Bab 45

2015 Kata
Dewa menatap ke arah Harmoni dengan tatapan mata penuh kelembutan, sangat berbeda dengan tatapan pria itu pada saat baru pertama berteleportasi ke dalam gudang supermarket tersebut. "Coba kau ingat-ingat apa yang kau lakukan sebelum kau memutuskan ikut ke panti," tutur Dewa dengan suara halusnya. Posisi mereka yang masih sangat dekat, membuat Harmoni semakin tak konsentrasi dalam berpikir. "Apa yang sudah aku lakukan? kenapa pria ini sampai semarah ini? apa aku selingkuh?" tanya Harmoni dalam diam namun, seketika otaknya mulai kembali memperbarui ucapannya. "Selingkuh? apa yang aku pikirkan? aku dan dia tak ada hubungan apapun, kami hanya berteman," sangkal Harmoni masih berputar dalam pikirannya. Harmoni terus mengingat kejadian sebelum ia sampai di supermarket. Saat ingatan Harmoni terfokus pada momen dirinya dan Jason, gadis itu memejamkan matanya menggigit bibir bagian bawahnya dan hal itu semakin membuat Dewa ingin menghabisi benda kenyal milik Harmoni tersebut. "Jangan gigit bibirmu, nanti bisa terluka," tutur Dewa yang sebenarnya tak ingin meningkatkan aura macannya semakin meningkat. "Apa ... karena Jason?" tanya Harmoni menundukkan kepalanya karena ia tak berani menatap ke arah Dewa. "Kenapa kau bisa berpikir ke arah sana?" tanya Dewa pada Harmoni dan seketika, wajah gadis itu mendongak ke atas menetap ke arah Dewa dengan tinggi badan yang tak sebanding dengannya. "Karena aku mungkin berinteraksi cukup intens dengannya dan aku ... mengabaikanmu," jelas Harmoni kembali merundukkan kepalanya merasa bersalah pada Dewa. Sapuan halus telapak tangan Dewa terasa di bagian puncak kepala Harmoni dan gadis itu kembali mengangkat sedikit wajahnya, agar ia bisa menatap wajah Dewa dan melihat ekspresi wajah pria itu seperti apa saat ini. "Jadi sudah tahu letak kesalahanmu?" tanya Dewa masih mengusap lembut puncak kepala Harmoni dengan arah tatapan mata yang masih menyatu satu sama lain. "Itu bukan sebuah kesalahan, Tuan! itu sebuah ketidaksengajaan karena ...." "Karena apa? kau suka padanya, 'kan?" potong Dewa atas percakapan Harmoni yang masih belum tuntas di jelaskan oleh gadis itu. "Siapa bilang? kau saja yang berpikir seperti itu, aku tak pernah ada perasaan padanya," elak Harmoni dengan ucapan yang sangat tegas tanpa ada rasa kebohongan di kedua matanya karena Dewa saat ini menatap kedua lensa mata CEO cantik itu cukup dalam. "Benarkah? lalu kenapa kau nampak sangat menikmati belaian pria itu?" tanya Dewa dengan tangan yang juga mengusap lembut puncak kepala Harmoni. Mata Harmoni melirik ke atas, di mana tangan kekar Dewa sudah bersemayam di sana dengan sapuan lembut nan menenangkan. "Aku menepisnya," elak Harmoni lagi. "Setelah kau menikmatinya, baru kau menepisnya, itu kenyataan yang sangat benar, Nona!" jelas Dewa pada gadis itu. Harmoni hanya menatap ke arah Dewa dengan tatapan kesal. "Kenapa kau mengungkit masalah itu, itu hakku, 'kan untuk melakukan apapun dengan Jason, lagipula kita ini hanya BERTEMAN BUKAN SEPASANG KEKASIH jadi, kau tak perlu over protektif seperti itu padaku, apa jangan-jangan kau cemburu padanya?" cerocos Harmoni membuat Dewa memundurkan satu langkah kakinya. Satu langkah lagi Satu langkah lagi Kini jarak Harmoni dan Dewa sudah begitu jauh, meskipun tak sampai 10 meter jauhnya. "Kau benar, kita hanya berteman, seharusnya aku tak perlu terlalu mengaturmu, 'kan? jadi jarak kita cukup seperti ini saja," tutur Dewa membuat hati Harmoni terasa ada yang hilang. Entah perasaan apa itu, yang jelas sebagian hatinya terasa ada yang hilang dan hampa setelah Dewa mengatakan hal tersebut pada Harmoni. Dewa berbalik badan hendak meninggalkan Harmoni di dalam gudang supermarket tersebut namun, tiba-tiba gadis itu berteriak histeris. "Aaaaaaaaaaakkkkkk!" Harmoni berjingkrak tak karuan karena hewan bernama kecoa tersebut melewati kakinya. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung memeluk tubuh Dewa dan sialnya, pria bermata safir tersebut dalam posisi menghadap ke arah Harmoni yang berteriak histeris. Kini kedua tangan Harmoni sudah terkalung indah di leher Dewa dengan kedua tangan kekar Dewa sudah bertengger di pinggang ramping CEO cantik tersebut. "Kenapa rusuh sekali," omel Dewa pada Harmoni. "Ada kecoa," sahut gadis itu menunjuk ke arah hewan kecil tersebut. Mata Dewa langsung mengikuti arah tangan Harmoni dan benar saja, hewan itu sudah terbang ke arah kardus lainnya. "Hanya kecoa, jangan terlalu berlebihan," ejek Dewa pada Harmoni. Kedua alis Harmoni hampir menyatu dengan sorot mata yang sudah menukik tajam. "Hanya? apa kau tahu bahaya dari hewan kecil yang kau bilang hanya itu? dia penyebab berbagai penyakit dan kau bilang hanya?" tanya Harmoni mulai emosional pada Dewa. "Jauh-jauh dariku! jangan terlalu dekat, bukankah kita hanya berteman? jika kau masih seperti ini, aku anggap kau suka padaku," tutur Dewa, agar Harmoni menjauh darinya. Dewa tak ingin perasaan dalam hatinya itu semakin dalam karena ia tak ingin perasaannya menjadi hambatan baginya untuk mendapatkan kristal miliknya kembali dari Harmoni. Harmoni hanya tersenyum kecil pada Dewa dengan jarak yang pastinya sudah sangat dekat karena tangan mereka sudah saling membelit satu sama lain. "Jika aku berdekatan seperti yang kau bilang aku suka padamu, bagaimana dengan dirimu yang tadi menciumku tanpa permisi dan itu second kiss-ku, apa aku bisa menyebutmu pria yang sudah terlanjur overdosis menyukaiku?" tanya Harmoni sengaja mendekatkan wajahnya pada wajah Dewa. Dewa masih menatap ke arah Harmoni. "Aku tak sengaja," elak Dewa membuang wajahnya ke arah lain, sementara Harmoni masih terus memandangi wajah pria itu. "Benar tak sengaja?" tanya Harmoni lagi. Dewa hanya menganggukkan kepalanya menandakan, jika jawaban dari pertanyaan Harmoni adalah iya. "Kenapa cukup lama dan kau sampai menutup ma ...." Dewa menutup mulut Harmoni dengan telapak tangannya yang kekar dan dingin. Harmoni sudah cukup beradaptasi dengan suhu tubuh Dewa, meskipun suhu tubuh pria itu di atas rata-rata orang normal pada umumnya. Sensasi sejuk, segar, dan dingin langsung menjalar pada tiap sudut bagian tubuh Harmoni saat suhu tubuh Dewa menyentuh bagian kecil tubuhnya, meskipun hanya di kening saja, hal itu sudah cukup membuatnya merasakan sensasi seperti diterpa angin laut yang menyegarkan. "Jangan lanjutkan! aku yang salah, seharusnya aku tak melakukan hal itu padamu, kita tak memiliki hubungan apapun, kita hanya sebatas teman, aku yang terlalu terbawa suasana jadi, maafkan aku," jelas Dewa pada Harmoni karena ia tak ingin gadis itu berpikir hal-hal yang tidak-tidak. Hubungan antara Jason dan Harmoni saat di rumah Mona sudah cukup mengingatkan dirinya, jika gadis yang berada di hadapannya saat ini, bukan bagian dari hidupnya, hanya kristal miliknya saja yang merupakan bagian dari dirinya, sementara Harmoni hanya perantara saja, ia bagian dari diri Jason yang satu planet dengannya. "Jadi maksudmu, ciuman tadi tak berarti apapun?" tanya Harmoni ingin memastikan lagi. "Ya, anggap saja seperti percobaan saat aku mulai berkencan dengan calon pendampingku kelak, aku sudah belajar lebih dulu padamu," tutur Dewa yang sengaja membuat Harmoni marah padanya. Bukkk bukkk bukkk Harmoni mengarahkan kepalan tangannya pada pipi Dewa, lengan Dewa, dan yang terakhir pada perut pria itu. "Seenaknya saja kau padaku! kau kira aku ini barang percobaan yang bisa seenaknya kau permainkan? hah, dasar pria alien tak tahu diri! aku do'akan, semoga kau segera menemukan pendampingmu dan segera enyah dari bumi ini," teriak Harmoni dengan wajah yang sudah memerah bukan main karena amarahnya saat ini sudah benar-benar meluap tak dapat ia tahan untuk tumpah. Napas Harmoni naik turun bagai alat pompa ban serep. Dewa hanya menatap ke arah Harmoni dengan tatapan nanar karena bukan hal itu yang ia inginkan namun, tak ada cara lain selain cara itu. Baru beberapa jam dirinya dan Harmoni sepakat menjalin pertemanan namun, Dewa yang lebih dulu menghancurkan segalanya karena ia tak ingin perasaannya yang tak seharusnya semakin bertambah dalam pada Harmoni. Sebodoh-bodohnya orang, Dewa juga tahu, jika rasa yang ia rasakan adalah rasa tertarik pada seseorang. Harmoni masih menatap tajam ke arah Dewa dengan napas yang sedikit dapat ia atur ritmenya. "Terima kasih sudah mengingatkan aku, jika kau bukan manusia bumi dan kita keluar sekarang karena kau tak ingin berlama-lama berada dalam satu ruangan yang sama denganmu hari ini," sarkas Harmoni pada Dewa. Dewa dengan rasa sungkan yang menyelimuti hatinya, akhirnya mendekati Harmoni dan menggenggam tangan gadis itu. Harmoni sebenarnya ingin sekali menolak hal itu namun, ia tak boleh egois, ia tak akan bisa keluar begitu saja dari gudang tersebut, bisa-bisa semua karyawan supermarket tersebut menganggap dirinya penyelundup. Jalan satu-satunya saat ini adalah, harus keluar bersama Dewa yang bisa melakukan teleportasi. Saat Dewa memejamkan matanya, Harmoni dan Dewa sudah berada di tempat yang sama, di mana troli milik Dewa masih kosong tanpa ada satu pun barang belanjaan yang terisi di dalamnya. "Aku akan mencari makanan untuk ...." "Tak perlu! biar aku saja," ujar Dewa memotong ucapan Harmoni. Ctakk Sekali jentik saja, troli yang berada di hadapan Dewa sudah terisi dengan berbagai macam makanan dari kentang dan beberapa coklat premium yang tadi dilihat oleh Harmoni saat menyurvei tempat itu sebelum Dewa dan Hicob datang. "Kenapa aku bisa lupa, dia bukan manusia biasa jadi, hal kecil seperti ini sudah pasti akan sangat mudah baginya," pikir Harmoni dalam hati. Dewa melihat ke arah atas di mana setiap sudut supermarket tersebut terdapat CCTV. Dewa segera melakukan aksinya kembali untuk melakukan reset pada detik di mana ia melakukan keajaiban pada troli yang kini berada di hadapannya. Sekali kerja saja, semua data dirinya sudah hilang bagai tak terjadi apapun. Hicob sebenarnya sudah sedari tadi berada di jalan yang menuju ke arah Dewa dan Harmoni berada namun, pria itu mencoba memanipulasi jalan tersebut menggunakan kekuatannya, agar Mona tak sadar dengan apa yang dilakukan oleh Dewa. Setelah dirasa kondisi cukup memungkinkan untuk melanjutkan rencananya, akhirnya Hicob dan Mona bertemu dengan Harmoni dan Dewa. "Apa sudah semuanya?" tanya Mona pada kedua bos besar itu. "Sudah," sahut Harmoni singkat tak berbelit-belit. Hicob merasa ada yang aneh pada kedua sejoli itu. "Apa yang sudah terjadi? apa aku melewatkan sesuatu yang mendebarkan?" tanya Hicob dalam hatinya. "Jika sudah semua, mari kita bayar semua belanjaan ini karena hari sudah semakin malam, kasihan para anak-anak panti," tutur Mona pada semuanya. Semua troli sudah berjejer di meja kasir menunggu giliran untuk di scan barcode-nya. Setelah satu persatu belanjaan itu sudah di total, akhirnya setiap orang, kebagian membawa dua kantong kresek ke arah mobil karena belanjaan mereka memang cukup banyak dan semua itu dibayar oleh Harmoni karena ia sudah berniat membelikan anak-anak panti makanan ringan. Harmoni tanpa banyak bicara seperti orang tak kenal satu sama lain, langsung menuju ke arah mobilnya. Semua makanan yang di beli di letakkan di mobil Harmoni dan Mona. Hicob dan Dewa berjalan kaki menuju arah mobilnya yang terparkir cukup jauh karena Harmoni tak memberikan aba-aba saat ia ingin berhenti di supermarket tersebut. Tiga mobil mewah mulai melintasi jalanan dengan deru mesin yang terdengar sangat halus. Setelah beberapa menit melintasi jalanan, akhirnya mobil milik Dewa memasuki sebuah gerbang dengan tulisan "PANTI ASUHAN KASIH BUNDA". Mobil Harmoni dan Mona sudah terparkir dengan rapi dan kedua pemilik kendaraan roda empat tersebut membuka sabuk pengamannya masing-masing. Setelah selesai, ternyata Hicob dan Dewa sudah menunggu keduanya di luar mobil. Pasangan mereka sama seperti saat di supermarket tadi. Harmoni dan Mona langsung membuka pintu mobil mereka dan dengan cepat, para lelaki membawa kantong kresek berukuran besar tersebut ke arah pintu masuk panti. Dewa yang berada di barisan depan karena dia donatur panti asuhan tersebut. Tok tok tok Suara ketukan pintu panti asuhan tersebut membuat penanggung jawab panti itu segera membuka pintu. "Nak, Dewa!" sapa perempuan yang berusia sekitar 65 tahunan itu. "Iya, Bunda!" Penanggung jawab yayasan tersebut bernama Bunda Eva dan beliau sudah sangat akrab dengan Hicob dan Dewa. "Nak, Hicob juga datang," sapa Bunda Eva. Tatapan mata bunda Eva tertuju pada dua perempuan cantik yang berada di belakang Hicob dan Dewa. "Kalian siapa? apa kalian kekasih dari masing-masing pria tampan ini?" tanya Bunda Eva sembari menggoda Harmoni dan Mona. "Bukan! kami donatur baru yang akan datang ke yayasan ini setiap bulannya," jelas Harmoni karena ia tak ingin di sangkut pautnya dengan Dewa lagi. "Benar begitu, Nak Dewa?" tanya Bunda Eva mematikan. "Iya Bunda! sesuai dengan ucapan gadis itu jadi, sekarang sudah ada dua donatur yang akan menanggung semua kebutuhan anak-anak panti," jelas Dewa pada Bunda Eva dengan senyum manisnya. Bunda Eva menatap ke arah Harmoni dan Mona dengan raut wajah penuh rasa terima kasih yang teramat sangat luar biasa. "Terima kasih karena sudah mau menjadi salah satu penyambung hidup anak-anak panti dan semoga semua kebaikan yang diberikan pada kami, dibalas lebih oleh sang pencipta," ujar Bunda Eva dengan rasa syukur yang sangat besar pada rezeki yang sudah Tuhan berikan pada dirinya dan anak panti. "Aamiin, terima kasih untuk doanya," ujar Harmoni tersenyum manis pada Bunda Eva.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN