Sweet Sinner | 1.2

2036 Kata
Toronto, Ontario. Kanada      Di sebuah provinsi di negara Kanada mobil sport dengan mesin super buatan Italia berhasil menempuh perjalanan tak lebih dari satu kilometer dari bandara. Roda super car milik orang terpandang di kota itu berputar lamban ketika pintu gerbang terbuka, dan yang menjadikan mobil bertenaga ribuan kuda berwarna silver metalik itu nampak stylish saat pemiliknya keluar dengan mengenakan baju serba putih. Pria dengan tinggi 7,6 kaki itu melepas kacamata kemudian ia berlalu sambil menyuruh anak buahnya untuk segera melakukan tugas.      Robert melangkah tanpa beban ketika memasuki pintu utama rumah mewahnya. Lalu pria berkumis tipis itu segera tersenyum lebar saat menoleh kearah dimana istrinya, Persia telah berada di atas sofa tidur dan masih terlelap dengan wajah cantiknya. Robert nampak terkesan dengan wanita Indonesia yang nyatanya sudah menjadi bagian dari dirinya, tapi Robert segera menangkis pikiran tersebut. Robert tak ingin mengenal kembali apa itu sebuah hubungan, terutama sebuah kasih sayang yang pasti akan membawanya terbengkalai seperti satu hari lalu.      Langkah pertama Robert disambut oleh wanita paruh baya yang menjadi orang kepercayaan untuk memenuhi kebutuhan Persia selama di Amerika. Wajah pucat khas orang Inggris itu tersenyum.      "Saya sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk Nyonya!" Shandy Jackson berujar. "Termasuk gaun pengantin dan..."      "Sepuluh menit lagi dia bangun! Nanti aku beritahu apa lagi yang harus kau lakukan!" sergap Robert memotong pembicaraan.      "Baik tuan!" Shandy mengiyakan kemudian berlalu.      Ketika tiba-tiba tubuh Persia menggeliat, Robert urung berpaling dan terus memperhatikan gelagat dari wajah cantik tanpa polesan make up. Meski kecantikan Persia tidak membutuhkan waktu lama untuk memikat hati Robert tapi pria yang saat itu menyeringai tak peduli. Nama Hilda selalu terngiang terutama ketika wajah almarhum istrinya meregang untuk melawan takdir, tapi tak mampu bertahan karena hantaman mobil Persia berhasil membunuh Hilda dalam hitungan menit. 'Berengsek!' Batin Robert mengecam sekaligus mengulang kesaksian yang pilu.      Karena wajah Persia terlalu menyiksa dan menyita waktu Robert untuk menyiapkan pesta pernikahan, ia pun berlalu tanpa melepas pandangan meski wajah Persia semakin jauh. Robert kemudian menarik paksa ponsel yang tersembunyi di balik saku celana, Robert mencari jumlah digit angka nomor ponsel ibunya lalu dengan wajah berseri Robert menanti sebuah jawaban.      Sebuah sambutan ringan telah berhasil meredam emosi Robert terhadap Persia. Ia telah mendengar suara lembut sosok Evelyn Luxembourg.     "Hai nak apa kabar hm? Oh... Dua hari seperti dua dekade ibu tidak mendengar suaramu, kau sudah sampai? Oh, ibu sudah bersiap-siap untuk terbang ke Kanada dan... Kira-kira apa ibu akan mendapat sambutan dari menantu ibu yang pasti sangat cantik itu huh?!"      Selalu saja seperti itu. Robert menyukai bagian Evelyn sangat peduli terhadapnya, "Ibu, kau akan tersedak udara jika kau terus bertanya!"      "Dasar anak nakal! Kau itu tidak tahu ibu sudah lama menunggu panggilan darimu Rob!" begitu Evelyn merasa bahagia karena sebentar lagi putra kesayangannya akan memiliki keluarga.      "40 jam ibu, itu waktu yang sangat sebentar!" Robert mencela kemudian kembali tersenyum saat Evelyn terus memaki.      Jarak New York dan Kanada tentu sangat jauh bagi Robert untuk tetap berada di sisi ibunya. Dan beberapa hari lalu Robert berkunjung ke Indonesia untuk menuntaskan niat menikahi Hilda, tapi entah malapetaka besar telah singgah di hidup Robert tentang kematian wanita yang baru satu jam menjadi istrinya.      Robert masih menikmati perbincangan hangat bersama Evelyn sembari sesekali menoleh kearah Persia. Ia takkan mampu memberi tahu bahwa dirinya telah kehilangan sang pengantin sebenarnya, dan Robert tetap memutuskan untuk memperkenalkan Persia kepada ibu tercinta.      "Kira-kira kapan ibu tiba?" Robert merasa tak sabar menunggu kedatangan Evelyn.      "Ibu berada di jalan nak," Evelyn menjeda. "Nanti Tom akan menjemput ku!"      "Baiklah, hati-hati ibu. Aku sudah menyiapkan kamar yang cantik untuk ibu." Kamar yang terpenuhi hiasan dinding dan tanaman rambat. Begitu yang telah Robert persiapkan untuk ibunya.      Usai bercengkrama dengan sapaan akrab Robert kembali menenggelamkan tatapannya pada kelopak mata yang mulai terbuka. Robert mematung sembari menunggu Persia sadar setelah beberapa jam tak sadarkan diri oleh obat bius cair, semua itu Robert lakukan agar teriakan Persia tidak membuatnya tuli dan tentunya menguras waktu luang Robert.      Selama beberapa menit Persia melenguh ketika kepalanya terasa pening, punggung yang seolah tertimbun benda berat, kemudian secara perlahan Persia bangun dengan memijit ujung kepala.      "Aduh sakit banget gila," Persia mengaduh. "Ini aku kenapa sih?"      Persia menyelidiki ruang sekitar, megah dan luas. Persia tidak pernah melihat bangunan dengan ornamen khas Amerika sebelumnya, meski menebak-nebak jika dirinya sudah tidak di Indonesia lagi tapi rasa berat di kepala dan punggung membuat Persia tergeletak kembali. Tatapannya pun masih mengintai, sayup-sayup terdengar suara Persia menahan sakit.      "Bangun!" suara Robert selalu membuat Persia terkejut sekaligus merajuk.      "Ka...mu? Ah, maksudku A...Anda! Di mana ini?" Persia mengusir bahasanya karena ia tahu jika Robert takkan mengerti apa yang sedang Persia bicarakan.      Lagi-lagi Robert mengabaikan pertanyaan Persia. Ia hanya membalikkan badannya kemudian tak lama Persia merasa kebingungan saat beberapa wanita dengan gaun serba putih memasuki ruangan. Terlebih wajah mereka sangat cantik dengan membawa buket bunga dan pernak-pernik perhiasan serta gaun pengantin mewah nan elegan karya tangan Ralph and Russo. Mereka menyempatkan untuk menyambut kedatangan Persia, dengan menundukkan kepala lalu dengan lembut seorang pelayan khusus untuk Persia segera memapah Persia menuju meja rias.      "A...apa yang... Kau lakukan?" tanya Persia mendongak menatap keadaan di sekelilingnya.      Tak ada sahutan. Mereka memberi kode agar Persia diam tanpa ragu karena mereka akan sepenuhnya mengubah Persia menjadi ratu semalam.      "Hei! Mau kau apakan aku hah?!" tegas Persia bangkit ketika seseorang mulai menata rambutnya.      "Lepas!" Sontak Persia melawan karena ia merasa tidak memerlukan itu semua.      "Kami hanya akan mengubah Anda menjadi wanita yang lebih cantik Nyonya," Shandy membela. "Kami janji tidak akan membuat Anda kecewa di pesta."      "Pes...ta?" Persia tidak mengerti.      Ya, Pesta! Persia mematung ketika matanya menangkap wajah tampan di ambang pintu. Persia baru saja melupakan sesuatu. Ya, sesuatu yang tak pernah Persia sangka sebelumnya bahwa ia telah menikah dengan pria asing.      Persia menjauhi pantulan sinar mata emas yang kini mendekam di pikirannya, Persia tak memberanikan diri saat Robert mendekat dan berhenti tepat berjarak dua puluh centimeter. Jarak seperti itu sangat menyiksa perasaan Persia, karena kecelakaan dua hari lalu kini terngiang di kepala. Meski Persia tak menghindar dan akan bertanggung jawab namun bayangan jeruji besi yang lembab, gelap dan sunyi menelan keberanian Persia untuk mengakui kesalahannya.      "Pakai gaun mu Nona, semua tamu sudah menunggu dan aku tidak perlu mengulang kembali ucapan ku bahwa kau terlalu banyak membuang waktu!" tandas Robert penuh penekanan.      "Tap...tapi..," Persia panik ketika melihat gaun di sampingnya. "Untuk apa aku me...mekai gaun itu? Bukankah kita... Sudah me...nikah?"      Berat! Persia berucap sambil menahan air mata, kemudian Persia kembali berharap jika Robert akan menutup kasus kematian Hilda.      "Tidak ada pernikahan! Kau hanya sebagai tameng untuk statusku! Dan kau ingat Nona, kau tidak akan bisa lari dari kesalahan!" klaim Robert berbalik arah.      "Kenapa kau tidak berbalik membunuhku? Mungkin itu impas karena..."      "Permisi?" Robert menggagalkan jejak kakinya dan ia menoleh kearah Persia. "Membunuh? Aku bukan pembunuh Nona."      Ucapan Robert terdengar memastikan jika Persia melalaikan kesalahan. Persia kemudian berhenti untuk mengatur rencana membela diri, ia hanya mampu pasrah saat punggung legam Robert berangsur hilang dari pandangan. Lalu Persia bergeming di atas sofa di depan meja terpenuhi alat make up. Tidak ada yang perlu Persia lakukan sekarang, yang harus Persia ketahui ia mulai merasakan jeruji sangkar yang akan mengurungnya beberapa hari atau tahun dan bahkan selamanya Persia akan menggeluti status sebagai seorang istri pengganti. [...]      Satu jam Persia harus berdiam tanpa ada yang harus Persia lakukan kecuali tersenyum manis di depan para tamu kelas atas. Kemudian Persia akan merasa dikejar oleh dosa yang semenjak empat puluh jam lebih ia rasakan. Memendam kesaksian tentang penghianatan Edo saja belumlah Persia lupakan, dan kini sosok wanita dengan gaun putih meregang nyawa akan menjadi memori bagi Persia.      Pesta mewah di halaman belakang mansion mewah milik Robert berjalan penuh antusias. Tamu-tamu negara menyertakan kehangatan bahwa Robert telah melepas masa lajangnya. Ya, memang sangat mengagumkan dan sulit dipercaya karena Robert terkenal dengan sifat yang anti terhadap wanita. Bahkan Robert tak tahu apa itu tentang kehidupan asmara.      Hilda adalah wanita pertama yang menanamkan benih-benih cinta di dalam hati Robert hingga pertemuan mereka berlanjut ke jenjang pernikahan. Tapi sayangnya semua awal cerita Robert telah selesai. Ya, benar-benar selesai tanpa Robert bayangkan. Hanya bayang-bayang cantik Hilda saja terkadang berkelebat namun terpecahkan oleh tragedi.      Setelah merasa lelah dengan pesta hari ini Robert keluar dari kerumunan orang-orang menikmati hidangan. Kemudian Robert berjalan menuju lobby dengan pandangan mencari. Kedatangan Evelyn belum juga membuat perasaan Robert tenang. Panggilannya pun hanya terjawab oleh voice mail 'kau ke mana ibu?' Batin Robert memastikan kemudian ia melangkah lebih menjauhi pintu kaca dan tak lama setelah pencariannya Robert melihat wajah teduh ibunya bersenda dengan Persia.      Baru saja Robert merasa Hilda telah merobohkan kekuatannya, tapi segera Robert membunuh prasangka karena Persia berhasil membuat tawa Evelyn merebak. Tawa yang tak pernah Robert lihat sebelumnya semenjak kematian Joseph Luxembourg, saudara kembar identik Robert. 'Dia kembali tertawa.' Dalam hati Robert merasa telah menemukan kebahagiaan yang tak terpelihara di wajah Evelyn. Tapi kemesraan Persia dan Evelyn mematahkan prasangka Robert yang takkan pernah bisa menciptakan kebahagiaan Evelyn kembali.      Entah perbincangan apa yang mereka bicarakan. Robert tak tahu itu dan ia hanya menghampiri ibunya, lalu dengan kebiasaan yang katanya sedikit nakal Robert memeluk pinggang Evelyn dan menyusupkan kepalanya di caruk leher Evelyn,      "Hai seksi!" Sambut Robert kepada ibunya.      Langsung saja Evelyn menekan lesung pipi Robert dengan telunjuk, "kau ini!"      "Kapan ibu tiba? Kenapa kau mematikan ponselnya?" Robert penasaran kenapa wanita yang selalu ia anggap cantik di dunia itu merahasiakan kedatangannya.      "Sekitar satu jam lalu! Dan maaf ibu lupa memberitahu mu bahwa ibu sudah sampai," kedua kalinya Evelyn menekan lesung pipi Robert. "Tapi itu artinya ibu bisa tahu kelakuan nakal mu ini, anak badung!"      "Ibu, aku bukan Joseph! Dan aku tidak sepertinya, ingat itu!" sikap Evelyn berlebihan. Sikap Robert memang tidak seperti saudara kembarnya.      "Ngomong-ngomong kenapa kau meninggalkan Persia sendiri?" tanya Evelyn lagi tidak ingin berhenti menyalahkan Robert.      Sebentar! Robert memasang pendengaran, karena ia tidak mengerti mengapa Evelyn berujar demikian. 'Persia?' dalam hati Robert menebak siapa yang Evelyn maksud.      "Ini sangat tidak adil karena mengingat Persia baru pertama kali di Amerika bukan?" Evelyn merampas tangan Persia dalam genggaman.      Sekarang Robert tahu mengapa Evelyn menyebutnya sebagai seorang anak laki-laki yang nakal seolah bocah kecil tak mengikuti nasihat. 'Jadi nama gadis cantik ini Persia?' Akhirnya Robert tidak perlu menanyakan hal itu kepada wanita mengenakan gaun sutra. Robert rasa sudah cukup jika Persia menggantikan posisi Hilda sementara, sebelum Robert membeberkan secara spesifik tentang hidupnya kepada Evelyn.      Keharusan bagi Persia ketika Evelyn tiba adalah tak memberitahu siapa ia sebenarnya. Orang kepercayaan Robert telah memberikan sebuah langkah-langkah dimana Persia harus menjadi Nyonya besar Luxembourg. Meski Persia tahu rencana Robert bukan hanya itu tapi Persia hanya ingin terbebas dari segala tuntutan. Dengan kematian Hilda yang telah membawa Persia dalam perubahan yang signifikan, dalam hitungan menit waktu itulah Persia tidak mengenal dirinya sendiri. Memang benar ini bukanlah sebuah tanggung jawab, tapi Persia berharap kesalahannya tak sampai terendus oleh keluarganya di Indonesia. Persia menanti saat-saat ia terbebas dari kasus kematian seseorang.      Sempat Persia merasa malam pesta pernikahan mengguncang pikiran. Pasalnya ia menemukan wanita sebaik Evelyn, Persia merasakan sentuhan lembut ibunya yang kini menantikan kehadirannya. Ya, itu pasti! Dan yang tak kalah membuat tubuh Persia gemetar ketika tangan keras Robert secara terang melingkar di pinggang, kemudian sapuan langkah mengikuti irama musik Jazz. Persia tak mampu menahan gejolak ketika menangkap tatapan mata indah milik Robert. Bekas kikisan rambut lebat di sekitar rahang itu tentu menjelma sebuah keharusan Persia untuk tetap tinggal di area dansa,      "Jadi namamu Persia?" tibalah Robert memastikan.      Sungguh! Persia tak berhasil merebut napasnya, tapi Persia terlalu pandai mengendalikan diri.      "Kau bisa menganggapnya seperti itu!" dengan cepat Persia memberikan jawaban, agar segera berlalu dari perhatian Robert.      "Lalu siapa namamu sebenarnya Nona? Mungkin itu lebih baik daripada aku merasa seperti berdansa dengan kucing betina!" secara terang Robert ingin tahu.      Ah itu benar-benar menyebalkan! Persia sempat mendengus tapi memang ia harus segera berlalu dan memilih untuk memberitahu. "Aku bukan kucing! Itu hanya menurut ayahku saja. Aku memiliki nama yang indah. Claudia Pricilia!"      Robert menarik sisi bibirnya 'Claudia Pricilia, nama yang indah' dalam hati Robert memuji untuk sekedar meyakinkan jika tubuh di depannya begitu menawan. Menarik langkah ringan mengikuti iringan musik slow, dengan tubuh gemulai di pelukannya itu sejenak Robert melupakan mantan istrinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN