Terbayang Wajahnya

3050 Kata
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi dan Mona saat ini tengah berada di dalam mobil menuju arah kantornya. Asisten pribadi Harmoni itu, hanya menatap ke arah depan, di mana arah tatapannya terlihat kosong. Gadis itu nampak tengah memikirkan sesuatu. Secara tiba-tiba, Mona menggelengkan kepalanya begitu keras. "Apa yang aku pikirkan ini? kenapa bayangan wajah pria itu masih terngiang dalam ingatanku?" tanya Mona dalam diam karena ia tak mungkin bergumam secara langsung, sementara di depan ada seorang supir yang mengantarnya. Di sebuah ruangan bercat putih bagai putih salju, seorang pria tengah tersenyum sendiri memikirkan ekspresi lucu seorang gadis yang memang memiliki tingkat kejujuran yang sangat tinggi, gadis itu tak segan padanya untuk berkata jujur, pria itu adalah Hicob asisten pribadi Dewa. Cukup lama waktu terus berlalu, akhirnya jam makan siang sudah tiba. Suara ketukan pintu pada ruangan Harmoni terdengar oleh gadis bertubuh ramping tersebut. "Masuk!" Suara handle pintu terbuka dan ternyata orang itu adalah asisten pribadinya yang tak lain adalah Mona. "Sekarang waktunya makan siang, Nona!" tutur Mona pada bosnya. "Delivery saja! pekerjaanku masih menumpuk jadi, kau pesan makanan kesukaanku," pinta Harmoni pada Mona. "Baik, Nona!" sahut Mona patuh. Sebelum Mona benar-benar sudah pergi dari ruangan Harmoni, CEO bertubuh ramping itu kembali bersuara, "Kau juga harus pesan makan, jangan lupa, di sini kau yang harus selalu tetap menjaga kesehatan." "Siap, Nona!" Akhirnya Mona benar-benar meninggalkan ruangan Harmoni dan gadis itu menyandarkan bahunya di sandaran kursi kebanggaan miliknya. Harmoni nampak menghela napas letih, ia merasa pekerjaannya hari ini benar-benar sangat menumpuk. Entah ia harus mengeluh atau berterima kasih pada yang kuasa karena jalan menuju kesuksesan setiap hari selalu menghampirinya. Semua tumpukan berkas yang harus ia periksa adalah semua berkas kerjasama antara beberapa perusahaan besar dan juga menengah yang menginginkan untuk bekerjasama dengan perusahaannya dan gadis itu harus menandatangani semua berkas tersebut, jika setiap berkas sudah ia seleksi secara cermat dan tepat. "Tubuhku terasa pegal sekali dan tanganku rasanya sudah keriting, dari pagi jam 07.00 sampai sekarang, berkas ini hanya sedikit yang dapat aku selesaikan, lebih baik nanti aku bawa pulang saja sebagian berkas yang belum selesai," gumam Harmoni memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Suara ponsel gadis itu berdering dan seketika Harmoni menegakkan tubuhnya untuk menggapai ponsel yang berada tepat di sebelah kanan meja kerjanya. "Ya Mona! ada apa?" tanya Harmoni pada asistennya tersebut. "Maaf, Nona! sepertinya hari ini semua tempat makan yang menyediakan makanan kesukaan Anda ramai pembeli online jadi, jumlah pembeli dibatasi oleh pemilik toko dan semua tempat itu sudah menutup sistem delivery," jelas Mona pada bosnya. "Astaga! apa semua orang hari ini suka sekali makan capcay," gumam Harmoni masih menempelkan benda pipih tersebut di telinganya dan Mona dapat mendengar suara bosnya itu. "Sebenarnya ada satu cafe yang menjual makanan tersebut, tapi cafe itu tidak menerima delivery jadi, Anda harus datang sendiri ke tempat itu," jelas Mona lagi memberikan informasi pada bosnya. "Apa jaraknya jauh dari kantor ?" tanya Harmoni ingin memastikan karena, jika jauh, lebih baik makan makanan cepat saji saja, seperti mie instan, daripada harus berjauh-jauh mencari tempat makan siang. "Tidak jauh, Nona! sekitar 15 menit dari jarak kantor ke tempat itu," tutur Mona kembali. Harmoni kembali menghela napas panjangnya. Sepertinya kebaikan pada hari ini tak berpihak pada gadis itu. Sungguh benar-benar merasa dirinya harus bekerja sangat keras hari ini, mulai dari tumpukan berkas yang belum selesai ditandatangani dan ia harus pergi mencari cafe di mana cafe itu menjual makanan favoritnya. "Baiklah! aku akan ke sana dan terima kasih untuk informasinya, jangan lupa kirim lokasi cafe yang kau maksud itu," pinta Harmoni pada Mona dan seketika gadis itu mengakhiri panggilan lebih dulu. Saat Harmoni kembali mengemas mejanya agar tertata rapi seperti semula, suara denting ponselnya berbunyi pertanda, jika ada sebuah pesan yang masuk. Setelah selesai mengemas meja kerjanya, gadis itu menggapai ponselnya untuk melihat siapa kiranya yang mengirim pesan padanya dan ternyata orang itu adalah Mona asisten pribadinya. Mona sudah mengirim lokasi cafe tersebut dan Harmoni meraih tasnya sembari berjalan sambil memasukkan ponsel tersebut ke dalam tas yang ia jinjing. Saat sudah berada di tempat parkir, sopir pribadi Harmoni membukakan pintu untuk Nona mudanya namun, sebelum gadis itu masuk ke dalam, Harmoni membuka suara terlebih dulu, "Aku akan membawa mobil sendiri, kau mengikutiku dari belakang saja, terserah kau ingin menggunakan mobil atau motor terserah dirimu, yang jelas aku ingin menggunakan mobilku sendiri untuk hari ini." Pria bertubuh besar tersebut mengangguk mengerti dan pengawal itu segera pergi menuju ke arah motor besar yang memang dikhususkan untuk para pengawal Harmoni saat gadis itu tiba-tiba ingin mengendarai mobilnya sendiri. Harmoni masuk ke dalam mobilnya tepat duduk di kursi kemudi, ia meletakkan tas berwarna coklat muda tersebut di sampingnya, setelah itu, Harmoni menghidupkan mesin mobilnya dan perlahan mulai menginjak pedal gas mobil tersebut. Tangan kiri Harmoni meraih ponsel yang berada di dalam tas jinjing miliknya dan gadis itu meletakkan ponsel tersebut tepat di depan, agar ia dapat memantau jalan menuju ke arah cafe yang diinformasikan oleh asistennya. Pelan tapi pasti, akhirnya setelah menyusuri jalan yang cukup ramai, mobil yang di kendari oleh Harmoni tiba di sebuah cafe yang berukuran cukup besar namun, cafe itu sangat ramai. Harmoni berpikir, sebelum gadis itu turun dari mobilnya, mungkin cafe ini sangat ramai karena tidak menyediakan jasa delivery jadi, setiap orang yang ingin makan makanan cafe itu harus pergi ke tempat tersebut. Harmoni akhirnya turun dari dalam mobilnya sembari menjinjing tas berwarna coklat muda tersebut dan pengawal yang mengikutinya memarkirkan motornya tepat di samping mobil Harmoni, di mana pembatas kendaraan roda dua dan roda empat berada jadi, pria itu bisa mengawasi Nona mudanya lebih intens lagi. Harmoni mulai melangkahkan kakinya menuju arah pintu masuk cafe tersebut. Saat sudah berada di pintu masuk, jemari lentik Harmoni menyentuh handle pintu cafe tersebut namun, secara bersamaan tangan seorang pria menyentuh tangannya dan Harmoni seketika menoleh ke arah si empunya tangan. "Kau?" tanya Harmoni cukup merasa heran, pasalnya pria itu tiba-tiba saja selalu berada disekitarnya tanpa ia undang. Pria dengan suhu tubuh sedingin es tersebut hanya menatap Harmoni dengan tatapan datar, pria itu yang tak lain adalah Dewa Abraham. "Ya ini aku, kenapa? kau seperti melihat hantu saja," sahut Dewa menarik pintu masuk cafe tersebut tanpa aba-aba dan seketika tubuh Harmoni hampir terjungkal ke belakang namun, beruntungnya tangan gesit Dewa begitu sigap menahan pinggang ramping gadis cantik tersebut. Pinggang ramping Harmoni sangat pas dalam pelukan lengan Dewa. Saat gadis itu sadar, dirinya berada dalam dekapan seorang pria alien, akhirnya Harmoni mendorong tubuh Dewa cukup keras. "Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan," tutur Harmoni menatap ke arah Dewa tajam dan gadis itu seketika langsung berjalan masuk ke dalam cafe tersebut. Dewa hanya diam tak mau menanggapi ocehan mulut Harmoni karena gadis itu sepertinya memang memiliki watak cerewet sedari lahir. Dewa ikut masuk ke dalam dan setelah pria itu berada di dalam cafe tersebut, lensa mata berwarna safirnya mengintai setiap sudut cafe yang ia masuki saat ini. Dewa ingin mencari tempat yang tak terlalu banyak dikelilingi oleh pengunjung karena pria itu memang tak terlalu suka dengan keramaian karena menurutnya keramaian identik dengan hal-hal yang tak ia inginkan. Lensa mata biru Dewa membidik sebuah meja bernomor dua namun, meja itu tepat bersebelahan dengan meja yang ditempati oleh Harmoni. "Untuk apa aku harus memikirkan gadis itu, lagipula meskipun ia bersikap acuh padaku, aku juga tak perduli! lagi pula aku kemari hanya ingin makan, bukan ingin mencari keributan dengannya," gumam Dewa berjalan ke arah meja nomor dua. Saat pria itu hendak duduk di kursi meja nomor dua tersebut, suara Harmoni kembali terdengar di telinga Dewa. "Kenapa kau selalu ingin dekat denganku, sih! apa jangan-jangan kau fans beratku," tuduh Harmoni yang menyanggah sebelah tangan kirinya tepat di pipi kirinya pula. Dewa menoleh ke arah gadis itu sembari tersenyum teramat sangat manis namun, sedetik kemudian, senyum itu hilang berubah menjadi datar kembali dan Dewa tak segan segera duduk di kursi yang memang sudah menjadi pilihannya sedari tadi. Harmoni hanya tersenyum kecil melihat pria itu yang sepertinya tak memiliki rasa malu, padahal dirinya sudah menyindirnya seperti tadi. Dua orang pelayan cafe datang menghampiri Harmoni dan Dewa. Masing-masing pelayan sudah berdiri di meja nomor dua dan tiga. Pelayan itu memberikan buku menu kepada masing-masing pengunjung. Saat Harmoni membuka buku menu tersebut, gadis itu sedikit mengerutkan dahinya karena pilihan menu yang berada di cafe itu bukan seperti di cafe pada umumnya, melainkan menu makanan yang berada di cafe itu ternyata rata-rata makanan yang terbilang sederhana seperti makanan rumahan pada umumnya. Berbeda dengan Dewa yang nampak memang sudah tahu menu apa saja yang berada di cafe itu dan diam-diam Harmoni melirik ke arah Dewa, ternyata pria itu sudah tahu menu apa saja yang akan ia pesan. "Saya pesan kangkung pedas manis, udang krispi, dan puding buah," tutur Dewa pada pelayan itu, kemudian pelayan tersebut mencatat semua pesanan Dewa dan akhirnya pelayan itu kembali ke dapur untuk memproses pesanan tersebut. Berbeda dengan Harmoni yang masih melihat buku menu tersebut dan ia bingung harus memesan apa saja, tapi yang jelas, gadis itu pasti akan memesan capcay. Setelah selesai membolak-balikkan buku menu tersebut akhirnya Harmoni mulai mengutarakan apa saja yang ingin ia pesan kepada pelayan wanita tersebut. "Saya pesan capcay, balado ikan tuna, dan juga jus alpukat," ucap Harmoni pada pelayan wanita tersebut dan secara langsung pelayan itu mencatat semua pesanan yang Harmoni lontarkan padanya. Setelah pelayan wanita itu pergi, Harmoni melirik ke arah Dewa, ternyata pria itu masih asyik dengan ponselnya. Harmoni berpikir, mungkin pria itu sedang sibuk chatting dengan kekasihnya dan gadis itu juga tidak terlalu perduli dengan hal tersebut. Harmoni melihat sekeliling cafe yang di datanginya, ia menelisik tiap sudut di cafe itu dari mulai dekorasi dan juga luas cafe tersebut. Harmoni masih bingung, apa yang membuat cafe ini bisa seramai itu padahal menu makanan yang terdaftar juga terbilang menu makanan rumahan jadi, poin spesial apa yang berada di cafe ini. Harmoni melihat di setiap meja yang sudah terhidang menu makanan, ia melihat ada kue berwarna putih seperti salju di setiap meja dan ia tak tahu itu kue apa, tapi yang jelas setiap meja pasti ada kue itu saat semua hidangan sudah tersaji di meja. "Kue apa itu? padahal aku sebelumnya tidak pernah melihat kue seperti itu?" tanya Harmoni pada dirinya sendiri. Saat semua orang sudah mendapatkan pesanan masing-masing, mereka akhirnya mencicipi makanan tersebut dan saat semua makanan itu sudah habis, tinggal kue berwarna putih salju itu yang menjadi makanan paling akhir. Harmoni berpikir mungkin itu makanan penutup. Beberapa menit menunggu pesanannya datang, akhirnya makanan yang Harmoni pesan sudah berada di mejanya, tak terkecuali tiga buah kue berwarna putih salju juga dihidangkan di mejanya, padahal ia tak memesan kue itu sebelumnya. Lagi-lagi Harmoni secara diam-diam melirik ke arah meja Dewa dan ternyata di meja pria itu juga ada kue yang sama seperti miliknya. Karena rasa penasaran yang teramat sangat, akhirnya gadis itu bertanya kepada pelayan wanita tersebut karena kebetulan pelayan itu masih menata hidangan di meja Harmoni. "Maaf sebelumnya, Mbak! apa saya boleh bertanya sesuatu?" tanya Harmoni pada pelayan wanita itu. "Tentu saja boleh, Nona! memang apa yang ingin Anda tanyakan?" tanya balik pelayan wanita itu. "Kenapa ada kue ini di meja saya? padahal saya tadi tidak merasa memesan kue ini?" tanya Harmoni pada pelayan wanita itu. Pelayan wanita itu tersenyum, ia tahu, jika pengunjung yang berada dihadapannya saat ini baru pertama kali mengunjungi cafe tempatnya bekerja dan itu hal yang sangat lumrah bagi para pengunjung baru di cafe itu. "Nama kue ini adalah kue salju, Nona! dan ini hidangan spesial dari cafe kami untuk para pengunjung yang hadir sebagai makanan penutup di cafe ini," jelas pelayan wanita itu penuh keramahan. " Kue salju? aku sebelumnya tidak pernah mendengar nama kue seperti ini," ujar Harmoni sedikit terheran-heran karena baru pertama kali ini ada cafe yang memberikan hidangan spesial penutup seperti ini karena biasanya setiap cafe, jika para pelanggannya menginginkan hidangan penutup, maka pengunjung itu juga harus membayar hidangan yang ia pesan. "Saat pertama saya bekerja di sini, saya juga sempat berpikir seperti Anda, tapi saat saya tahu, jika pemilik cafe ini adalah seorang yang cukup pandai dalam berkreasi, jadi saya sudah tidak asing lagi dengan makanan ini, memang makanan ini diciptakan oleh pemilik cafe ini," tutur pelayan wanita tersebut. Harmoni hanya menganggukkan kepalanya mengerti dan gadis bertubuh ramping itu tersenyum pada pelayan wanita tersebut. "Selamat menikmati hidangan di cafe kami, Nona!" ujar pelayan wanita itu sembari tersenyum dan meninggalkan Harmoni. Tepat di meja yang bersebelahan dengan CEO cantik tersebut, Dewa hanya tersenyum kecil, sembari melirik diam-diam ke arah harmoni yang terlihat begitu kagum dengan cafe yang ia dirikan. Saat gadis itu tak sengaja menoleh ke arah Dewa, Harmoni menatap pria itu tajam. "Kenapa kau senyum-senyum begitu? kau sedang meledekku, ya?" tuduh Harmoni yang terlihat cukup kesal melihat senyuman Dewa padanya. "Aku yang tersenyum kenapa kau yang marah? dasar gadis aneh!" timpal Dewa sembari geleng-geleng kepala mulai menikmati hidangan yang tersaji di mejanya. "Kau tidak perlu mengelak, aku tahu, jika kau sedang mengejekku karena aku baru pertama kali ke sini dan aku juga tahu, jika kau sering ke cafe ini, buktinya kau tidak terkejut dengan hidangan penutup berwarna putih itu," cecar Harmoni lagi yang masih merasa kesal pada Dewa. "Aku memang sering ke sini," sahut Dewa sembari mengunyah makanan yang berada di dalam mulutnya. "Aku sudah tahu dan tak perlu penjelasan darimu," timpal Harmoni balik sambil mencoba capcay buatan cafe itu. Saat suapan pertama sudah masuk ke dalam mulutnya, raut wajah Harmoni benar-benar terlihat berbeda dari sebelumnya. Yang awalnya terlihat begitu kesal namun, saat suapan pertama capcay itu masuk ke dalam mulutnya, raut wajah gadis itu berubah sangat menikmati makanan tersebut. "Enak sekali, seperti buatan Mama," gumam harmoni masih dengan mulut yang penuh dengan makanan. "Awas nanti tersedak, jangan bicara sambil makan," ingat Dewa namun, pria itu masih terus menikmati makanannya sendiri, tanpa ingin menoleh ke arah Harmoni. Harmoni hanya melirik ke arah Dewa, kemudian gadis itu memasukkan makanan tersebut ke dalam mulutnya secara kasar karena ia kembali tersulut rasa kesal oleh Dewa. "Kau yang harus diam, bukan aku! mulut-mulut siapa yang bicara? mulutku, 'kan? jadi kau diam saja jangan banyak bicara, yang tersedak juga aku bukan dirimu jadi, kau makan saja makananmu itu," judes Harmoni masih terus mengunyah makanan di dalam mulutnya sembari melirik tajam ke arah Dewa. Pria itu hanya menanggapi ocehan Harmoni bagai angin lalu karena ia sudah tahu dan sudah menanamkan dalam pikirannya, jika gadis itu memang sudah cerewet dari lahir jadi, meskipun Dewa membalas ucapan gadis tersebut, Harmoni pasti akan terus membalas ucapannya lagi dan lagi. Belum juga 1 menit Dewa selesai memperingatkan Harmoni, gadis itu tiba-tiba tersedak dan terbatuk-batuk. Dewa hanya menoleh ke arah Harmoni tanpa ingin menghampiri gadis itu. "Lain kali, jika diingatkan orang lain itu menurut, jangan terlalu cerewet," sindir Dewa kembali menikmati makanannya. Harmoni terus terbatuk-batuk, bahkan batuknya lebih intens dari yang pertama dan akhirnya Dewa mau tak mau menghampiri gadis itu. Dewa mengusap punggung Harmoni terus-menerus sampai perlahan intensitas batuknya mereda dan pria itu segera mengambilkan segelas air yang memang sudah berada di meja Harmoni. Gadis itu segera meminum air putih tersebut sampai akhirnya hanya tinggal setengah. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Dewa pada Harmoni dan gadis itu hanya mengangguk tanpa bersuara. "Kau bisa bicara, 'kan?" tanya Dewa lagi karena pria itu ingin memastikan dan lagi-lagi Harmoni hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara apapun. "Tapi kenapa kau tidak bicara?" tanya Dewa kembali. Harmoni langsung membidik arah lensa matanya ke arah Dewa. "Kau ini sungguh pria yang sangat cerewet! apa kau tahu, aku ini bisa bicara, aku hanya tersedak jadi, jangan terlalu cerewet," kesal Harmoni pada Dewa. Dewa yang mendapat perlakuan seperti itu dari Harmoni, akhirnya pria itu memilih untuk kembali ke tempat duduknya sendiri sembari berkata, "Seharusnya aku tadi tidak perlu khawatir padamu, lagipula, jika kau terjadi apa-apa, itu bukan urusanku. Bukankah kau sudah memiliki seorang kekasih bernama Jason itu jadi, dia pasti akan datang sebagai pahlawan kemari," cecar Dewa yang merasa kebaikannya tak dihargai oleh Harmoni. "Kenapa kau selalu membahas Jason! apa kau cemburu padanya?" tanya Harmoni yang sudah tak dapat menahan rasa kesalnya pada Dewa, mau tak mau ia harus mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Dewa tersenyum kecil sembari menatap ke arah Harmoni. "Untuk apa aku cemburu padamu? bukankah cemburu pada kekasih orang lain itu hal yang tidak benar," jelas Dewa pada Harmoni. "Tapi aku ...." "Sudah jangan banyak bicara! habiskan makananmu dan rasakan kue salju itu! pasti pikiranmu akan sedikit lebih tenang," pinta Dewa yang melanjutkan kembali acara makannya. Dengan rasa kesal yang masih membumbung tinggi, akhirnya Harmoni memilih mengalah dan menghabiskan makanannya. Setelah beberapa menit, akhirnya semua hidangan yang berada di meja CEO cantik itu sudah habis, hanya tinggal kue salju yang masih belum ia sentuh sedikitpun. "Kenapa tidak dimakan?" tanya Dewa yang tak sengaja melihat ke arah meja Harmoni dan kue khas planetnya itu tak di sentuh oleh gadis cantik tersebut. "Takut," sahut Harmoni frontal. "Takut kenapa?" tanya Dewa lagi. "Takut tak enak," sahut Harmoni lebih frontal lagi. Dewa akhirnya pindah tempat dan pria itu duduk tepat di hadapan Harmoni. "Kenapa kau kemari?" tanya Harmoni merasa risih dengan keberadaan Dewa. Pria itu tak menanggapi ucapan Harmoni, ia lebih fokus mengambil makanan berwarna putih tersebut. "Itu punyaku," protes Harmoni. "Mubasir, jika tak dimakan," sergah Dewa langsung melahap kue salju milik Harmoni tanpa izin dari gadis itu. Harmoni masih memperhatikan setiap gerakan mulut Dewa. Pria itu sepertinya sangat menikmati kue tersebut. "Seenak apa sih kue itu?" tanya Harmoni dalam diamnya. Tanpa sadar, Harmoni menelan ludahnya saat jakun Dewa mulai naik turun menikmati lezatnya kue salju tersebut. Dewa mulai menjulurkan tangannya kembali, hendak mengambil kue tersebut namun, tangan Harmoni tiba-tiba memukul punggung tangan Dewa. Suara pukulan kecil terdengar. "Aduh, sakit," adu Dewa yang hanya sebuah bualan saja, mana ada mahluk immortal merasakan sakit. "Rasakan! tanpa izin main makan saja kue milik orang lain," protes Harmoni lagi. "Kau tidak mau, 'kan? jadi, biar aku saja yang menghabiskannya," tawar Dewa pada gadis itu. "Big no, Tuan Dewa Abraham!" Secepat kilat Harmoni langsung memasukkan kue salju itu ke dalam mulutnya namun, tak semua masuk, lebih tepatnya, ia mengapitnya di bibir dan sebagian lagi masih terlihat. Saat Harmoni mengigit sebagian kue itu, bagian lainnya terjatuh begitu saja melewati bibirnya. Karena Dewa tak ingin kue khas planetnya terbuang sia-sia, pria itu segera menangkap potongan kue tersebut tepat di dagu Harmoni menggunakan bibirnya. Seketika atmosfer ruangan itu dingin dan waktu seakan berhenti. Bola mata Harmoni terbelalak, sedangkan lensa mata Dewa mengarah ke atas, di mana rasa keterkejutan juga ia rasakan secara bersamaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN