lebih mengejutkannya ialah, selingkuhan Ranu adalah Viola, sahabatnya sendiri. Sementara itu di tempat Viola, dirinya tak berhenti mengukirkan seringai kemenangan. Rasa takut yang sebelumnya sempat ditunjukkannya saat berhadapan dengan Mara, kini lenyap digantikan raut wajah penuh kepuasan. “Hah … sekarang tinggal menjalankan rencana selanjutnya untuk menghancurkanmu, Mara,” gumamnya diikuti kelakar tawa membayangkan rencana liciknya terlaksana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN