Tumbal 1

1255 Kata
Agung Prasetyo mungkin pria yang paling sial di muka bumi ini. Beberapa bulan yang lalu, pria yang awalnya berprofesi sebagai Chef itu terpaksa diberhentikan karena restoran tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. Seperti pepatah yang terkanal 'sudah jatuh ketimpa tangga pula' sepertinya memang sedang terjadi pada dirinya. Baru saja diberhentikan, lagi-lagi musibah menghampiri. Rina, wanita cantik yang selama ini menjadi pujaan hatinya tiba-tiba memutuskan hubungan tanpa alasan yang jelas. Iya, Agung di 'Ghosting' begitu saja. Padahal, kurang apa dirinya selama ini? Tampang di atas rata-rata. Bahkan banyak orang menyebutnya Rizky Billar kw sekian. Ia juga bukan tipikal pria yang pelit. Sering memberi hadiah. Mengajak makan, nonton, serta jalan-jalan. Tapi kenapa Rina tetap saja pergi meninggalkannya. Jadi double-lah penderitaan yang pria itu alami. Demi merubah nasib jelek yang menimpa dirinya, Ia nekat merantau ke Kalimantan untuk menyusuli sang Kakak yang sudah lebih dulu tinggal di sana. Agung tahu benar kalau Balikpapan adalah salah satu kota Minyak yang terkenal menjadi rumah kedua bagi para expatriat. Bisnis Restoran serta Perhotelan berkembang pesat. Pikirnya, bukan perkara sulit nantinya mencari pekerjaan sesuai dengan skill yang ia miliki. Bermodal uang lima ratus ribu serta berbagai macam sertifikat dan piagam memasak, Agung berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak saat berada di tempat perantauan nantinya. Masa iya, dari banyaknya penghargaan yang ia miliki tidak ada satu pun owner restoran atau hotel tertarik dengan skill yang ia miliki. Selama ini banyak sudah banyak kursus serta kejuaraan masak yang ia ikuti. Hanya ajang master cheft saja yang belum sempat ia jajal. Kalau ditanya alasannya kenapa, Agung selalu berkilah takut Chef Juna insecure dengan kemampuan masaknya. "Kamu yakin mau cari kerjaan di sini?" tanya Dimas, kakak tertua Agung saat menerima sang adik yang baru saja tiba dari kota Malang. "Insya Allah, Mas. Itung-itung cari pengalaman. Siapa tau ada rezeki di sini." Dimas kemudian mengangguk. "Ya sudah, Mas doain kamu berhasil. Besok, coba aja ke Dinas Tenaga Kerja. Kebetulan ada acara Job Fair di sana. Siapa tau kamu beruntung dapat pekerjaan seperti yang kamu mau." "Beneran, Mas?" Wajah Agung seketika berbinar. Pikirnya baru saja tiba di kota perantauan ia sudah mendapatkan kesempatan untuk mencari pekerjaan. "Beneran. Besok Mas anterin. Sekalian berangkat kerja. Kebetulan dinas tenaga kerja satu arah sama kantor Mas. Sekarang, mending kamu istirahat aja dulu. Kan habis jalan jauh." Agung menurut. Setelah menyusun semua barang-barang bawaannya, ia memutuskan untuk segera beristirahat. **** Siang itu, selesai mendaftar dan mengikuti beberapa interview yang di berikan beberapa vendor dan perusahaan dalam acara job fair di dinas tenaga kerja, Agung memutuskan untuk singgah sebentar ke salah satu rumah makan. Kalau dilihat-lihat, rumah makan ini sepertinya memang terkenal. Terbukti banyaknya pengunjung yang datang. Dari pekerja kantoran, anak sekolah, bahkan orang-orang yang kebetulan lewat. Waktu mencoba makanan di sana, sebagai seseorang yang terbiasa memasak berbagai macam menu masakan, Agung merasa tidak ada yang spesial dari makanan yang dihidangkan. Iya yakin dengan indra pengcapnya. Tidak ada yang menarik minatnya untuk berpikir datang dua kali ke tempat ini. Tapi kenapa banyak sekali pengunjung yang datang. Apa yang membuatnya jadi ramai seperti sekarang. Agung sempat berpikir, mungkin saja karena harganya yang murah, orang menjatuhkan pilihan untuk makan di sini. Tapi saat ia selesai dan hendak membayar, harga makanan yang harus ia bayar melebihi ekspektasi. Harga menu makanan tersebut bisa dibilang cukup mahal untuk ukuran rumah makan biasa dengan menu yang biasa-biasa saja, Namun dari semua itu, ada satu hal yang menarik perhatian Agung saat berdiri tak jauh dari meja kasir. Ia tanpa sengaja mendengar perbincangan pekerja di sana dengan teman lainnya. "Gus, gimana ini, kita belum dapat penggantinya Mba Raudah, mana susah lagi cari orang yang pinter masak. Takutnya nanti dapat yang asal masaknya. Bisa-bisa pelanggann malah nggak cocok sama makanan di sini," ucap si kasir. "Iya mas Andi." Pria di sebelahnya menganguk. "Padahal saya sudah posting di media sosial juga kalau tempat kita lagi buka lowongan kerja dan sedang cari orang yang pinter masak, tapi sampai sekarang belum dapet juga." Tanpa basa-basi Agung langsung menghampiri dan menanyakan perihal pembicaraan yang tanpa sengaja ia dengar tadi. Pikirnya ini kebetulan sekali. Siapa tau rejeki, ia bisa bekerja sesuai dengan passion dan skill yang dimiliki. "Maaf mas saya tadi nggak sengaja denger kalau mas nya lagi cari tukang masak, ya?" tanyaku. "Iya mas." Si kasir mengangguk. "Koki yang biasanya masak di sini pulang kampung karena sakit jadi pada bingung cari penggantinya." Kasir itu menjelaskan. Agung mengangguk. Paham apa yang menjadi permasalahan di sini. Karena sesuai dengan apa yang ia cari, maka Agung tanpa ragu langsung menawarkan diri. "Kebetulan saya lulusan tata boga mas. Alhamdulimah punya skill masak dan sering ikut kursus chef-chef terkenal juga. Sebelumnya juga kerja di restoran. Kalau di izinkan saya mau melamar, siapa tau saya beruntung bisa kerja di sini." Agung menjelaskan. Ia bahkan sudah berpikir jauh kalau sampai diterima, ia ingin merubah masakan di rumah makan ini lebih baik dari pada sebelumnya. Siapa tahu bisa semakin laris dan terkenal dari pada sekarang, "Wah cocok. Boleh, Mas. Gimana kalau besok siang mas kesini aja lagi biar bisa ketemu sama owner-nya skalian," jawab si kasir. Sekali lagi Agung menggangguk dengan sopan. "Baik mas, besok saya kesini lagi semoga aja ini rejeki saya." Setelah menawarkan diri untuk bekerja di rumah makan tersebut, Agung memutuskan untuk langsung pulang. Sepanjang jalan ia terus berdoa semoga saja kali ini menjadi rejekinya. Sehingga ia bisa bekerja di rumah makan tadi tanpa harus menunggu lama lagi. Di samping tempatnya besar pengunjungnya juga ramai. Itu bisa jadi penyemangat ya buat bekerja nanti. Sesampainya di rumah sang kakak, Agung sudah melihat motor Dimas. Itu artinya kakak kandungnya itu sedang berada di rumah. Mungkin saja pulang untuk makan siang. "Assalamualaikum ... " Mendengar salam diikuti ketukan pintu, Dimas yang berada di dalam rumah langsung membukakan pintu. "Walaikumsalam, tumben kamu pulangnya agak lama. Apa langsung dapat kerjaan di job fair tadi?" tanyanya. Agung masuk. Langsung mendudukkan dirinya di kursi yang berada di ruang televisi. "Nggak dapat, sih Mas. Tapi pas aku makan di salah satu rumah makan dekat lampu merah mereka lagi cari koki. Ya, aku inisiatif aja mengajukan diri buat kerja disana." Agung bercerita dengan begitu antusias. "Bentar ... bentar." Alis mata Dimas saling bertaut. Ia seperti terusik dengan cerita sang adik barusan. "Maksudmu Rumah makan yang ramai betul dekat simpang empat lampu merah di depan jalan?" Agung mengangguk anggukan kepala. "Iya betul, Mas. Pas aku makan di sana aja rame banget sampai ada yang antri nunggu meja yang kosong." "Kamu yakin mau kerja disana? Gosip-gosipnya rumah makan itu agak beda dari yang lainnya." Sekarang, giliran Agung yang kebingungan. Apa maksud Dimas mengatakan rumah makan itu berbeda dari rumah makan lainnya. "Memangnya gosip apa, Mas? Rumah makannya nggak halal atau gimana?" tanya Agung penasaran. Bukannya diceritkan secara detail, Dimas malah menyudahi perbincangan. Di antara semua saudara Agung, Dimas memang yang sering tidak jelas kelakuannya. "Ah sudahlah, itu cuma gosip aja. Mungkin yang menyebarkan gosip saingan bisnis rumah makan itu. Yang penting kalau kamu kerja di sana harus tetap waspada dan jaga diri yang baik," Pesan Dimas sebelum ia pergi masuk ke kamar. Agung jelas saja jadi penasaran mengenai gosip apa yang di maksud sang kakak. Tapi setelah dipikir-pikir dengan matang, ia tetap mantap ingin mencoba melamar kerja di sana. Kalau pun ada sesuatu hal yang mengganjal, bisa ia tanyakan langsung nantinya kepada pemilik atau rekan kerja yang ada di sana. Yang penting ia harus fokus sekrang agar bisa di terima. Kalau pun akhirnya bisa lolos mejadi pekerja di rumah makan itu, Agung sudah bertekat akan mencurahkan semua kemampuannya untuk menghidangkan masakan yang terbaik. . . (Bersambung) . . Judul : Tumbal Pesugihan. Penulis : NovaFhe
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN