BAB 002

1415 Kata
Ruangan yang didominasi warna perak dan emas itu kali ini terkesan jauh lebih panas, daripada biasanya. Di atas kasur berukuran king size yang dinaungi oleh keremangan lampu kristal model persegi, dua manusia berbeda kelamin terlihat saling berciuman penuh gairah. Desahan-desahan bernada erotik pun terdengar jelas memenuhi kamar mewah tersebut. Membuat siapa pun tahu, bahwa di dalam sana tengah terjadi petualangan panjang menuju kenikmatan surgawi. Nyaris delapan belas menit berlalu, sejak pakaian mereka terlepas satu persatu dan berserakan di atas lantai. Sang gadis mempercepat goyangan pinggulnya, demi mengejar sesuatu yang menunggu di dalam sana. Sedangkan lelaki yang berada di belakangnya, terus menghujamkan miliknya ke dalam surga duniawi tersebut. Sampai satu menit kemudian, segala bentuk kalimat pemujaan atas nama Harry Stonner pun terdengar memenuhi ruangan. Gadis itu ambruk dalam keadaan tertelungkup dan Harry Stonner yang tahu, bahwa lawan mainnya telah mencapai kenikmatan, segera mengangkat tubuh ramping tersebut dan membuatnya berbaring telentang. Sepasang gunung kembarnya terlihat menantang di hadapan Harry, sehingga memancing sifat rakus dalam jiwa lelakinya. Tangan kekar itu pun segera meremas salah satu dari mereka, mempermainkan titik merah jambu menggunakan jemari, serta di waktu bersamaan bibir seksi tersebut juga sibuk menghisap leher jenjang beraroma musk, dan meninggalkan beberapa jejak di sana. Gadis itu mendesah, seiring perasaan geli yang menjalar di seluruh tubuh. Terlebih saat Harry kembali memasukkan miliknya ke dalam lubang surgawi tersebut, lalu bergerak maju mundur tanpa memberi jeda, hingga dua menit berikutnya sensasi yang dicari Harry pun hadir. Punggung Harry melengkung, tubuhnya bergetar, dan kejantanannya yang masih di dalam tubuh gadis itu pun memuntahkan isinya secara liar, tanpa sempat dicegah. "Harus saya akui," Gadis itu--Lea--berbicara, sambil mengatur napas setelah melakukan olahraga ranjang yang teramat melelahkan. "Anda adalah satu-satunya yang mampu membuat saya mencapai orgasme." Harry memilih untuk memejamkan mata, berbaring telentang di sisi Lea saat tahu bahwa personal assistant-nya tengah memandang penuh harap. Sisa-sisa aroma parfume milik gadis itu terasa semakin dekat, Harry pun merasa bahwa beberapa helai rambut menyentuh dadanya, dan tidak lama kemudian sebuah pelukan terasa di bagian perutnya. Ini bukan pertama kali. Sejak Lea dikabarkan tidak lagi berkencan dengan Edward, dia selalu bersikap demikian. Yakni menuntut hal lebih secara tersirat, setiap kali Harry memberi perintah untuk melayaninya di tempat tidur. Meminta agar Harry memberi perhatian seperti sepasang kekasih, padahal sejak awal hubungan mereka hanyalah sekadar boss dan asisten. "Sejujurnya ...." Lea menggantung kalimatnya, di mana dari nada suaranya dia terkesan sedang menimbang-nimbang apakah harus melanjutkan atau berhenti. Gadis itu mempermainkan rambut-rambut halus di d**a Harry, kedua netra cokelat karamel itu pun masih berkutat pada sosok yang dia sukai. "Saya melihat Anda lebih dari sekadar atasan. Jadi ... apakah Anda bersedia mengambil, jika saya menyerahkan--" Ucapan Lea terhenti, saat ponsel Harry berbunyi di atas nakas. Seakan-akan tahu di mana posisinya di mata Harry, gadis itu pun terpaksa menjauh, duduk dalam keadaan telanjang dan membiarkan dewi batinnya menjerit karena tidak ingin menjauhi sosok sempurna tersebut. Otot-otot hasil olahraga di lengan Harry menonjol, saat pria itu duduk memunggungi Lea dan menerima telepon dari seseorang yang berada di luar sana. Raut wajahnya tampak berubah serius, dia lebih banyak diam daripada bicara dan memilih untuk mendengarkan lawan bicaranya. Hal yang membuat Lea cukup kesal karena tidak bisa menebak siapa penelepon sialan itu. Sehingga diam-diam, Lea pun mendekat demi mencuri dengar pembicaraan mereka. Namun, siapa sangka bahwa keputusan tersebut, ternyata telah membuat Lea terbakar cemburu karena Harry menyebutkan nama gadis lain. "Yes, her name's Ally Hannagan." Harry mengangguk pelan, dengan tangan kanan yang masih menempelkan ponsel ke telinganya. "Kirimkan berkasnya setelah lima belas menit. Aku akan mempelajarinya dalam perjalanan pulang dan merencanakan pertemuan ini, sebagai sesuatu yang bersifat kebetulan." Harry menutup percakapan singkat yang berisi laporan jarak jauh tersebut, lalu meletakkan kembali ponselnya di atas nakas dan bangkit dari duduknya. Tanpa perlu melihat ke arah Lea apalagi menanyakan bagaimana perasaan, Harry lebih memilih untuk pergi ke kamar mandi. Membersihkan diri, mengabaikan wajah masam Lea akibat merasa seperti objek pemuas belaka. "Maaf jika ucapan saya akan terkesan lancang, Mr. Stonner." Lea melangkah ke dalam kamar mandi, menyusul Harry yang berada di bawah shower lalu memeluk pria itu dari belakang. "Tapi, apa Anda tahu bahwa saya tidak bisa membagi Anda dengan gadis lain. Saya ... akan memberikan segalanya untuk Anda, Sir," ucap Lea terdengar sangat gelisah, setelah mendengar Ally Hannagan. Lea memang tidak tahu, siapa gadis itu. Sehingga demi mempertahankan posisinya di hadapan Harry, dia pun siapa memberikan apa saja yang dia miliki. Termasuk mulutnya, di mana kini telah berada di antara s**********n Harry. *** Senja nyaris berakhir. Langit yang berwarna perpaduan antara jingga dan ungu, kini berubah menjadi gelap gulita karena cahaya bulan dan bintang berhasil dikalahkan oleh gemerlap kota terpadat di Nevada, Las Vegas. Jajaran gedung-gedung pencakar langit yang didominasi oleh bar, kasino, dan pusat perbelanjaan terlihat saling bersaing untuk menarik pengunjung lokal maupun internasional. Aktivitas di sana pun memang tidak pernah berhenti, semakin larut maka semakin padat. Harry Stonner berada di antara mereka, duduk di salah satu bar dengan sebotol anggur di atas mejanya. Will mengatakan bahwa gadis yang dia cari selama beberapa hari terakhir ini juga bekerja di tempat ini, sebagai seorang pramuniaga. "Apa kau butuh seorang teman, Sir?" Harry menoleh saat suara seorang wanita menegurnya. "Apa yang kau inginkan, Miss? Aku hanya memiliki sebotol anggur dan terlalu sibuk untuk mengobrol." Wanita itu tersenyum, sadar bahwa salah satu pria paling diinginkan di dunia ini baru saja menolaknya secara halus. "Well, apa itu berarti kau menolak sesuatu yang tersaji di hadapanmu ini, eh?" Wanita itu menunduk, menggunakan kedua siku sebagai penopang separuh berat badannya, dan gaun berpotongan d**a rendah itu memamerkan hasil sempurna dari tangan seorang dokter kecantikan. "Setidaknya, biarkan aku menolongmu. Tuanku yang satu ini, tidak pernah duduk sendirian dalam waktu yang lama." "Kapan gadis itu akan datang?" tanya Harry yang sejak tadi, belum mengalihkan pandangannya pada pintu masuk bar. Para penari seksi dan cantik di atas meja bar, sama sekali tidak berpengaruh pada Harry. Termasuk wanita manis di hadapannya saat ini, meski kenyataan mengatakan bahwa dia adalah primadona di Bar Sienna Waters. Sosok yang ditunggu Harry pun akhirnya memperlihatkan batang hidungnya. Rambut pirang serta sepasang netra abu-abu yang terkesan misterius, berhasil menarik perhatian Harry. Bahkan sejak awal berhasil masuk ke dalam mimpi seorang Harry Stonner. "I've to go," ujar Harry lalu menegak habis sisa anggur di gelasnya dan bergegas pergi menghampiri gadis itu. Akan tetapi belum sempat Harry melangkah pergi, tangan kurus itu mencengkram pergelangan tangan Harry. Tindakan yang sangat lancang, hingga membuat pria tersebut memberikan tatapan tajam ke arah pelakunya. "Kau telah melebihi batas, Esmeralda." Garis-garis wajah Harry mengeras, bersamaan dengan urat tangannya yang menyembul. Menyentuh tanpa izin adalah hal talarang, Harry bisa saja melakukan tindak kekerasan jika seseorang telah berbuat lancang. "Aku tidak bisa membiarkan kau pergi begitu saja." "Persetan." "Tidak. Kau melukai harga diriku." Esmeralda--primadona di Bar Sienna Waters--mengedarkan pandangannya ke sekeliling bar. Menangkap beberapa penari telanjang, gadis-gadis penghibur, serta pelayan wanita memerhatikan mereka dengan rasa penasaran. Esmeralda tidak siap, jika dirinya digosipkan lalu direndahkan akibat penolakan yang dilakukan Harry. Sehingga dengan sifat keras kepalanya, Esmeralda tetap menahan lengan Harry. Memeluknya tanpa pikir panjang dan .... Harry mendorong tubuh Esmeralda. Tidak terlalu kuat, tetapi nyaris membuat gadis itu terjatuh akibat high heels tinggi yang membuatnya sulit menjaga keseimbangan. "Don't ever dare to touch me," ucap Harry bernada dingin, hingga mampu membekukan apa saja di sekitarnya. Esmeralda yang mendengar ucapan Harry pun refleks gemetar. Dia mengenal betul perangai pria di hadapannya ini. Harry Stonner, apa pun yang dia katakan, bukanlah sekadar ancaman. Pria itu selalu serius dengan ucapannya dan Esmeralda, menolak keras jika ia harus mati lebih cepat. Seteguk saliva akhirnya berhasil lolos ke tenggorokan Esmeralda. Dia hanya mampu menatap Harry dalam hitungan detik, lalu menunduk sebagai bentuk permohonan maaf secara tersirat. Kedua tangannya pun saling mengenggam, seakan-akan sedang dihakimi akibat berbuat salah. Namun, berani menghalangi Harry memanglah sebuah kesalahan dan Esmeralda menyesal. Tidak ada lagi perbincangan di antara mereka, Harry pergi begitu saja dan mengambil langkah lebar mengikuti Miss Hannagan. Hingga ketika beberapa menit Harry menunggu gadis itu di salah satu bilik toilet, sesuatu yang aneh membuatnya harus mendekat lebih jauh dan .... Harry tidak bisa membiarkan siapa pun merusak miliknya, hingga sebuah tendangan mengarah ke punggung seorang lelaki yang berani menjambak rambut Ally Hannagan. Lelaki itu jatuh terjerembab. Tentu saja. Lalu .... "Touch her, then I'll kill you." Harry mengatakannya tepat di depan wajah lelaki teler itu dan seolah belum puas, dia melayangkan tinjuan tanpa jeda hingga meloloskan teriakan dari bibir Miss Hannagan. Sial! Gadis itu terlihat pucat pasi, jatuh terduduk hingga punggungnya tersandar pada bilik toilet yang tertutup. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN