Ketakutan Hanna

2217 Kata
Andreas berjalan cepat menuju ruang kerjanya. Dia membuka dan membanting pintu. Melempar topeng dan kemeja putihn ke sembarang tempat. Pria itu terlihat jelas sangat kesal dan marah. Matanya menatap tajam pada Jhonatan yang baru saja masuk menyusul bosnya karena mendapat laporan Andreas sudah keluar dari kamar korban. Asisten itu merasa tekanan dari tatapan sang King.   “Kesalahan pertama.” Andreas berdiri. Dia menendang perut Jhotanan hingga pria tampan itu terdorong cukup jauh dan mendarat di lantai. Jhonatan tidak siap dengan tendangan bosnya. Dia cukup bingung dengan kesalahan yang dimaksud.   “Aku tidak menerima kesalahan apa pun.” Andreas berjalan mendekati Jhonatan. Pria itu menarik kerak kemeja asisten sekaligus orang kepercayaannya.   “Apa kamu tidak melihat foto sebelum melakukan perintah? Aku harus aku memeriksa setiap permintaan?” Andreas mendaratkan pukulan di wajah Jhonatan hingga pria itu kembali jatuh ke lantai dengan bibir pecah dan mengeluarkan darah. Dia masih terdiam dan belum tahu kesalahannya.   “Siapa wanita yang mereka culik?” pikir Jhonatan. Dia segera mengambil ponsel dan mau melihat foto wanita yang jadi korban penculikan hari itu.   “Terlambat.” Andreas merebut ponsel Andreas dan melemparnya ke dinding ruangan.   “Hanna. Mereka menculik Hanna. Di kamar itu ada Hanna!” teriak Andreas dan kembali mendaratkan pukulan di wajah Jhonatan yang terkejut.   “Kesalahan ini dimulai dari kamu.” Andreas mencekik leher Jhonatan yang hanya bisa menerima pukulan tuannya dengan pasrah.   “Sejak kapan kamu tidak teliti? Kamu tahu aku tidak suka dengan kesalahan sekecil apa pun itu. Semua harus berhasil dengan sempurna.” Tangan Andreas masih mencengkram leher Jhonatan yang mulai kesulitan bernapas.   “Arrrggh.” Andreas mendorong tubuh Jhonatan ke sofa. Dia benar-benar marah dan murka melihat air mata dan ketakutan pada Hanna. Keceriaan dan senyuman wanita itu hilang bagitu saja.   “Obati luka kamu!” Andreas duduk di sofa tepat berhadapan dengan Jhonatan.   “Baik, Tuan.” Jhonatan sangat menyesali kesalahannya. Dia pantas mendapatkan hukuman dan marahnya Andreas. Pria itu mengambil tisu dan kotak obat yang ada di lemari kaca. Setelah membersihkan luka dan mengobatinya. Dia kembali duduk di depan sang King.   “Cari tahu orang yang meminta Hanna dan kenapa?” Andreas menatap tajam pada Jhonatan.   “Baik.” Jhonatan masih menunduk.   "Bawa kemari para penculik itu!" perintah Andreas.   “Aku akan menghajar mereka yang telah menyentuh dan menyusahkan Hanna,” lanjut Andreas.   “Baik, Tuan.” Jhonatan mengambil ponsel lain dan segera menghubungi bagian yang bertugas mencari mangsa yang disebut sebagai penculik.   “Apa aku perlu memanggil Black?” tanya Jhonatan.   “Kamu cari saja apa yang aku minta,” tegas Andreas ya memakai topengnya kembali.   “Baik, Tuan.” Jhonatan duduk diam di depan Andreas. Dia seakan tidak berani bergerak. Pintu diketuk. Bos dan asisten itu menoleh bersama dan melihat tiga orang pria berdiri di depan pintu yang terbuka.   “Masuklah!” perintah Jhonatan.   “Terima kasih, Tuan.” Tiga pria berdiri dengan menunduk. Mereka bisa merasakan aura kemarahan dari bos besar.   Andreas segera mendaratkan pukulan pada ketiga orang di depannya. Ia menarik seorang pria bertubuh kekar dan menghantam wajah hingga merobek bibir. Pria bertubuh kekar tidak melawan ia pasrah dipukul Andreas hingga tersungkur di lantai. Andreas menarik seorang pria lagi yang masih berdiri tegak dan memukulnya hingga roboh ke lantai dan pria yang terakhir pun bernasib sama. Lelah dengan tangan sang King menghajar mereka dengan tendangan yang bertubi-tubi. Nasib mereka masih baik karena pria itu tidak menggunakan senjata.   “Bawa mereka pergi!” teriak Andreas telah puas menumpahkan kemarahannya.   “Baik, Tuan.” Jhonatan segera keluar dari ruangan bersama para penculik yang telah babak belur. Mereka saling membantu untuk bangun dan berjalan bersama.   “Ikuti aku!” Assiten Andreas berjalan di depan tiga pria yang bernasip sial. Mereka juga bisa melihat luka pada wajah Jhonatan.   Tubuh seksi Andreas yang bertelanjang d**a telah di basahi oleh keringat yang bercucuran, ia benar-benar berolahraga. Andreas menukar topengnya dan berjalan menuju kamar Hanna. Dia membuka pintu perlahan melihat Hanna duduk di atas tempat tidur memeluk kakinya. Hanna terkejut melihat pria bertopeng tanpa pakaian hanya menggunakan celana panjang berwarna hitam menampilkan otot tubuh basah oleh keringat berjalan mendekati dirinya.   "Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Hanna ketakutan.   "Aku akan membebaskan dirimu dari sini dengan satu syarat," ucap Andreas menahan suaranya agar tidak di kenali Hanna.   "Apa?" tanya Hanna.   “Jawab pertanyaanku dengan jujur,” ucap Andreas.   “Jika kamu berbohong. Kamu tidak akan pernah keluar dari sini,” tegas Andreas.   “Baiklah.” Hanna menatap pria di depannya.   “Apakah kamu punya kekasih?” tanya Andreas pelan.   “Ya,” jawab Hanna cepat.   “Siapa?” tanya Andreas lagi dan Hanna terdiam.   “Untuk apa kamu mengetahui nama kekasih?” tanya Hanna. Dia takut pria itu akan menyakiti Hans.   “Jawab saja.” Andreas mencengkram dagu lancip Hanna.   “Hans.” Hanna takut pria itu akan kembali menciumanya.   “Berapa lama kalian telah menjadi kekasih?” tanya Andreas menahan kesal.   “Enam tahu,” jawab Hanna yang cukup mengejutkan pria itu.   “Enam tahun?” Andreas heran.   “Kami bersama sejak aku menjadi pelaja Sekolah Menengah Atas,” jelas Hanna.   “Apa?” Andreas tertawa dan itu cukup membuat Hanna semakin ketakutan.   “Seharusnya kamu menjawab dengan jujur ketika semua orang bertanya tentang dirimu.” Andreas memegang leher Hanna.   “Kami sengaja merahasiakan hubungan ini.” Mata Hanna dan Andreas betemu.   “Aku benci kebohongan.” Andreas melum*t bibir Hanna dengan paksa dan kuat. Dia menahan leher wanita itu sehingga tidak bisa bergerak untuk menolak.   “Hmm.” Hanna berusaha mengunci gigi agar lidah pria itu tidak menyusup. Andreas mendorong tubuh wanita itu terhempas ke tempat tidur yang empuk.   “Apa yang mau kamu lakukan? aku sudah menjawab pertanyaan dengan jujur.” Hanna mengusap bibirnya dan segera  menjauh hingga kepala kasur.   "Aku adalah pemilik tempat ini." Andreas semakin dekat. Hanna.   "Aku tidak pernah menyentuh gadis ataupun wanita pesanan pelanggan,” lanjut Andreas dengan seringaian mengerikan.   “Kenapa harus aku?” tanya Hanna ketakutan. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.   "Kami tidak menculik sebarangan, tetapi kamu special diminta oleh seseorang,” jelas Andreas.   “Maksud kamu?” Hanna menatap Andreas.   “Seseorang ingin kamu hancur.” Andreas turun dari tempat tidur.   “Kenapa?” Hanna menunduk dan berpikir. Dia tidak memiliki musuh.   “Apa kamu mau tahu siapa orang di balik penculikan ini?” tanya Andreas duduk di sofa merah menatap Hanna.   “Apa aku boleh tahu?” tanya Hanna.   “Boleh. Dengan satu syarat,” ucap Andreas.   “Apa?” tanya Hanna. Dia berpikir pria itu akan mengajukan pertanyaan lagi.   "Aku mau kamu menciumku." Andreas tersenyum.   “Apa?” Mata Hanna melotot. Dia hanya berciuman dengan Hans dan tidak akan melakukan dengna pria lain.   “Aku tidak perlu tahu,” ucap Hanna.   “Benarkah? Itu juga satu syarat untuk kamu keluar dari sini.” Andreas tersenyum menampilkan gigi putih yang tersusun rapi.   “Apa? kamu curang.” Hanna menatap Andreas penuh benci.   “Tidak. Sayang . Ini adalah bisnis.” Andreas berdiri.   "Tidak adakah tawaran lainnya, misalnya aku membayar sejumlah uang." Hanna berusaha untuk negosiasi.   “Aku sangat kaya.” Andreas duduk di tepi kasur.   “Jika kamu tidak mau. Nikmati kamar ini selamanya.” Andreas memainkan rambut hitam berkilau Hanna.   “Apa?” Hanna menatap Andreas.   “Tidur nyenyak, Sayang.” Andreas mencium dahi Hanna dan turun dari kasur. Dia berjalan menuju pintu.   "Tunggu!" Hanna turun dari tempat tidur dan Andreas menghentikan langkah dengan senyuman.   Hanna berjalan mendekati Andreas. Dia memperhatikan bibir seksi, Jantung Hanna berdetak kencang, ia bingung harus bagaimana, Hanna menggigit bibirnya.   “Maafkan aku, Hans. Aku harus keluar dari sini.” Andreas berbicara di dalma hati. Dia menunduk.   “Ada apa?” Andreas memegang dagu Hanna.   “Aku akan mencium kamu,” ucap Hanna.   “Itu bagus.” Andreas tersesenyum dan terkejut karena Hanna mendaratkan ciuman di pipinya.   “Apa itu ciuman?” Andreas menatap tajam pada Hanna yang mengangguk.   “Baiklah. Aku akan mencium kamu, tetapi kamu tidak boleh menolak dengan menguci bibir dan gigi.” Andreas menyetuh bibir Hanna dengan jarinya.   “Bagaimana?” tanya Andreas dan Hanna terdiam.   “Kemarilah!” Andreas menarik tangan Hanna dan dan menekan tubuh wanita itu ke dindin.   “Jika kamu menolak barati tawaran gagal.” Andreas mendekatkan bibir mereka. Hanna menunduk dan ketakutan.  Andreas meletakkan tangannya di kiri dan kanan telinga Hanna dan secepat kilat melumat bibir Hanna yang telah kering menjadi basah kembali. Hanna hanya terdiam tanpa ada balasan, gerakan mesra dan lembut dari bibir Andreas yang menggigit sedikit bibir Hanna sehingga memberikan ruang untuk lidah Andreas menari di dalamnya.   “Ahh.” Hanna terkejut. Dia bisa merasakn perih pada bibirnya.   Andreas melumat bibir seksi Hanna dengan penuh gairah dan sensasi, sehingga Hanna benar-benar tidak bisa bernafas. Pria di depannya sangat berpengalaman dalam berciuman. Air mata Hanna mengalir membasahi pipinya. Andreas melepaskan ciumannya ia melihat Hanna kesulitan bernapas dan menangis.     "Tidak boleh menangis!" benatk Andreas. Dia kembali melumat bibir Hanna setelah memberi kesempatan kepada wanita itu untuk bernafas.   Andreas benar-benar tidak memperdulikan air mata Hanna yang membasahi pipinya. Hanna masih terdiam mematung dengan menahan sesegukan. Hanna berusaha menghentikan ciuman dengan mengunci bibirnya.     "Buka mulutmu dan abalas ciumanku!” Andreas kembali melumat bibir Hanna seakan tidak puas. Hanna mendorong tubuh Andreas.   "Aku mohon, biarkan aku pergi dari tempat ini." Hanna ketakutan.   "Baiklah, satu kali lagi ciuman dan kamu harus membalas dan mengikuti permainanku." Andreas menatap Hanna. Pria itu kembali memakan bibir merah dan basah wanita di depannya. Dengan mata terpjam dan membayangkan pria di depannya adalah Hans. Hanna benar-benar memablas ciuman Andreas. Dia berusaha menikmati ciuman it.   "Bagaimana dengan lain kali?" Andreas memeluk erat tubuh Hanna yang hanya terdiam bagaikan manekin cantik.   "Aku sudah jatuh cinta pada dirimu." Andreas melepaskan Hanna, ia mengambil selembar kain dan menutup mata Hanna.   "Apa yang kamu lakukan?" tanya Hanna khawatir.   "Kamu harus menutup mata agar bisa keluar dari sini, menurut lah." Andreas berbisik di telinga Hanna, ia segera menggendong Hanna membawa keluar dari Villa rahasia.   "Aku mencintaimu, kamu akan menjadi milikku." Andreas melihat Hanna di antar Jhonatan.   Ia telah berada di depan rumah. Hanna meraba bibirnya terasa bengkak, menarik nafas dalam-dalam, menyenderkan tubuhnya di kursi mobil dan memejamkan matanya, butiran bening mengalir membasahi pipinya.   "Aku telah ternoda, aku tidak pantas untuk Hans." gumam Hanna. Dia berlari ke rumah.   Matahari telah berada di atas kepala, perut Hanna sangat lapar. Dia tidak sarapan dan sekarang sudah jam makan siang. Wanita itu segera masuk ke rumah dan langsung menuju kamarnya, membersihkan diri dan mengganti pakaian dari aroma parfum pria bertopeng lekat di tubuhnya. Membuang baju tidur ke dalam tempat sampah beharap bisa melupakan ciuman yang memalukan.   "Bik, kakek di mana?" tanya Hanna. Sejak nenek meninggal dan Hanna semakin sibuk bekerja. Bibi Yani meminta menjadi pembantu rumah tangga karena dia juga hanya seorang janda yang butuh uang untuk menafkahi anaknya.   "Di kebun, Non," jawab bik Yani.   “Apa kakek sudah makan siang?” tanya Hanna lagi.   “Sudah. Kata kakek, Non menginap di rumah teman karena banyak pekerjaan. Jadi, kakek makan duluan,” jelas bibi.   “Apa? Siapa yang berkata seperti itu?” Hanna terlihat bingung.   “Non, belum makan?” tanya bibi.   “Ah, belum, Bi. Hanna sangat lapar.” Hanna duduk di kursi. Dia masih berpikir.   “Apakah pria itu mengirim pesan pada kakek agar tidak khawatir?” tanya Hanna pada dirinya sendiri.   “Tunggu sebentar, Bibi siapkan.” Bibi mengambil piring dan mengeluarkan makanan dari lemari. Wanita paruh baya itu menata di meja makan.   “Silakan,Non.” Bibi memperhatikan Hanna yang melamun.   “Non, apa tidak suka dengan makanannya?” tanya bibi dengan menggoyangkan tangan Hanna.   “Ah, tidak. Aku hanya melamun. Maaf, Bi.” Hanna segera mengambil piring dang mengisinya dengan nasi serta sayuran.   “Masih panas,” ucap Hanna.   “Kakekk baru saja selesai makan. Minta bibi menyimpannya untuk kamu,” jelas bibi.   “Terima kasih, Bik.” Hanna tersenyum. Dia menikmati makan siangn sendirian.   "Auw." Hanna berteriak. Luka bibir akibat ciuman dan gigitan Andreas terasa perih ketika terkena gulai yang cukup pedas. Itu membuatnya teringat dengan kejadian yang menakutkan.   "Ada apa, Non?" tanya bibi khawatir.   "Hanna tidak sengaja menggigit bibir, bik." Hanna menarik dan melihat bibirnya.   "Minum, Non." Bibi Yani memberikan air putih kepada Hanna.   "Ciuman itu selalu terbayang olehku, sangat menjijikkan dan menyakitkan." Hanna mengusap bibirnya. Dia segera menyelesaikan makannya dan kembali ke kamar.   "Ahhh, kenapa aku harus di culik dan siapa orang yang ingin menghancurkanku?" kesal Hanna.   "Aku benci, benci semua ini." Hanna mengusap kasar wajahnya dan kembali menangis.   “Aku ingin tahu siapa orang-orang jahat yang menculikku, tetapi aku tidak mau lagi bertemu dengan pria itu.” Hanna menutupi wajahnya dnegna bantal. Dia sangat takut pada Andreas.   “Hans, aku belum menghubunginya. Tidak bisa sekarang. Aku masih sangat kacau.” Hanna membatalkan niat untuk menghubungi kekasihnya.   “Sebaiknya aku menenangkan diri di kebun bersama kakek.” Hanna beranjak dari tempat tidur, keluar dari kamar dan berjalan malas menuju kebun. Dia melihat kakek duduk di bawah pohon besar menatap langit.   “Kakek.” Hanna berlari menuju kakeknya dan memeluk pria tua itu.   “Cucu kakek baru pulang.” Kakek mengusap kepala Hanna.   “Hmm.” Hanna merebahkan kepalanya di lengan rapuh itu.   “Apa kamu tidak bekerja?” tanya kakek. “Aku hari ini diizinkan cuti,” ucap Hanna yang semakin bingung. Dia baru sadar kenapa Andreas memberikan cuti satu hari untuknya? Wanita itu kembali melamun. Ada banyak kejanggalan dari hari penculikan.        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN