Sebenarnya hal seperti ini sudah dapat diprediksi sejak awal oleh Harmoni karena ia memang harus waspada pada setiap klien baru yang ingin bekerjasama dengan dirinya.
Jantung Harmoni berdetak begitu keras, kala ia mendengar semua ucapan yang diucapkan oleh Joni padanya.
Senyum kecut Harmoni haturkan untuk pria tak waras yang berada di hadapannya saat ini.
"Kau sungguh pria tak tahu malu, bisa-bisanya kau balas dendam pada seorang perempuan yang tak tahu apa-apa," cecar Harmoni penuh rasa kesal karena ia tak menyadari rencana pria itu sampai tahap seperti itu.
"Sebenarnya aku memiliki hati yang sangat baik, bahkan mungkin lebih baik darimu, tapi ayahmu yang sangat suka menjatuhkan lawannya itu yang membuat diriku menjadi seperti ini," bisik Joni pada Harmoni dengan tangan yang menyentuh telapak tangan CEO cantik tersebut.
Harmoni ingin sekali menjauhkan tangannya dari sentuhan pria menjijikkan tersebut namun, efek semburan obat-obatan yang di berikan oleh pria itu nampaknya berdosis cukup tinggi.
Telapak tangan Harmoni justru merasakan rasa nyaman dari sentuhan pria itu.
"Kau benar-benar ingin balas dendam padaku atau kau ingin memilikiku?" tanya Harmoni dengan suara menahan sesuatu yang lambat laun mulai akan meledak dalam dirinya.
Harmoni terus mengatur napasnya, agar ramuan cinta dari Joni itu tak semakin menggerogoti pikirannya.
"Aku ingin memilikimu, ingin membalaskan dendam keluargaku padamu dan sepertinya kau sudah tak tahan, Sayang!"
Kalimat yang keluar dari mulut Joni seperti sebuah bisikan mahluk gaib yang menggoda imannya.
"Jangan panggil aku dengan sebutan kata itu, kita tak saling mengenal," tegas Harmoni masih dengan napas sedikit terbata-bata karena ia mencoba menahan rasa akan sentuhan sesuatu dalam dirinya.
Lagi-lagi senyum licik terlihat dari bibir Joni. "Jangan di tahan, aku bisa membantumu," goda Joni menyentuh helaian rambut Harmoni dan sedikit memainkan helaian rambut tersebut.
Harmoni menjauhkan tangan Joni dari rambutnya dengan cara sedikit memundurkan tubuhnya ke belakang sampai punggung gadis itu tertahan di sandaran kursi yang ia duduki.
Harmoni segera merogoh ponsel yang berada di dalam tas jinjing miliknya namun, tangan kekar dengan urat-urat yang terlihat sangat kokoh menahan pergelangan tangan Harmoni begitu cepat.
"Eh, apa yang ingin kau lakukan, Sayang! kita belum menyelesaikan kontrak," tutur Joni segera mengambil ponsel Harmoni dan mematikan ponsel tersebut, agar orang lain tak dapat melacak keberadaan gadis itu.
Gadis itu masih bisa berontak namun, tenaganya nampaknya sudah tak berguna kali ini, efek ramuan cinta dari Joni sangat mujarab.
"Jangan terus berontak, nanti kau akan merasakan kenikmatan saat kontrak kita sudah di tanda tangani olehmu di atas ranjang," bisik Joni lagi dengan ekspresi wajah genitnya dan itu membuat Harmoni ingin muntah.
"Laki-laki tak punya otak," umpat Harmoni dengan suara yang sudah melemah.
Joni meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Harmoni dan tangan gadis itu segera mencengkeram erat jari tersebut, kemudian mengibaskannya.
"Jangan terlalu kasar, Sayang! aku akan lembut saat proses kerjasama kita nanti," celoteh Joni yang terkesan tak senonoh.
"Hentikan ucapanmu yang tak berfaedah itu," protes Harmoni mengepalkan tangannya menahan sesuatu yang semakin membuncah ingin keluar.
"Sstttt! jangan marah-marah begitu, kita akan segera pergi ke tempat yang akan membuatmu merasa di cintai, di dambakan, dan di puaskan oleh seorang pria tampan seperti diriku," ucap Joni langsung meraih tas jinjing milik Harmoni dan memapah gadis itu untuk keluar dari restoran tersebut.
"Lepaskan aku!"
Harmoni ingin sekali menerjang pria itu dan memukulinya sampai babak belur namun, tenaganya saat ini seperti diikat oleh sesuatu dan dirinya tak mampu melakukan apapun karena yang ada dalam benaknya saat ini, bagaimana cara ia bisa kabur dari Joni.
Joni terus memapah gadis itu, sampai pada meja kasir, pria tersebut tersenyum manis pada kasir wanita itu.
"Kamar Anda di nomor 4, Tuan!" tutur kasir wanita itu sembari menyerahkan kunci kamar.
Kening Harmoni mengkerut sempurna saat gadis itu menatap secara bergantian ke arah wanita tersebut, kemudian beralih kepada Joni.
"Kamar?" tanya Harmoni yang sudah tinggal sedikit tingkat kesadarannya.
"Iya, Sayang! kamar kita dan ini sebagai permintaan maafku karena sudah membuatmu marah," bohong Joni di depan pegawai wanita tersebut.
"Semoga hari Anda menyenangkan, Tuan dan Nyonya!"
Joni tersenyum manis pada kasir wanita itu dan kemudian pria itu memapah Harmoni naik ke lantai dua, di mana kamar yang dimaksud oleh pegawai tadi berada.
Tubuh Harmoni terasa begitu berat karena tubuh gadis itu sangat jelas menolak, jika ia harus dibawa ke kamar oleh Joni.
"Ternyata restoran ini merangkap menjadi sebuah hotel dan pria tak punya otak itu berani sekali mengatakan, jika aku ini istrinya," gumam Harmoni dalam hati.
Saat dalam perjalanan menuju ke arah kamar hotel nomor 4, dalam benak gadis itu, terlintas sebuah bayangan seorang pria yang tak lain adalah Dewa.
"Aku akan melindungimu."
Kalimat itu yang terngiang dalam benak Harmoni dan seketika ia teringat dengan bendul kalung yang menggantung di lehernya.
Harmoni mencoba menggenggam bandul kalung berwarna safir tersebut dan dia berharap dengan melakukan hal itu, Dewa bisa merasakan apa yang menimpanya saat ini.
"Aku harap kau datang," rapal Harmoni dalam hatinya.
Di sebuah universitas, Dewa saat ini tengah menyampaikan sebuah pidato pada para mahasiswa yang minggu depan, akan melaksanakan seminar pengusaha muda terbaik saat ini.
Saat pria itu tengah asyik-asyiknya memberikan beberapa poin pidato untuk hari ini, tiba-tiba sebuah lintasan suatu kejadian mulai tergambar dalam benaknya.
Dewa memejamkan matanya sembari menahan denyut nyeri pada bagian rongga jantungnya.
Pria itu bisa melihat dengan jelas, bagaimana tubuh Harmoni didorong ke atas kasur oleh pria yang tak ia kenal dan pria itu mencoba menyentuh gadis tersebut dan seketika setelah lintasan kejadian tersebut selesai, tiba-tiba Dewa membuka kedua matanya dan suasana ternyata hening karena dirinya tiba-tiba memejamkan mata dan berhenti melanjutkan pidatonya.
"Mohon maaf untuk kesalahan teknis, sepertinya saya tiba-tiba merasa pusing dan saya harus mengakhiri pidato kali ini," tutup Dewa segera meninggalkan aula tersebut.
Hicob yang merasa janggal dengan penutupan pidato secara tiba-tiba oleh Dewa, akhirnya pria itu mencoba menyusul bosnya.
Assisten pribadi Dewa tersebut terus menyusul atasannya, ternyata arah tujuan Dewa saat ini bukan mengarah pada ruangannya yang berada di universitas tersebut, melainkan Dewa langsung menuju ke arah tempat parkir dan hal itu membuat Hicob cukup penasaran.
Saat tangan Dewa sudah menarik pintu mobilnya terbuka Hicob yang masih berada cukup jauh dari jarak dirinya dan Dewa, akhirnya pria itu melihat ke arah kanan dan kiri memastikan tidak ada siapapun yang melihat dirinya dan secepat kilat, Hicob langsung menggunakan kekuatannya agar lebih cepat sampai untuk bertanya pada Dewa apa yang terjadi.
"Anda mau kemana?" tanya Hicob penasaran.
Dewa ya sudah duduk di kursi kamu di hendak menutup pintu mobilnya akhirnya pria itu mengurungkan niatnya dan menatap ke arah asisten pribadinya.
"Ada hal yang harus aku selesaikan dan tolong, semua pekerjaan aku serahkan padamu," tutur Dewa langsung menutup pintu mobilnya dan menginjak pedal gas mobil tersebut sangat dalam.
Mobil yang dikendarai Dewa melesat dengan sangat cepat dan hal tersebut membuat Hicob semakin curiga.
"Ada apa sebenarnya? tak biasanya dia seperti ini? apa terjadi sesuatu dengan perempuan itu?" tanya Hicob yang masih tak tahu tentang kepastiannya.
Dewa terus memutar alat kemudinya dan tanpa disadari oleh pria itu, buku-buku tangannya muncul dengan sangat jelas disertai urat urat yang sangat kokoh menandakan, jika pria itu tengah menahan amarahnya.
Bayangan Harmoni yang didorong ke atas ranjang, semakin membuat isi kepala Dewa mendidih.
Pria itu menjentikkan tangannya dan secara otomatis, roda dari mobil yang yang dikendarai berjalan menuju ke arah tempat dimana Harmoni berada.
Mobil Dewa terus menyalip setiap kendaraan yang berada di depannya karena pria itu saat ini hanya terfokus dengan bagaimana ia menyelamatkan Harmoni dari pria tak bermoral tersebut.
Setelah cukup lama keempat roda mobil Dewa berputar di aspal, akhirnya mobil tersebut berhenti di sebuah restoran yang cukup sepi, hanya segelintir orang saja yang berkunjung ke restoran tersebut dan saat pria itu memarkirkan mobilnya, ia melihat ada sopir Harmoni sedang berjaga di dalam mobil pribadi milik Harmoni.
Tanpa berlama-lama lagi, Dewa tak langsung membuka pintu mobilnya, melainkan pria itu langsung berteleportasi menuju ke arah koridor restoran tersebut yang berada di lantai dua, di mana lantai dua itu berjejer beberapa kamar yang bisa disebut seperti kamar hotel.
"Hah, ternyata pria itu membawa Harmoni ke tempat yang double fungsi, selain untuk makan, dia juga bisa memuaskan dirinya di sini," cecar Dewa yang berhenti tepat di kamar yang ditempati oleh Harmoni dan pria itu.
Tanpa basa-basi kaki jenjang dan kokoh itu langsung mendobrak pintu tersebut dengan sekali hentakkan dan Dewa bisa melihat apa yang terjadi di dalam kamar tersebut karena pintu kamar itu langsung hancur berkeping-keping.
"Dasar tak tahu malu!" umpat Dewa dengan raut wajah yang menahan amarahnya.