Bab 34

2118 Kata
Harmoni dan Dewa saat ini sudah berada di dalam mobil milik pria dari planet Amoora tersebut. "Kita langsung pulang atau kau masih ingin mampir ke suatu tempat lebih dulu?" tanya Dewa pada Harmoni sembari kedua tangan pria itu fokus mengemudikan setir mobilnya. "Langsung pulang saja, lagi pula tak ada yang ingin aku beli," jelas Harmoni yang mencari sesuatu. Gadis itu teringat akan ponselnya yang sedari tadi tak ada dalam genggamannya. "Kenapa?" tanya Dewa pada Harmoni yang melihat raut wajah gadis itu seperti orang yang kebingungan. "Apa kau melihat ponselku?" tanya Harmoni pada Dewa. Kepala Dewa menunjukkan arah di mana letak barang yang dicari oleh Harmoni. Saat menoleh ke arah kursi penumpang, kedua mata gadis itu seketika tertutup merasa lega karena ponsel yang merupakan barang penting baginya masih dapat ia temukan. "Aku kira sudah hilang," gumam Harmoni meraih tas miliknya dan mengambil ponsel yang berada di tas tersebut. "Kau kira ada di tangan si pria kurang ajar itu?" tebak Dewa dan Harmoni hanya menganggukkan kepalanya patuh. "Terima kasih!" ujar Harmoni tersenyum pada Dewa. "Jangan tersenyum begitu padaku! nanti pacarmu marah," ejek Dewa membuat raut wajah gadis itu seratus delapan puluh derajat berubah total. "Jangan mulai ya, Tuan Dewa! saya sedang tidak ingin bersitegang dengan Anda jadi, ikat bibir Anda itu rapat-rapat, agar tidak berkicau bagai burung yang sudah diberi makan pisang gepok," celoteh Harmoni membuat Dewa tertawa tanpa mengeluarkan suara dan gerakan tangan pria itu langsung tertuju pada bibirnya, seakan bibir tersebut mengunci mulutnya sendiri, agar tak banyak bicara. Harmoni yang melihat gerakan tangan Dewa, hanya bisa menatap pria itu penuh sentimental tanpa ingin meladeninya lagi. Harmoni kini sibuk dengan layar ponselnya mencoba menghubungi seseorang yang tak lain adalah Mona, asisten pribadinya sendiri. Harmoni Kau ada di mana, Mona! Mona Saya sedang berada di kantor polisi. Harmoni Sedang apa kau di sana? apa terjadi sesuatu padamu? Mona Tidak, Nona! Saya saat ini hanya mengurus kasus Anda dan Tuan Joni. Harmoni menghela napas lega karena ia mengira, jika terjadi sesuatu pada asisten pribadinya. Harmoni lupa, jika dirinya tadi pagi baru saja mengalami hal yang tak diinginkan dan perkara tersebut harus segera diselesaikan di kantor polisi, agar kasus itu tak menyebar ke luar karena hal tersebut bisa berdampak tak baik bagi kedua perusahaan, meskipun perusahaannya tak merugi namun, citranya yang akan tercoreng di hadapan para rekan kerjanya. Harmoni Kau tunggu saja di sana! aku akan segera menyusul. Mona Tidak perlu, Nona! Saya bisa mengatasi semua ini sendiri. Harmoni Jangan membantah! Mona Baik, Nona! Setelah selesai melakukan chatting dengan Mona, Harmoni masih menggulir layar ponselnya dan hal tersebut tak luput dari pandangan mata Dewa. "Apa yang dia lakukan? apa sedang menghubungi kekasihnya? hah, segitu cintanya dia, baru keluar dari rumahku saja, langsung rindu ingin bertemu," kesal Dewa dalam hati namun, apa yang ia pikirkan ternyata salah kaprah. "Kita jangan langsung pulang, antar aku ke suatu tempat," pinta Harmoni membuka suara namun, tatapan mata gadis itu masih fokus menatap ke arah layar ponselnya. "Kita ke mana?" tanya Dewa yang sedikit tak bersemangat kala pikirannya kembali mengira, jika gadis yang berada di sampingnya ini, ingin bertemu dengan kekasihnya yang bernama Jason. Tanpa banyak bicara, Harmoni langsung meletakkan ponselnya di depan Dewa, agar pria itu mengikuti arah lokasi di mana seseorang yang akan ia temui berada. "Ikuti jalan itu," pinta Harmoni pada Dewa. Dewa hanya tersenyum kecil sembari berkata, "Apa kau sangat ingin bertemu dengannya?" "Tentu saja! hanya dia yang aku punya selama ini," sahut Harmoni yang mengira, jika orang yang ditanyakan oleh Dewa adalah Mona, sang asisten pribadi. "Apa dia begitu penting bagimu?" tanya Dewa lagi yang semakin terpancing ingin menanyakan hal lebih lagi. "Tentu saja, dia ada di saat aku susah ataupun senang jadi, dia orang yang penting bagiku," sahut Harmoni apa adanya. Dewa semakin tersulut emosi, rasa kesal yang ia rasakan semakin menjadi dan rasanya ia ingin membanting setir mobilnya, agar mobil itu berbelok dari arah tujuan mereka saat ini. "Sangat penting? apa kau begitu mencintainya?" tanya Dewa dalam diam yang masih mengira, jika orang yang akan dikunjungi Harmoni adalah Jason. Sementara di dalam kantor polisi, Mona masih menunggu di ruang tunggu karena sore menjelang malam, para petugas dari kepolisian masih nampak sibuk dengan kasus orang lain yang harus di tangani, alhasil, ia harus menunggu antrian lebih dulu. "Lama sekali, sih! pantas saja dia tak mau mengurus hal ini, prosesnya cukup melelahkan," gumam Mona menyandarkan bahunya di sandaran kursi ruang tunggu tersebut. Gadis berambut pendek dengan setelan baju casual itu masih setia menunggu antriannya. Seseorang menepuk punggungnya dan seketika senyum di wajah Mona langsung berbinar karena gadis itu mengira, jika yang datang adalah sang atasan yang tak lain adalah Harmoni. "Non ...." Suara lembut Mona langsung hilang saat ia tahu siap gerangan orang sudah menepuk punggungnya. "Kau? ah, maksud saya, Anda?" tanya Mona cukup canggung dengan keberadaan Hicob yang datang secara tiba-tiba. "Apa kau sudah menunggu cukup lama?" tanya Hicob pada Mona. "Saya ...." "Jangan terlalu formal, ini sudah bukan dalam lingkup kantor jadi, bicaralah dengan bahasa non formal saja, aku lebih nyaman," tutur Hicob menjelaskan. "Baik!" "Jadi kau sudah lama di sini?" tanya Hicob kembali mengulang pertanyaannya. "Tidak! hanya sekitar 1 jam saja," jelas Mona membuat wajah Hicob terkejut. "Satu jam kau bilang tidak? apa kau suka menunggu sesuatu yang sangat lama seperti ini?" tanya pria dengan kacamata yang kini bertengger di kedua matanya. Mona melihat ke arah Hicob, arah tatapan gadis berambut pendek tersebut mengikuti bentuk tubuh Hicob yang cukup menjulang tinggi. Saat kedua mata mereka bertemu, Mona merasa ia saat ini tengah menatap sebuah tiang listrik, di mana dirinya hanya seperti seonggok semut kecil yang berharap dapat mencapai tinggi pria itu. "Tinggi sekali? apalah dayaku yang hanya secuil semut rangrang tak berdaya ini," pikir Mona dalam hati yang menangis meronta karena kendala tinggi badannya yang begitu memprihatinkan. "Saya memang suka menunggu dan menunggu itu cukup menyenangkan," jelas Mona pada Dewa. Pria itu hanya menatap tak habis pikir dengan jalan pikiran asisten pribadi Harmoni ini, bisa-bisanya menunggu disebut dengan hal yang menyenangkan. "Lebih banyak melelahkan daripada menyenangkan," gerutu Mona dalam hatinya yang tak ingin melontarkan kata-kata tersebut di hadapan Hicob. Hicob langsung duduk di samping Mona tanpa permisi pada gadis itu. Mona terkejut bukan main sembari sedikit bergeser sedikit, agar jarak mereka tak terlalu dekat. Hicob yang sadar dengan pergeseran tubuh Mona, menoleh ke arah gadis itu. "Tenang saja! aku tak memiliki penyakit menular jadi, kau tak perlu takut tertular," goda Hicob pada Mona. "Bu-bukan begitu, tapi ...." "Aku bau? padahal aku baru saja mandi kembang tujuh rupa," goda Hicob lagi membuat raut wajah gadis itu tercengang dengan senyum yang terukir pada bibir Hicob karena raut wajah Mona terlihat begitu terkejut dengan perkataan asisten pribadi Dewa itu. "Kenapa? terkejut? aku juga terkejut karena mandi kembang tujuh rupa," tutur Hicob lagi yang menyadarkan lamunan Mona. "Eeee ... sebenarnya bukan masalah kau mandi berapa jenis macam bunga, meskipun kau mandi dari 7 jenis macam air pun, tak masalah bagiku," oceh Mona yang langsung menundukkan kepalanya. "Apa-apaan pria ini? baru kenal, sudah bersikap seperti orang yang kenal lama seperti ini, aku jadi canggung, 'kan?" pikir Mona yang melirik ke arah Hicob secara diam-diam. Pria berkacamata itu melihat lurus ke arah depan dengan sorot mata lembut, hidung mancung, bibir tipis dan kulit putih bersihnya. Mona langsung menggelengkan kepalanya menyadarkan lamunannya mengenai asisten pribadi Dewa itu. "Apa yang kau pikirkan, Mona! dia itu orang yang baru kau kenal, kenapa kau ada pemikiran seperti itu," rutuk Mona pada pikirannya sendiri yang mulai terpengaruh oleh ketampanan Hicob. "Kasus Joni dan Harmoni!" Seorang petugas kepolisian memanggil perwakilan dari kasus yang akan ditangani oleh Mona. Hicob segera berdiri dan Mona juga melakukan hal yang sama dengannya. "Kau cukup diam, biar aku yang mengurus semuanya," pinta Hicob pada Mona. Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya patuh akan perintah dari Hicob. Keduanya secara bersamaan masuk ke dalam ruangan pemeriksaan. Mereka berdua duduk berdampingan dengan tatapan tegas tertuju pada petugas polisi yang berada di hadapan keduanya. "Apa kalian berdua keluarga dari Nona Harmoni?" tanya petugas polisi yang memiliki jenggot tipis tersebut. "Iya," sahut keduanya bersamaan. Mona dan Hicob saling beradu pandang karena sahutan keduanya secara bersamaan terlontar. "Mengenai masalah Nona Harmoni, kami akan mengusut kasus ini lebih lanjut lagi," tutur polisi tersebut. "Silahkan Anda usut kasus ini dengan tuntas, jika perlu cabut sampai ke akarnya karena saya tak ingin, Nona muda saya berada dalam keadaan terancam kembali, saya tahu, jika Joni tak bekerja sendirian, dia memiliki atasan yang menjadi dalang dari semua kejadian ini, maka dari itu, sebelum kasus ini benar-benar di usut dengan tuntas, jangan sampai ada media manapun, baik itu reporter atau media cetak yang tahu mengenai masalah ini," jelas Hicob dengan nada tegas pada polisi tersebut. Mona hanya bisa menatap ke arah Hicob dengan tatapan kagum, pasalnya, tadi pria itu sangat lembut dan penuh humoris namun, saat ini, pria yang berada di sampingnya saat ini, seperti bukan Hicob yang dikenal oleh Mona. Pria tegas, dengan tatapan mata elang berada di sampingnya dengan karisma yang begitu meningkatkan drastis. "Baik! saya akan menyetujuinya kesepakatan itu dan kami mohon kerjasama Anda berdua, jika ada sesuatu hal yang kami butuhkan untuk memanggil Anda berdua kembali," tutur petugas polisi tersebut. "Baik, Pak!" sahut Hicob tegas. "Apa Nona Harmoni bisa datang kemari hari ini?" tanya petugas polisi itu. "Untuk apa?" tanya Mona sedikit cemas. "Beliau hanya sebagai saksi saja karena Nona sendiri yang mengalami hal tak sewajarnya tersebut jadi, saya setidaknya harus mengintrogasi yang bersangkutan lebih dulu, sebelum saya mengintrogasi pelaku yang masih dalam masa pengobatan," jelas petugas polisi itu lagi. "Jadi dia belum mati?" tanya Hicob pada polisi itu membuat Mona secara tak sengaja memukul lengan kekar Hicob. Plaaakkk "Awwwww!" Mona hanya tersenyum kecil sembari menatap begitu sungkan pada petugas polisi tersebut. "Maafkan dia ya, Pak! orang ini baru saja terbentur tembok jadi, kepalanya sedikit korslet dan perlu di periksa ke Dokter," tutur Mona tersenyum begitu ramah pada petugas polisi tersebut. Hicob hanya menatap aneh ke arah Mona, sementara yang ditatapnya membalas dengan tatapan tak kalah tajamnya. "Apakah Nona Harmoni bisa datang kemari?" tanya polisi itu lagi. Belum juga keduanya menjawab, suara seorang gadis dengan hentakan alas kakinya terdengar. "Saya di sini!" Harmoni dan Dewa berjalan berdampingan dengan gaya ala model majalah ternama. Mona dan Hicob melihat ke arah Harmoni dan Dewa dengan tatapan tak percaya. "Sejak kapan mereka berdua bisa seakrab ini," tanya kedua hati para asisten keduanya. Mona dan Hicob langsung berdiri dari tempat mereka duduk, agar Harmoni dan Dewa bisa menggantikan keduanya untuk diinterogasi. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Harmoni langsung to the poin pada petugas polisi tersebut. "Apa saya bisa mendengar kronologis kejadiannya?" tanya polisi itu pada Harmoni. "Bisa, Pak! tapi, untuk bagian akhirnya, saya tak ingat, yang tahu detailnya orang yang berada di samping saya ini," tunjuk Harmoni pada Dewa. "Anda ada hubungan apa dengan korban? kenapa Anda juga berada di tempat kejadian?" tanya polisi itu yang mulai mengintrogasi Dewa. "Saya ...." "Dia pacar saya," sambung Harmoni membuat mulut Mona, Hicob dan Dewa secara bersamaan menganga karena ucapan Harmoni yang penuh akan suatu kebohongan. "Pacar? apa benar yang dikatakan oleh Nona Harmoni?" tanya petugas polisi tersebut yang ingin memastikan hubungan mereka karena hal tersebut akan mempermudah penyelidikan. "I-iya, Pak!" Suara petir dan tornado seakan menjadi satu dalam ruangan itu saat mulut Dewa juga tak menyangkal hal tersebut, di mana ia dan Harmoni sudah berstatus menjadi pacar. "Silahkan ceritakan kronologi kejadian dari awal, sampai pada akhirnya Anda juga ikut menjadi saksi dalam kasus ini," pinta petugas polisi tersebut dan Harmoni secara rinci mulai menceritakan semua kejadian yang ia ingat dari mulai awal pertemuannya dan Joni di restoran sampai pada akhirnya setelah ia sudah merasa tak sanggup bercerita, Dewa yang mengambil alih sampai kejadian itu tuntas dan Joni babak belur. "Apa Anda ada barang bukti mengenai cairan yang Anda maksud tadi?" tanya petugas polisi itu. "Silahkan Anda geledah restoran tersebut dan barang buktinya pasti masih ada, jika tempat itu langsung Anda eksekusi setelah menerima laporan dari anak buah ... pacar saya," tutur Dewa pada petugas polisi itu. Leher Mona dan Hicob rasanya seperti tersedak benda keras yang sulit untuk mereka berdua telan. "Apa yang terjadi dengan dunia ini? apakah akan terjadi akhir zaman?" tanya Mona dalam hatinya yang masih bingung dengan kata "pacar" yang dimaksud oleh Harmoni dan Dewa sedari tadi di hadapan petugas polisi itu. "Ini sandiwara atau kenyataan? tapi sepertinya sudah mulai abu-abu karena rona dari kedua mahkluk ini sudah tak seperti dulu, apakah terjadi sesuatu selain adegan first kiss itu?" tanya Hicob yang tahu akan kejadian manis itu. "Sepertinya cukup sampai di sini dulu, jika ada yang ingin kami tanyakan lagi, kami akan menghubungi kalian berdua selalu saksi kejadian tersebut dan terima kasih atas kerjasamanya," tutur petugas polisi itu sembari menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan kepada Dewa dan Harmoni secara bergantian, kemudian dilanjutkan pada Mona dan Hicob.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN