Bagian Petunjuk Yang Hilang

3059 Kata
Dewa terus menatap gadis itu yang masih terlihat tak sadarkan diri di atas tempat tidurnya yang memiliki suhu cukup dingin. "Kehidupan yang cukup melatih kesabaran," gumam Dewa masih terus menatap ke arah Harmoni. "Pantas saja dia hampir jatuh ke jurang! pasti ada yang menyabotase mobilnya sampai terjun bebas menabrak pembatas tikungan tajam waktu itu," pikir Dewa dalam diamnya sembari menatap Harmoni. "Apa informasi yang kau dapatkan sangat akurat?" tanya Dewa masih menatap ke arah Harmoni. "Sangat akurat, Yang Mulia! karena berita tentang Nona Harmoni sudah menjadi topik hangat di internet kala itu," sahut Hicob dengan nada suara meyakinkan. "Tapi ...." Dewa menoleh ke arah Hicob yang membuat perasaannya merasa tak enak. "Ada apa?" tanya Dewa yang tahu, jika akan ada suatu berita yang membuatnya tak senang mendengarnya. "Ada cara lain selain cara itu untuk mengembalikan kristal Anda namun, saat saya pergi ke ruang penyimpanan kitab ini, sebagian dari buku ini ada yang hilang entah kemana dan bagian yang hilang itu tepat pada bagaimana cara mengalihkan fungsi kristal itu kembali pada pemilik aslinya," jelas Hicob pada Dewa. Dewa mengulurkan tangannya meminta kitab yang berada di tangan Hicob dan orang kepercayaan dari Dewa itu memberikan kitab berwarna gold tersebut pada tuannya. Dewa melihat dengan jelas, jika memang ada bekas sobekan pada kitab yang ia pegang. "Ada seseorang yang melakukan hal ini dan orang itu pasti orang terdekat istana karena dia tahu, jika kristal turun temurun kerajaan hilang dan si penerus tak bisa menemukan kristal itu atau jatuh ke tangan orang lain dan hal ini sudah ia prediksikan akan terjadi, jadi orang itu merobek bagian penting ini," analisa Dewa sembari menerka siapa yang sekiranya tega berbuat keji. Hicob juga ikut berpikir dan menerka siapa yang sekiranya memiliki akses masuk ke dalam ruangan sepenting ruang penyimpan kitab para leluhur. "Hanya anggota keluarga yang memiliki akses keluar masuk ruangan penyimpanan kitab, Yang Mulia! dan beberapa orang kepercayaan Anda dan Raja!" Dewa memikirkan satu orang yang ia yakini memiliki motif itu untuk membuatnya gagal naik tahta. "Lupakan saja! biarkan waktu yang mengungkap siapa orang itu," tutur Dewa mengalihkan pemikiran Hicob yang nampaknya sangat fokus mencari siapa dalang dibalik semua ini. "Aku ingin bertanya padamu," tutur Dewa pada Hicob dan pria itu menganggukkan kepalanya menanggapi ucapan tuannya. "Kenapa warna mataku tiba-tiba berubah menjadi coklat?" tanya Dewa. Sebenarnya Dewa sudah tahu dari percakapan beberapa orang terdekatnya, jika warna lensa mata berubah maka tanda orang itu memiliki something terhadap seseorang yang mempengaruhinya. Hicob melebarkan telapak tangannya menunjukkan pada Dewa apa penyebab lensa mata tuannya itu berubah warna dari biru menjadi coklat indah. Telapak tangan Hicob terpancar sebuah cahaya membentuk bagai layar monitor dan mencari info tentang hal yang ditanyakan oleh Dewa. Telapak tangan Hicob bisa dibilang perpustakaan kerajaan berjalan karena semua isi buku yang sudah ia baca dalam perpustakaan kerajaan sudah ia copy ke dalam monitor berjalannya. Setelah mencari penyebab lensa mata Dewa yang berubah, akhirnya semua penjelasan yang dibutuhkan oleh Dewa sudah ditemukan dan Hicob memperlihatkan pada Dewa secara langsung. "Ini penyebab warna lensa mata Anda berubah warna," tunjuk Hicob pada layar monitor transparannya yang keluar dari telapak tangannya. Dewa membaca tulisan itu dan penyebab lensa matanya berubah karena ada beberapa faktor yaitu puber lanjutan, mulai ada rasa terhadap lawan jenis, dan yang terakhir ikatan yang sudah terjalin sejak lama. "Jangan bilang aku ... tertarik pada perempuan ini!" Dewa mulai berspekulasi. Dewa melihat ke arah Harmoni yang masih tak sadarkan diri. Tangan Dewa reflek menyentuh kening CEO cantik itu dan suhu tubuh Harmoni mulai berangsur normal namun, masih setengah saja, untuk pulih seutuhnya membutuhkan waktu satu malam penuh. Hicob ikut melihat ke arah gadis itu. "Kenapa dia?" tanya Hicob pada Dewa. "Pingsan," sahut Dewa sembari menjauhkan tangannya dari kening Harmoni. "Pingsan? jangan bilang Anda berhasil membuat dia pingsan, tapi saya tidak bisa," ujar Hicob tak habis pikir, jika memang benar apa yang ia pikirkan itu sungguh terjadi. "Bukan karena itu! aku ingin sekali melihat masa lalu gadis ini, tapi saat aku mencoba masuk ke dalam alam bawah sadarnya, semuanya kosong seperti ada gembok pengunci yang tak bisa membuatku mengakses masa lalunya, sampai aku mengerahkan semua tenaga yang aku punya dan dia pingsan karena sudah tak bisa menahan lebih lama lagi kekuatanku," jelas Dewa pada Hicob. Kening Hicob mengkerut sempurna. "Sudah tak bisa lebih lama menahan kekuatan, Anda? jadi, dia bisa menahan kekuatan Anda sampai level terkuat kekuatan yang Anda miliki?" tanya Hicob tak percaya. "Ya! dan aku mulai ingin tahu siapa dia sebenarnya," sahut Dewa masih memandang wajah Harmoni. Pikiran Hicob tertuju pada bandul kalung kristal milik Tuannya dan kitab berwarna gold yang berada di tangan Dewa. "Apa mungkin gadis ini ada hubungannya dengan kristal milik Anda dan lembaran yang hilang pada kitab itu?" tanya Hicob mencoba menerka. "Aku juga tak tahu, tapi yang jelas kristal milikku merasa tenang berada bersama gadis ini," ujar Dewa masih terus memperhatikan wajah Harmoni. "Apa aku perlu memberitahu tentang gambaran yang aku dapat tentang masa depan tadi pada, Hicob?"tanya Dewa, menimang dalam hatinya. "Kunci satu-satunya adalah kita harus menemukan sebagian lembaran yang hilang di kitab itu untuk mengungkap semua tentang gadis ini! bagaimana cara Anda dan dia bisa bertemu?" tanya Hicob penasaran karena tak mungkin Dewa bisa secara tak sengaja menemukan gadis yang memiliki kristalnya. "Kristal itu yang menarikku untuk membantu gadis ini saat dia akan terjun ke dalam jurang bersama mobilnya," "Jadi Anda berteleportasi secara otomatis?" tanya Hicob lagi karena ia ingin mengumpulkan semua informasi sekecil apapun agar ia dapat menganalisis semua kejadian aneh yang kini menimpa tuannya. "Iya! aku juga bingung, kenapa baru saat itu kekuatan kristal itu aktif dan menarikku untuk membantunya," jelas Dewa. "Kita harus melindungi gadis ini karena hamba yakin, jika gadis ini adalah kunci dari segala permasalahan yang Anda alami berpuluh tahun belakangan ini, Yang Mulia!" "Semoga saja dia bisa membantu menjawab dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh kristal ini," harap Dewa. Sejak kristal berwarna safir itu hilang, keadaan kerajaan semakin tak terkendali karena para musuh yang ingin merebut planet itu perlahan mulai menyerang planet Amoora, meskipun tak secara terang-terangan seperti menciptakan wabah hawa panas yang lebih panas daripada biasanya, padahal planet itu terkenal dengan planet durasi waktu dingin lebih lama daripada hawa panasnya. Selain itu penobatan raja pada Dewa juga terpaksa harus diundur karena kristal tersebut hilang dan kristal itu juga sebagai bukti untuk Dewa bisa naik tahta menjadi raja pengganti ayahnya. Tepat pukul 12 malam, Harmoni mulai sadar dari pingsan yang disebabkan oleh kekuatan Dewa. Gadis itu perlahan mulai beringsut dan bersandar pada kepala ranjang dan melihat ke arah sekelilingnya. Tepat di sudut sofa dekat jendela, seorang pria tampan nan gagah tengah memejamkan matanya sembari melipat kedua tangannya. Pria itu tidur dengan posisi duduk dan kepalanya juga menunduk ke bawah. "Apa dia tak lelah tidur dengan posisi seperti itu?" tanya Harmoni bergumam pada dirinya sendiri. Gadis itu melihat ke arah ranjang yang ia tempati saat ini. "Tidur di sofa itu nampaknya lebih baik, daripada harus tidur di ranjang yang sama denganku," gumamnya lagi dengan telapak tangan mengusap tempat tidur Dewa. "Suhunya tak dingin? apa dia sudah meletakkan sihir otomatis pada ranjang ini ya?" pikir Harmoni yang kembali melihat ke arah Dewa. Gadis itu mengusap kepalanya yang masih sedikit terasa pusing namun, ia memaksakan diri bangkit dari tempat tidur Dewa dengan kaki telanjangnya. Kaki itu begitu cantik dan terawat, terbukti dari warna cat kuku yang ia pakai sangat indah dan kaki yang terlihat sangat sehat. Perlahan kaki tanpa alas itu mulai mendekati Dewa. Saat posisi mereka berdua sudah sama-sama dekat, Harmoni mengumandangkan suara merdunya. "Bangun!" Tak ada sahutan dari si pria yang masih dalam keadaan tidur pulas itu. "Bangun!" Dan lagi-lagi usaha Harmoni gagal total. Gadis itu mulai berkacak pinggang dengan raut wajah yang sudah kesal bukan main. "Dia ini tidur atau mati sih! kenapa susah sekali untuk di bangunkan," gerutu Harmoni yang memikirkan cara untuk membuat Dewa bangun. Harmoni melihat sekeliling ruangan itu dan tepat di meja nakas, ia melihat ada segelas air mineral. Senyum gadis itu bangkit dan secara perlahan Harmoni melangkah mendekati gelas tersebut. Kini posisi Harmoni sudah berada di hadapan Dewa dengan seringai penuh tipu muslihat. "Jika hujan sudah melanda, kau pasti akan bangun, 'kan?" Harmoni tersenyum bangga karena dirinya menemukan ide yang cemerlang untuk membuat Dewa bangun. Semua jari tangannya ia masukkan ke dalam gelas berisi air putih itu dan pada saat Harmoni akan memercikkan air tersebut pada wajah Dewa, pria itu lebih dulu membuka mata dan tangan Harmoni seketika tak bisa bergerak. "Mau apa kau?" tanya Dewa dengan raut wajah datar. Kedua mata Harmoni terbelalak. Ia sangat terkejut melihat Dewa yang tiba-tiba membuka matanya. "Ke-kenapa kau sudah bangun?" tanya Harmoni gelagapan. Bukannya menjawab pertanyaan gadis di hadapannya, Dewa lebih memilih melihat ke arah segelas air yang kini berada di tangan Harmoni. "Kau haus?" tanya Dewa berlagak tak tahu apa-apa. Karena mencari aman, akhirnya Harmoni menjawab pertanyaan Dewa, "Ya, aku haus!" Dewa tersenyum simpul. "Aku tak menyangka, ternyata kau suka minum air bekas kobokan tanganmu," sindir Dewa membuat wajah Harmoni memerah. "Kenapa dia ... astaga! aku lupa! dia bukan manusia biasa, dia alien dari planet antah berantah," rutuk Harmoni dalam diam. Gadis itu tersenyum penuh keterpaksaan pada Dewa. "Kau sungguh baik, aku sampai tak sadar, jika air ini bekas kobokan tanganku," ujar Harmoni kembali mencelupkan semua jari tangan kanannya ke dalam gelas tersebut. "Aku lapar jadi, aku keluar dulu dan kau ...." Belum juga Harmoni menyelesaikan ucapannya, tangan gadis itu sudah lebih dulu memercikkan air pada wajah Dewa dan Harmoni langsung kabur dengan tawa terbahak-bahak. "Maafkan aku, Tuan alien!" suara Harmoni masih terdengar sebelum pintu kamar Dewa tertutup rapat. Pria itu nampak terkejut namun, sedetik kemudian, senyum tampan dari bibirnya seketika terbit. "Gadis menyebalkan," ujar Dewa yang langsung menghilang dari ruangannya. Harmoni sudah berada di dapur rumah itu, lampu dapur tersebut mati hanya bercahayakan lampu kecil di meja bar. Gadis itu berjalan ke arah lemari pendingin dan ternyata di dalam sana tersedia berbagai macam bahan makanan. "Aku kira akan kosong melompong, ternyata dia makan makanan bumi juga," gumam Harmoni yang masih melihat isi lemari pendingin di dapur Dewa. "Kau kira aku ini hantu yang tak makan untuk mengisi energi," ujar Dewa tepat di telinga Harmoni dan gadis itu sontak berbalik badan terkejut bukan main. "Ih, kau ini! aku hampir jantungan, aku kira kau hantu," cerocos Harmoni mengusap-usap dadanya. Dewa mendekat ke arah Harmoni. "Mau apa kau?" tanya gadis itu penuh tatapan curiga. Tatapan Dewa yang awalnya tertuju pada Harmoni, kini beralih pada isi lemari pendingin tersebut. "Kau ingin masak apa?" tanya Dewa kembali menatap kedua mata lawannya. "Entah, yang penting kenyang," sahut Harmoni sekenanya. "Masak untuk dua porsi karena aku juga lapar," titah Dewa membuat Harmoni naik darah. "Kau bisa masak, 'kan? masak sendiri sana," tolak Harmoni secara terang-terangan. "Tapi aku ingin masakanmu," kukuh Dewa tak mau kalah. Harmoni memutar bola matanya jengah. "Baiklah! sebagai tanda terima kasihku padamu, permintaanmu akan aku turuti," pasrah Harmoni yang tak ingin berdebat panjang lebar. Dewa hanya diam tanpa ekspresi dan Harmoni berbalik hendak mengambil beberapa bahan masakannya namun, Dewa menarik tangan Harmoni agar berbalik menghadap ke arahnya kembali. "Ada apa lagi?" tanya Harmoni cukup kesal. Dewa meletakkan punggung tangannya pada kening CEO cantik tersebut. "Suhunya sudah normal," tutur Dewa langsung pergi meninggalkan Harmoni dan duduk di meja bar. Mulut gadis itu ternganga. Hanya untuk mengecek suhu tubuhnya saja harus membalikkan badannya. "Kenapa kau tak bertanya saja padaku, tak perlu harus menyentuh keningku, 'kan?" gerutu Harmoni dalam hati sembari mengambil sayur brokoli, udang, tomat, wortel, sawi putih, dan bumbu pelengkap lainnya. Gadis itu mulai berkutat dengan pisau dan sayuran yang sudah ia bersihkan. Dengan sigap, Harmoni mulai memotong sayuran dan beberapa bawang-bawangan yang akan menjadi penyedap tumisannya kali ini. Dewa sudah mendaratkan bokongnya itu di kursi bar. Bunyi jentikan jari Dewa terdengar oleh dua telinga Harmoni. Tingkat kefokusan gadis itu akhirnya pecah dan kedua matanya sudah terlihat sedikit melebar kala ia melihat Dewa. Pria itu sudah sibuk dengan laptop dan sebuah kacamata yang bertengger di kedua matanya. Harmoni menggelengkan kepalanya. "Dia bukan manusia biasa, dia itu Ali ...." "Ali apa?" sambung Dewa memotong ucapan Harmoni. Gadis itu terkejut karena tanpa ia sadari sudah mengatakan hal yang tak boleh ia katakan. "Tidak ada! kau saja yang sedang mengantuk, sampai salah dengar seperti itu," kilah Harmoni tersenyum manis pada Dewa namun, pria itu tahu, jika senyuman itu palsu. Dewa akhirnya melanjutkan tugasnya menyelesaikan beberapa laporan yang masuk melalui emailnya. Saat Dewa sudah kembali fokus pada layar laptopnya, Harmoni memanyunkan bibirnya ke arah Dewa secara terang-terangan. Nampaknya gadis itu masih kesal pada Dewa, saat memotong sayuran, ia masih berkomat-kamit macam mulut ikan yang terbuka tutup mengisi oksigen. Tanpa Harmoni sadari, ternyata Dewa tersenyum sembari terus menatap layar laptopnya dengan posisi tangan sebelah kanan menyangga pipinya. Bukan hanya laporan yang Dewa lihat, melainkan mengintip Harmoni diam-diam lewat monitor CCTV-nya yang terhubung langsung ke layar laptopnya. Dewa bisa melihat tingkah lucu Harmoni yang sudah dapat ditebak, jika gadis itu masih kesal padanya. "Menggemaskan sekali," gumam Dewa dalam hati kala ia melihat tingkah konyol gadis yang baru ia kenal tak sampai 24 jam lamanya. Suara gabungan percikan minyak dan bawang-bawangan yang sudah tercampur menjadi satu dalam wadah penumisan berukuran sedang, mengalihkan perhatian pria bermata biru itu. Sorot mata birunya langsung menjurus pada masakan yang Harmoni olah. Perpaduan wangi bawang-bawangan dan beberapa bumbu tambahan lainnya membuat indera penciuman Dewa tak kuasa mengendus lebih dalam lagi. "Kau sungguh bisa memasak?" tanya Dewa sedikit meragukan kemampuan Harmoni si CEO bertubuh body goals. Tatapan Harmoni yang awalnya sedang asyik-asyiknya mengaduk masakannya, seketika menatap ke arah Dewa tajam. "Jika kau tak percaya padaku, jangan makan masakan ini, buat saja sendiri, simple, 'kan?" cerocos Harmoni yang nampaknya sudah muak dengan ucapan pria di hadapannya itu. "Eh, jangan marah-marah begitu dong, Nona! nanti kulitmu keriput," ejek Dewa ingin menormalkan atmosfer yang terasa sedikit panas. "Kau ini ... bisa-bisa spatula ini akan melayang di laptopmu itu," kesal Harmoni dengan wajah menahan emosi. "Wow, CEO yang sangat langka," gumam Dewa namun, dapat didengar oleh Harmoni. Gadis itu tak memperdulikan celoteh Dewa, ia lebih fokus dengan masakannya, setelah beberapa menit kemudian, gadis itu mematikan api kompornya dan menuangkan semua masakannya ke dalam sebuah mangkuk kaca berukuran sedang. Tak lupa, Harmoni juga mengambil dua piring, sendok, garpu, gelas, dan nasi ke dalam sebuah mangkuk kaca yang sama seperti tempat sayur tadi. Gadis itu dengan cekatan membawa makanan yang ia buat ke arah meja bar, beserta nasi dan alat makan lainnya. Dewa hanya bisa memperhatikan apa yang dilakukan oleh Harmoni. Pria bermata biru itu hanya bisa tersenyum melihat apa yang ada di hadapannya dan senyuman tampannya itu tak sengaja tertangkap oleh indera penglihatan Harmoni saat gadis itu duduk di kursi bar. "Kenapa kau? jangan bilang kau sedang membayangkan aku sebagai seorang istri yang melayani suaminya," terka Harmoni sekenanya. Wajah Dewa memerah dan pria itu nampak salah tingkah dengan pemikiran Harmoni. "Kau berpikir terlalu jauh, siapa juga yang membayangkanmu seperti itu," sangkal Dewa langsung menyambar piring, sendok, dan garpu. Harmoni hanya tersenyum simpul melihat raut wajah Dewa yang memerah. "Padahal aku hanya menerka saja, tapi wajahnya sudah memerah seperti itu," gumam Harmoni dalam hati. Dewa mulai melahap satu sendok nasi dan lauk yang dibuat oleh Harmoni dan rasanya memang enak. "Apa dia juga bisa membaca pikiran orang lain? kenapa tebakannya sangat tepat," pikir Dewa tanpa ia lontarkan secara langsung pada Harmoni. Pria tampan dengan kulit putih dan bermata safir itu semakin tertarik dan penasaran dengan perempuan bernama Harmoni ini. Setelah kegiatan makan selesai, Harmoni langsung berjalan ke arah wastafel untuk mencuci piring bekas makannya. Tanpa Harmoni sadari, Dewa juga berjalan ke arahnya membawa piring kotor miliknya. "Biar aku saja yang mencucinya, hitung-hitung sebagai balas jasa karena sudah diizinkan menumpang makan di rumahmu," tutur Harmoni masih menyabun sendok dan garpu. "Tidak usah, biar aku saja," tolak Dewa dan penolakan pria itu sontak mengalihkan tatapan gadis bermarga Sudarmanto itu ke arah Dewa. "Memangnya kau bisa mencuci piring?" tanya Harmoni tak yakin. "Bisa." "Kau yakin?" tanya Harmoni memastikan kembali. "Yakin, karena setiap hari juga aku mencuci piring sendiri," jelas Dewa tanpa rasa sungkan. "Pembantu?" tanya Harmoni sembari membilas piringnya. "Aku tak suka ada orang lain di rumahku ... pengecualian untukmu," ujar Dewa pada Harmoni. Gerakan tangan Harmoni yang sedang membilas seketika terhenti. Gadis itu kemudian melanjutkan pekerjaannya dan segera meletakkan piring bersih pada tempatnya, hingga tempatnya diganti oleh Dewa. "Kenapa?" tanya Harmoni menyadarkan tubuhnya pada kabinet bawah. "Kenapa apanya?" tanya balik Dewa tak paham akan pertanyaan perempuan yang masih berada di sampingnya. "Kenapa aku pengecualian?" tanya Harmoni cukup penasaran. "Karena kristalku berada padamu saat ini jadi, aku tak mau membiarkan pemilik kedua kristal itu kenapa-napa, aku sebagai pemilik asli kristal itu wajib melindungimu," jelas Dewa menatap ke arah Harmoni. Jantung gadis itu berdetak kencang kala Dewa berkata wajib melindungi dirinya. "Karena menurut kitab kerajaan, aku harus menyelesaikan permasalahan pemilik kedua kristal itu," ujar Dewa dalam hati. Dewa yang sudah selesai dengan kegiatan mencucinya, meletakkan piring dan peralatan lain pada tempatnya. Sebelum pergi ke arah meja bar, pria itu menatap ke arah Harmoni. "Kau tenang saja, kau akan aman berada di bawah pengawasanku," tutur Dewa mengusap puncak kepala Harmoni lembut dan anehnya gadis itu tak menampik apa yang dilakukan oleh Dewa barusan. "Aneh! biasanya pria lain pasti sudah aku patahkan tangannya, jika mereka menyentuh seinci bagian tubuhku," pikir Harmoni yang masih terdiam mematung dengan perlakuan Dewa, sementara pria itu sudah mulai berkemas membawa laptop dan berkas lainnya ke arah ruang santai. Harmoni menyusul Dewa ke arah ruang santai karena dirinya masih belum mengantuk. Pria itu duduk di karpet dan bersandar di sofa ruangan itu. "Kenapa di bawah?" tanya Harmoni penasaran karena menurut gadis itu, Dewa bukan tipe pria yang seperti ini, menurut Harmoni, Dewa adalah pria yang perfeksionis. "Lebih nyaman saja, kau belum mau tidur?" tanya Dewa mulai mengutak-atik laptopnya. "Masih belum mengantuk," sahut Harmoni ikut duduk tepat di hadapan Dewa dengan dua tangan berada di masing-masing pipinya. "Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Harmoni. "Boleh, tanyakan saja." "Sebenarnya kau bekerja dimana?" tanya Harmoni. Dewa tersenyum sembari jari-jari kokohnya bergerak di atas keyboardnya. "Aku pemilik dari beberapa kampus di Indonesia," sahut Dewa. "Wah, kau sangat kaya dan seorang pemuda yang sangat pintar ternyata," puji Harmoni masih melihat ke arah Dewa yang fokus pada layar laptopnya. "Pasti ...." Tiba-tiba telapak tangan Dewa menyentuh tangan Harmoni yang berada di sebelah pipi kirinya. "Jangan banyak bertanya lagi, ini sudah malam dan kau harus istirahat," pinta Dewa dan seakan perintah Dewa bagai hipnotis bagi Harmoni, ia menganggukkan kepalanya, gadis itu akhirnya menuju ke lantai atas dimana kamar Dewa berada.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN