Bab 67

1433 Kata
Saat benda kenyal milik Dewa sudah terlepas sepenuhnya dari kening Harmoni, gadis itu membuka kelopak matanya secara perlahan menatap ke arah Dewa yang saat ini juga tengah menatap ke arahnya. "Apa aku boleh tahu alasannya?" tanya Dewa masih dengan wajah yang begitu dekat dengan Harmoni. "Alasan apa?" tanya Harmoni yang masih dalam keadaan malu terhadap Dewa. "Kenapa kau mengatakan kepada orangtuamu, jika aku ini kekasihmu?" tanya Dewa yang sudah tak tahan ingin tahu alasan apa yang membuat gadis itu sampai mengatakan kepada kedua orangtuanya, jika dirinya ini adalah kekasih dari seorang CEO cantik pemilik perusahaan HCK Corp. Harmoni masih diam tak mau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Dewa padanya. "Kenapa diam? apa kau hanya sembarang saja mengatakan pada mereka?" tanya Dewa lagi yang sudah sangat tak sabar ingin mendengar penjelasan langsung dari mulut Harmoni. "Semua ini karena kebohongan yang kau katakan pada pihak petugas polisi waktu itu jadi, orangtuaku tahu dan menanyakan hal tersebut padaku dan aku tak ada pilihan lain, selain memberitahu mereka dan meneruskan sandiwara ini karena kau yang memulainya lebih dulu," jelas Harmoni pada Dewa. "Saat kasus kau dan Joni?" tanya Dewa memastikan lagi dan Harmoni hanya menganggukkan kepalanya. "Jadi aku sudah diperkenalkan menjadi kekasihmu secara resmi di hadapan kedua orangtuamu?" tanya Dewa lagi. "Iya!" Senyum di bibir Dewa lagi-lagi terukir indah karena saat ini statusnya di hadapan keluarga Harmoni lebih tinggi daripada status Jason yang hanya seorang rekan kerja saja karena Dewa tahu, jika pria itu sangat suka pada Harmoni. "Kenapa tersenyum begitu?" tanya Harmoni yang curiga pada Dewa. "Tidak apa-apa," elak Dewa yang tak mau jujur pada Harmoni. "Bohong!" kukuh Harmoni masih curiga dengan senyum Dewa. Karena sudah gemas dengan raut wajah Harmoni yang langsung merajuk memajukan bibirnya ke depan, Dewa akhirnya kembali mendekatkan tubuhnya pada tubuh Harmoni dan spontan gadis itu memundurkan tubuhnya ke belakang sampai bagian punggungnya menyentuh tembok kabinet dapur tersebut. "Hubungan kita bukan termasuk semu lagi, tapi sudah termasuk dalam hubungan yang nyata, Nona!" tutur Dewa membuat wajah Harmoni sedikit bersemu merah. "Kata siapa? jangan menyimpulkan hal seperti itu sendiri, kita masih tak ada hubungan apapun, lagi pula diantara kita tak ada perasaan apapun dan kau juga tak mungkin selamanya berada di sini, kau ... suatu saat nanti akan menemukan perempuan yang pasti cocok denganmu," jelas Harmon merasakan nyeri pada bagian hatinya saat dirinya harus menjelaskan hal tersebut pada Dewa. "Apa aku sudah benar-benar jatuh dalam pesona pria ini?" tanya Harmon dalam hati dengan arah tatapan mata menuju ke arah Dewa tanpa ingin mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dewa masih diam mencerna setiap kata yang Harmoni lontarkan padanya dan semuanya itu memang ada benarnya juga. "Kenapa ekspresi wajahmu harus seperti itu? apa kau juga ...." Dewa tak melanjutkan perkataan pada hatinya. Kedua telapak tangan kekar Dewa langsung mendarat mulus di kedua masing-masing pipi Harmoni. "Seandainya hal itu terjadi, aku akan selalu bersamamu," jelas Dewa pada Harmoni dengan raut dan nada penuh keseriusan pada Harmoni. Wajah Harmoni masih menampakkan rasa kebingungan dengan maksud ucapan Dewa padanya. Dewa yang paham akan hal tersebut langsung tersenyum sembari mengusap lembut pipi Harmoni. "Ragaku boleh berada jauh darimu, tapi bagian dari diriku akan selalu ada bersamamu," jelas Dewa menyentuh bandul kalung Harmoni yang masih menggantung indah di leher gadis itu. Kepala Harmoni menunduk melihat ke arah yang sama seperti arah tatapan mata Dewa. "Apa kau akan pergi sebelum mendapatkan kalung ini?" tanya Harmoni yang sepertinya peka akan maksud ucapan Dewa. "Sepertinya begitu," sahut Dewa dengan nada datarnya. "Apa karena kau akan dijodohkan?" tanya Harmoni lagi. Dewa tersenyum mendengar kata di jodohkan oleh Harmoni. "Bukan di Jodohkan, melainkan akan ada pemilihan calon istri untukku dan pada saat itu pula, aku harus naik tahta, meksipun tanpa kristal itu karena kerajaan sangat membutuhkan raja baru, meskipun pada akhirnya aku tahu akan seperti apa, jika tanpa kalung itu," jelas Dewa yang sedikit demi sedikit mulai membuka rahasianya. Harmoni menatap lekat wajah Dewa dengan perasaan kacau. "Sebentar lagi aku sudah tak bisa melihat wajah ini lagi, sebentar lagi aku akan sendirian lagi, sebentar lagi aku akan menghadapi semua bahaya itu sendiri, dan sebentar lagi aku ... akan kehilangan dirinya untuk selamanya," pikir Harmoni dalam hati. "Apa kau akan menerima tradisi itu?" tanya Harmoni pada Dewa. "Menolak tak ada gunanya karena bagaimanapun, aku sebagai pangeran harus segera melakukan tugasku dan segera mengemban tugas raja terdahulu yang tak lain adalah ayahanda," jelas Dewa pada Harmoni. Pikiran Harmoni saat ini sudah mulai kacau karena ia tak tahu harus berbuat apa, sementara kristal yang ada pada dirinya masih tak mau lepas dari lehernya. "Apa aku tak boleh egois? bolehkah aku menikmati detik-detik terakhir ini? setidaknya aku bisa merasakan kebersamaan dengan pria ini, meskipun pada akhirnya aku harus berpisah dengannya," racau Harmoni dalam diam namun, ia sudah memikirkan hal tersebut matang-matang. "Apa aku boleh bersikap selayaknya seorang kekasih yang sesungguhnya?" tanya Harmoni pada Dewa dan Dewa sedikit terkejut dengan pertanyaan Harmoni yang notabennya tak pernah dekat dengan seorang pria karena yang ia tahu, gadis ini sangat pemilih, bahkan hubungannya dan Harmoni baru beberapa hari belakangan ini menjadi cukup akrab. "Maksudmu?" tanya Dewa lagi yang takut salah tangkap atas pertanyaan Harmoni padanya. Harmoni yang awalnya memundurkan tubuhnya dari Dewa, kini gadis itu mulai mendekatkan dirinya pada Dewa dengan tangan yang sengaja ia kalungkan pada leher pria itu. "Bukankah kita sudah tertangkap basah bersandiwara menjadi seorang sepasang kekasih di hadapan papa dan mamaku, apakah aku bisa melakukan dengan totalitas?" tanya Harmoni meminta izin pada Dewa. Deg deg deg Jantung Dewa rasanya ingin berjingkrak ria kala Harmoni yang ingin melakukan semua sandiwara itu dengan totalitas tanpa batas. "Apa kau yakin ingin melakukan hal itu denganku? bagaimana dengan Jason?" tanya Dewa. "Kami hanya berteman, aku tak memiliki perasaan apapun padanya jadi, tak ada salahnya, jika aku melakukan sandiwara ini dengan sungguh-sungguh karena setelah semuanya selesai, aku akan memberitahu Papa, jika aku yang mencampakkanmu lebih dulu karena kau bukan pria idamanku," oceh Harmoni masih dengan tangan yang melingkar indah di leher Dewa. Tangan kekar Dewa segera menarik pinggang Harmoni posesif. "Mulai saat ini, semua yang ada padamu milikku," bisik Dewa tepat di tengkuk Harmoni karena posisi wajah pria itu sudah berada di belakang leher Harmoni untuk membenarkan ikatan rambut pada gadis itu. Gelenyar aneh mulai terasa oleh Harmoni saat tangan Dewa melepaskan ikatan rambutnya yang seperti tusuk konde. Saat tusuk konde itu dilepaskan oleh Dewa, rambut panjang milik Harmoni langsung terjun bebas di punggungnya. Dewa yang tak sengaja melihat karet gelang di dapur Harmoni, tak menyia-nyiakan benda tersebut untuk menggunakannya sebagai ikatan rambut Harmoni. Rambut Harmoni diikat biasa namun, menutupi sebagian kulit lehernya yang sangat jenjang. "Jangan pernah perlihatkan bagian tubuhmu pada siapapun! apa kau tak sadar, jika kau sudah memancing kucing liar untuk menerkammu," bisik Dewa yang selesai dengan pekerjaannya dan kembali memundurkan tubuhnya menatap ke arah Harmoni. "Aku tak menggoda siapapun," elak Harmoni yang memang tak ada niatan ke arah sana. "Tapi cara kau mengikat rambutmu dengan memperlihatkan leher putihmu, sudah lebih dari cukup untuk memancing ...." Harmoni langsung menutup mulut Dewa rapat-rapat karena ia sudah paham ke arah mana Dewa berbicara saat ini. "Maaf! aku tak sadar, jika di rumah ini bukan hanya ada aku atau Mona, tapi ada kau dan juga Hicob," sesal Harmoni pada Dewa. Dewa mengusap lembut puncak kepala Harmoni. "Lain kali jangan seperti itu ya, Pacar!" Harmoni cukup terkejut dengan panggilan baru yang Dewa ucapkan. "Ap-apa yang kau katakan? jangan seperti itu?" tolak Harmoni dengan wajah bersemu merah. Karena melihat wajah Harmoni yang memerah, Dewa semakin terpancing ingin menggoda Harmoni lebih lagi. "Bukankah kita memang sudah resmi berpacaran?" tanya Dewa. "Tapi hanya sandiwara, bukan sesungguhnya," elak Harmoni masih tak mau menerima hubungan sandiwara tersebut. "Apa bedanya, bukankah kita sudah berciu ...." Harmoni langsung menutup wajahnya sendiri dan Dewa dibuat tergeletak dengan tingkah lucu gadis itu. "Hahahaha! apa kau malu? jangan seperti itu, kita sudah melakukannya lebih dari dua kali, Pacar!" "Diam!" wajah Harmoni masih tetap di tutupi oleh kedua telapak tangannya. Dewa hanya bisa tersenyum menanggapi ocehan gadis yang saat ini sudah resmi berstatus menjadi kekasih sandiwaranya. "Kenapa, Pacar?" tanya Dewa masih ingin menggoda Harmoni. "Diam, Dewa!" "Aku tidak mau diam, Pacar!" Harmoni yang sudah tak tahan dengan godaan Dewa, akhirnya gadis itu memilih kabur dari dapur ke arah taman belakang rumahnya yang dapat ia akses melalui jalan dapur. Dewa hanya bisa tersenyum puas saat Harmoni benar-benar dibuat kalah oleh pria itu hari ini. "Selamat datang di dunia baru, dunia cerita kita berdua," gumam Dewa tersenyum tampan sembari mendongakkan kepalanya bersyukur pada yang kuasa karena ia bisa merasakan perasaan seperti sekarang ini. "Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, Harmoni! sebisa mungkin aku akan menjadi kekasih yang akan selalu kau ingat, meskipun hanya sekedar sandiwara semata," gumam Dewa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN