Bab 76

1765 Kata
Dewa yang sudah merasa ada kejanggalan dari kedatangan Damian, akhirnya pria itu kembali menjadikan dirinya tameng untuk Harmoni. "Untuk apa kau kemari?" tanya Dewa dengan nada dinginnya. Damian kembali mengumbar senyum palsunya namun, senyum itu sungguh sangat tak enak dipandang mata. "Bukankah kau sudah tahu apa tujuanku kemari? hah, kau kira aku tak sadar, jika kau mengetahui rencana yang sudah aku susun dengan rapi di aula kampus milikmu itu?" celoteh Damian membuka semua rasa penasaran dalam diri Dewa yang memang sudah sedari tadi menunggu rencana Damian di lancarkan pada Harmoni namun, saat acara seminar berlangsung, tak ada hal buruk apapun yang terjadi. "Kau pasti punya mata-mata," tebak Dewa membuat tawa Damian pecah. "Hahahaha! aku tak menyangka, jika kau cukup tanggap dalam berpikir," tutur Damian langsung menepuk tangannya cukup dengan keras. Saat tepukan tangan pada pria itu sudah hilang, para anak buah Damian yang memang sudah bersikap melakukan gencatan senjata pada Dewa, mengelilingi Dewa dan Harmoni karena tempat yang di duduki oleh Harmoni berada tepat di tengah-tengah padang ilalang itu. Harmoni melihat ke arah sekelilingnya dan benar saja, para pria dengan tubuh besar sudah bersiap mengelilingi dirinya dan Dewa. "Apa mereka akan melakukan p*********n secara tiba-tiba seperti ini?" tanya Harmoni dalam diamnya namun, gadis itu diam tak membuat ekspresi atau melakukan pergerakan kecil apapun karena ia tak ingin memancing para anak buah Damian yang tiba-tiba menyerang dirinya dan Dewa secara brutal. Jika dilihat dari segi jumlah, jelas Dewa dan Harmoni kalah telak namun, gadis itu bisa menggunakan otaknya untuk mengalahkan mereka semua dan ancaman yang paling berbahaya bagi Harmoni saat ini adalah Damian. "Apa kau berniat melakukan pengeroyokan?" tanya Dewa masih bersikap tenang pada Damian. "Tentu saja! kenapa tidak? jika kau bisa lekas musnah dari dunia ini dan kristal itu akan menjadi milikku," jelas Damian yang melangkahkan kaki satu langkah ke depan mendekati Dewa dan Harmoni. Harmoni spontan menggenggam erat telapak tangan Dewa. Gadis itu mengisyaratkan akan kesiapan dirinya, jika memang mengharuskan Harmoni ikut bertempur kali ini. "Jangan takut Kakak ipar! aku sepupu yang baik dan pastinya ingin sekali lebih dekat denganmu," tutur Damian secara terang-terangan di depan Dewa tanpa rasa malu sedikitpun. Tangan Damian terangkat ke atas dan para anak buahnya yang sudah mengelilingi Dewa dan Harmoni, perlahan juga ikut melangkah, mendekati sepasang kaula muda tersebut. "Tempelkan punggung kita," pinta Harmoni mulai bersuara karena keadaannya saat ini sudah mulai genting. "Wow, sungguh suara yang begitu merdu, Kakak ipar!" goda Damian pada Harmoni namun, gadis itu tak menanggapinya karena ia saat ini tengah fokus melihat ke arah sekeliling, di mana para orang-orang Damian bergerak semakin dekat ke arahnya. "Hentikan semua ini, Damian!" pinta Dewa pada adik sepupunya itu karena Dewa masih dalam tahap sabar, jika kesabaran Dewa sudah tak dapat ia bendung lagi, terpaksa hal buruk pasti akan terjadi pada pria berjubah tersebut karena keamanan Harmoni yang saat ini menjadi taruhannya. "Apa kau takut tejadi sesuatu padanya? apa kau sangat mencintai gadis itu?" tanya Damian yang terus melangkahkan kakinya menuju ke arah Dewa dengan tangan yang terangkat ke atas memberikan komando pada anak buahnya, agar terus maju ke depan. Harmoni mempersiapkan kuda-kudanya, tak terkecuali Dewa, pria itu juga melakukan siaga satu untuk mencegah Damian melukai gadisnya. Ctakk Suara jentikkan jari Damian menandakan, jika pertarungan kecil itu akan segera dimulai. Semua anak buah Damian berlari ke arah Harmoni dan Dewa, sementara kedua anak manusia yang saat ini dalam posisi terkepung itu semakin memantapkan diri mereka untuk menghajar apa saja yang berani menyentuh salah satu dari pasangan mereka berdua. Dewa langsung menyerang pria berbadan besar yang menyerangnya, sementara Harmoni masih diam menunggu lawannya lengah karena dirinya saat ini tak ada pergerakan apapun, seakan ia gadis lemah, padahal ia tak seperti itu. "Rasakan ini!" teriak seorang pria lainnya yang akan menghajar Harmoni namun, pelatihan yang Dewa lakukan beberapa hari yang lalu, membuka ia sadar, ternyata pria itu sudah mempersiapkan dirinya untuk melawan para antek-antek Damian yang termasuk manusia bumi pada umumnya, bukan golongan orang-orang dari planet Amoora. Gerakan Harmoni yang tak terduga, membuat lawannya seketika tercengang kala gadis itu langsung bergerak begitu gesit dan menyelinap masuk melalui ketiak pria tersebut dan kini posisi Harmoni sudah berada di belakang pria bertubuh besar itu. Dengan sekali pukul pada punggung lawannya menggunakan tenaga dalamnya, lawan Harmoni yang ukuran tubuhnya lebih besar dari dirinya langsung terkapar tak berdaya dan semua itu di saksikan oleh Damian dan anak buahnya yang lain. "Sialan! kenapa dia bisa mengalahkan anak buahku? aku kira gadis ini tak bisa apa-apa," umpat Damian dalam diamnya namun, otak pria itu saat ini sedang berpikir, bagaimana ia bisa mengalahkan Dewa dan Harmoni. Dewa yang saat ini sedang sibuk memberantas habis para manusia terbodoh karena mereka mau saja bekerjasama dengan Damian yang memang memiliki sifat tak jauh beda dari sang Ayah. Setelah semua antek-antek Damian dikalahkan oleh Dewa, pria itu melihat ke arah Harmoni yang masih terus melawan para anak buah Damian. Kali ini bukan satu lawan satu lagi, melainkan dua lawan satu dan Harmoni nampak tak cukup kesulitan menangani mereka berdua. Arah mata Harmoni tertuju pada harta berharga milik lawannya. Senyum gadis itu mengembangkan kala ia sudah tahu cara paling ampuh membuat mereka tak sadarkan diri. Harmoni saat ini dalam posisi berdiri, diam tak melakukan apapun. Tangan gadis itu terlipat indah sembari melihat, bagaimana para pria bertubuh besar itu akan menyerang gadis seperti dirinya yang memang tak sepadan, jika di lihat dalam porsi pertarungan itu. "Rasakan ini gadis cantik!" teriak salah satu pria yang sudah akan mengarahkan kakinya pada bagian tubuh Harmoni namun, gadis itu hanya tersenyum santai dengan gerakan lincah, Harmoni lagi-lagi mengecoh lawannya langsung bergerak menendang dengan keras menggunakan kakinya dua benda berharga milik pria itu. Buuukkk "Awwwwww!" Teriakan dari mulut pria tersebut tak dapat dihindari lagi, sehingga menjadi pusat perhatian yang lain, tak terkecuali Damian. "Aku tak bisa meremehkan gadis itu, semua anak buahku sudah terkapar satu persatu, aku harus menyelesaikan semuanya, sebelum ayahanda datang kemari dan memberikannya hukuman padaku karena aku gagal melenyapkan gadis ini," pikir Damian yang langsung menyerang Dewa dengan brutal. Dewa yang sudah siap, menerima setiap gerakan yang dipancarkan oleh Damian padanya, hingga pada akhirnya, seorang pria bertubuh besar lainnya datang dari arah belakang tanpa sepengetahuan Dewa dan kebetulan, Harmoni melihatnya. Harmoni yang saat ini tengah melawan seorang pria lainnya, akhirnya dengan gerakan cepat dan tangkas, gadis dari keluarga Sudarmanto itu langsung melumpuhkan lawannya dan bersalto dengan gerakan cepat, agar ia dapat menjangkau antek-antek Damian yang hampir saja memukul punggung Dewa namun, beruntungnya gadis itu lebih cepat dari lawannya, sehingga ia bisa langsung menendang pria tersebut dengan kaki jenjangnya dan mematahkan sebelah kaki pria tersebut. Krakkk "Aaaaaaaaaaakkkkkk!" Lagi-lagi suara teriakan keluar dari mulut antek-antek Damian dan hal tersebut semakin membuat Damian frustrasi memikirkan pertarungan yang seharusnya ia menangkan karena dirinya lebih unggul dalam hal jumlah pasukan namun, semua yang dipikirkan oleh Damian berbanding terbalik. Dewa dan Harmoni sudah sangat cukup untuk melawan mereka semua, termasuk Damian yang saat ini sudah berdiri sendirian karena semua anak buahnya terkapar tak berdaya. Dewa dan Harmoni berdiri sejajar dengan kedua telapak tangan mereka yang saling menggenggam memberikan dukungan. "Jangan senang dulu! aku masih belum kalah karena aku akan kembali!" teriak Damian langsung menghilang dari tempat itu menyisakan kepulan asap berwarna hitam. Dewa dan Harmoni saling tatap satu sama lain. "Apa aku baik-baik saja?" tanya Dewa pada sang gadis yang sudah dipenuhi dengan keringat pada pelipisnya. "Ya, aku baik-baik saja," sahut Harmoni membuat Dewa langsung menarik tubuh gadis itu kedalam pelukannya. "Maafkan aku!" tutur Dewa mendekap tubuh Harmoni erat bahkan lebih erat dari biasanya. "Untuk apa minta maaf? kau tak memiliki kesalahan apapun," sangkal Harmoni pada Dewa yang memang benar apa adanya. "Aku sudah membuat kau dalam posisi bahaya dan itu tak baik untukmu, jika kau selalu berada di sampingku," jelas Dewa lagi, Harmoni langsung mendongakkan kepalanya menatap ke arah Dewa. "Jangan memiliki pemikiran seperti itu, berkat pelatihan yang kau ajarkan padaku beberapa hari yang lalu, aku bisa membantumu mengalahkan mereka, meskipun tak sebaik gerakan yang kau lakukan untuk menghajar anak buah sepupumu itu," ujar Harmoni sembari sedikit meledek Dewa, agar pria tersebut tak berpikir yang tidak-tidak. Dewa membalas tatapan Harmoni dengan telapak tangan yang perlahan mengusap pelipis gadisnya yang mengeluarkan buliran keringat karena pertarungan tadi. "Kau hebat!" puji Dewa membuat gadis itu tersenyum pada pria bermata biru tersebut. "Semua berkat dirimu," jelas Harmoni pada pria tersebut. "Terima kasih!" tutur Dewa lagi membuat kedua alis gadis itu hampir saja menyatu menjadi satu. "Untuk apa?" tanya Harmoni yang tak tahu maksud dari ucapan Dewa. "Kau sudah menolongku dan sudah mau menjadi partner bertempurku jadi, aku berterima kasih padamu," ucap Dewa mengecup kening Harmoni lembut dan penuh perasaan. Kedua kelopak mata gadis itu tertutup sempurna menikmati setiap kelembutan yang di berikan oleh bibir Dewa padanya. Setelah cukup lama mendaratkan bibirnya pada kening Harmoni, pria itu melepaskan kecupan hangatnya sembari terus menatap kedua manik mata gadisnya. "Kita pulang sekarang! kau pasti lelah, 'kan?" tanya Dewa dan gadis itu menggeleng kepalanya pertanda, jika ia dalam keadaan bugar. "Kenapa tidak?" tanya Dewa penasaran. "Karena ada kau di sini," sahut Harmoni membuat Dewa tergelak. "Jangan menjadi gadis yang suka menerbangkan perasaan seseorang, Nona!" timpal Dewa masih tak percaya dengan ucapan Harmoni. Tanpa pikir panjang, tumit gadis mulai terangkat ke atas dan menggapai pipi Dewa dengan bibirnya. Cup Kecupan singkat dapat Dewa rasakan dan raut wajah pria itu nampak cukup terkejut dengan tindakan yang Harmoni lakukan padanya. Tatapan mata Dewa saat ini mengisyaratkan akan meminta sebuah penjelasan pada Harmoni. CEO cantik itu yang paham akan maksud dari tatapan Dewa, seketika tersenyum dan mengeratkan pelukannya pada pinggang Dewa. "Ucapan terima kasih karena kau sudah bertarung dengan sangat baik dan bersemangat, sampai sepupumu yang cukup tampan lari tunggang langgang," goda Harmoni yang mana Dewa langsung mengangkat tubuh gadisnya tanpa permisi. "Apa yang kau katakan?" tanya Dewa berpura-pura tak mendengar ucapan gadis itu. "Lari tunggang langgang," sahut Harmoni pada Dewa. "Bukan itu, tapi yang sebelumnya," sangkal Dewa yang tak membenarkan jawaban dari mulut Harmoni. Gadis itu menatap ke arah atas sembari berpikir, kata apa yang kiranya membuat pria bermata biru ini berani mengangkat dirinya. "Aku tak ingat!" pasrah Harmoni yang tak tahu, kata apa yang membuat Dewa sedikit terusik dengan perkataannya. "Apa dia benar-benar cukup tampan bagimu?" bisik Dewa ditelinga Harmoni membuat bahu gadis itu sedikit bergerak tak kegelian karena ulah Dewa. "Apa hal itu yang membuat kau sedikit terusik?" tanya Harmoni. "Jawab saja, jangan terlalu banyak bicara, Nona!" CEO cantik itu tergelak mendengar ucapan Dewa yang sepertinya sangat terburu-buru ingin mendengarkan langsung apa jawaban dari mulut Harmoni. "Baiklah! aku akan langsung menjawab semua pertanyaan yang kau ajukan karena kebetulan, hari ini aku sedang baik hati dan ...." Dewa langsung menggelitik Harmoni sampai gadis itu tertawa di dalam gendongan Dewa. "Hahahaha! stop, Tuan Dewa! aku bisa terkencing di celana," ampun Harmoni pada Dewa. "Biar saja! salah siapa kau tak cepat menjelaskan padaku," ujar Dewa terus melakukan kegiatannya. "Baiklah! hentikan, aku mohon," ujar Harmoni langsung memeluk Dewa, melingkarkan tangannya pada leher pria itu dengan kepala yang sudah berada di ceruk leher Dewa. "Dia memang tampan, tapi lebih tampan dirimu dari pada sepupumu itu," jelas Harmoni masih tak ingin memperlihatkan wajahnya pada Dewa. Senyum dari bibir Dewa terukir kala, Harmoni mengatakan, jika Dewa lebih tampan darinya. "Bohong!" sangkal Dewa yang sebenarnya hanya pura-pura saja. "Sungguh!" kukuh Harmoni tak mau kalah. "Apa buktinya?" tanya Dewa yang membuat gadis itu segera menatap ke arah Dewa. "Kenapa masih butuh bukti? bukankah aku sudah bilang, jika aku lebih tampan dari dia, bukankah semua itu sudah lebih dari cukup?" tanya balik Harmoni. "Masih kurang!" "Butuh bukti apa lagi?" tanya Harmoni. "Kau yakin bisa mewujudkannya?" tanya Dewa dengan tatapan penuh tipu muslihat dan Harmoni sadar akan hal itu. Gadis yang memiliki kecerdasan yang tak dapat diragukan lagi, langsung paham akan maksud Dewa. Kedua tangan Harmoni mengapit bagian pipi Dewa dan .... Cup Kecupan pertama mendarat di kening Dewa. Cup Kecupan kedua mendarat di ujung hidung Dewa. Saat bibir Harmoni ingin menyentuh bibir Dewa, gadis itu langsung mengurungkan niatnya. Dewa yang sudah menunggu dibuat kecewa. "Aku lelah, ingin segera pulang," bual Harmoni. Cup Kali ini bukan Harmoni yang mengecup bibir pasangannya lebih dulu melainkan Dewa. "Mari kita pulang!" ujar Dewa langsung menghilang dari tempat itu dengan senyum penuh kemenangan. Dewa dan Harmoni tak sadar, jika apa yang mereka berdua lakukan, bukan mencerminkan sepasang kekasih yang sedang bersandiwara namun, kelakuan keduanya malah mencerminkan hal yang sebaliknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN