Hicob masih melihat ke arah Harmoni yang berinteraksi dengan Jason CEO tampan.
Bukan hanya Hicob yang berada di dalam mobil Dewa yang melihat ke arah arah Harmoni dan Jason.
Si pengemudi juga masih menatap ke arah Harmoni yang masih berbincang dengan Jason.
"Apa yang aku pikirkan? bukankah itu urusan gadis itu, ini bukan perasaan yang sebenarnya, ini hanya perasaan karena pengaruh dari kristal itu dan aku tak boleh terlalu memikirkan hal yang memang tak ada hubungannya dengan bagaimana cara aku mendapatkan kembali barang milikku," pikir Dewa, agar otaknya tak semakin merasa mendidih melihat adegan manis antara Jason dan Harmoni.
"Kita berangkat lebih dulu saja," ujar Dewa membuka suara pada Hicob.
Pria berkacamata dengan bagian siku yang ia sandarkan pada pintu mobil Dewa seketika menoleh ke arah bosnya yang ternyata fokus menatap ke arah depan dengan alis yang sudah menegak tak beraturan.
"Ho-ho-ho! sepertinya ada yang cemburu," pikir Hicob tak ingin mengutarakan isi hatinya karena ia tak mau atasannya yang memiliki temperamen datar menatapnya dengan tatapan tajam.
"Apa tidak sebaiknya kita menunggu Nona Harmoni dan Mona? mereka berdua kaum hawa, Tuan! tidak baik meninggalkan dua perempuan begitu saja," tutur Hicob pada Dewa.
Pangeran dari planet Amoora itu hanya tersenyum kecil.
"Mereka bukan perempuan biasa, mereka bisa bela diri dan lagipula, ada pengawal yang menjaga mereka jadi, untuk apa kita harus menunggu di sini, kita juga bukan penjaga mereka, tak dibayar pula," omel Dewa membuat bibir Hicob di gigit sekuat tenaga, agar tawanya tak lepas kendali karena ulah Dewa yang cemburunya sudah masuk tingkat akut, alias tak bisa membedakan mana yang harus ia lakukan dengan benar atau tidak saat ini.
"Cinta memang bisa membuat perubahan yang dahsyat," pikir Hicob masih mengigit bibirnya, agar tawanya tak pecah saat itu juga.
"Aku pulang dulu," pamit Jason pada Harmoni sembari mengumbar senyum termanisnya pada CEO HCK Corp tersebut.
Harmoni balik membalas senyuman Jason tak kalah manis sembari mengangukkan kepalanya pada pria tersebut.
Perlahan mobil hitam milik Jason mulai bergerak keluar dari pekarangan rumah Mona, sementara Harmoni masih memperhatikan gerak kendaraan Jason, sampai kendaraan berwarna hitam itu hilang meluncur ke jalan raya.
Harmoni berjalan ke arah mobilnya tepat ke arah kursi kemudi, namun sebelum itu, Harmoni melihat ke arah mobil milik Dewa dengan kaca mobil bagian Hicob yang masih terbuka lebar.
Harmoni melihat ke arah Dewa yang menatapnya dengan tatapan datar, mungkin pria itu ada masalah di kantornya atau di tempat lain dan Harmoni tak mau memikirkan hal tersebut.
CEO cantik tersebut tersenyum pada Dewa namun, pria itu tak membalas senyumannya, Dewa malah membuang muka saat Harmoni mencoba menyapanya dengan senyuman.
Dengan hati yang sudah dongkol bukan main, akhirnya Harmoni membuka pintu mobilnya dengan gerakan cukup kasar dan menutupnya dengan gerakan yang tak kalah kasarnya.
Buuuuukkkkk
Hicob yang sengaja memperhatikan tiap gerak-gerik Harmoni dibuat semakin ingin tertawa karena ia tahu, jika dua sejoli beda planet ini sudah ada perasaan satu sama lain namun, keduanya mungkin masih belum menyadari atau mengelak karena mereka masih baru saling mengenal satu sama lain, tapi jika sudah berhubungan dengan hati, tak ada kata baru atau lama, semua akan muncul secara tiba-tiba dan tak ada yang tahu kapan semua itu berlangsung, hanya diri kita yang bisa merasakannya.
Mona sudah berada di dalam mobilnya sembari memasang sabuk pengamannya dan menunggu mobil Harmoni melaju karena posisi mobilnya saat ini tepat berada di belakang mobil bosnya.
Sementara Harmoni masih sibuk menggerutu sembari memasang sabuk pengamannya.
"Pria model apa seperti itu, diberi senyuman, eh, tak direspon! dia kira, aku ini apa? patung, pajangan, atau hantu saja sekalian," omel Harmoni yang masih kesal dengan sikap Dewa padanya.
Harmoni masih melirik ke arah mobil Dewa yang belum ada tanda-tanda untuk menggerakkan mobilnya.
Karena sudah dalam keadaan panas, akhirnya gadis bermarga Sudarmanto tersebut menurunkan sedikit kaca mobilnya dan mengeluarkan sedikit kepalanya menengok ke arah mobil Dewa.
"Masih mau di sini atau langsung jalan? ini sudah semakin malam, jangan suka membuang waktu," teriak Harmoni pada mobil Dewa sekaligus mengeluarkan amarahnya pada pria es batu tersebut.
Dewa hanya menatapnya dengan tatapan datar seperti biasanya, sementara Hicob hanya mengacungkan jempolnya pada Harmoni, pertanda, jika mobil Dewa akan berbagi berangkat lebih dulu.
Harmoni langsung menaikkan kaca mobilnya karena lagi-lagi pria itu tak peka atas teriakannya tadi.
"Apa model-model pria dari planet Amoora itu seperti dia? tak hanya tempatnya saja yang dingin, orangnya juga minta ampun dinginnya dan yang jelas sangat menyebalkan, khusus dia saja, asistennya itu tak termasuk karena dia cukup ramah," celoteh Harmoni dalam mobilnya yang mulai menginjak sedikit demi sedikit pedal gasnya.
Moncong mobil Dewa perlahan sudah mulai memasuki jalan raya dan di belakang mobil pria itu, sudah ada mobil Harmoni.
Dewa melihat ke arah kaca spion tengah, memastikan, jika mobil Harmoni berada tepat di belakangnya.
Deru mesin mobil ketiganya yang menjadi lantunan musik alami karena tak ada percakapan apapun di ketiga mobil itu.
Selama perjalanan menuju ke arah panti asuhan, ketiga mobil tersebut tak ada yang berhenti sama sekali.
Harmoni yang memiliki ide untuk membelikan anak-anak panti oleh-oleh, akhirnya menepikan mobilnya sendiri tanpa memberitahu Dewa namun, pria bermata biru itu tanggap dan menepikan mobilnya juga, meskipun jarak mereka cukup jauh.
Harmoni keluar dari dalam mobilnya menuju arah supermarket untuk membeli beberapa makanan ringan.
Mona yang sigap, segera menyusul bosnya ke dalam super market tersebut.
"Apa yang ingin Anda beli, Nona?" tanya Mona pada Harmoni.
"Oleh-oleh untuk anak-anak panti, kasihan mereka, jika kita tak membawa buah tangan meskipun hanya berupa makanan ringan saja," jelas Harmoni pada Mona.
"Kau ambil tiga buah troli," pinta Harmoni pada Mona dan dengan sigap, asisten pribadinya segera melakukan hal yang diperintahkan oleh atasannya.
Saat Mona meminta bantuan pada pelayan supermarket tersebut, ada dua pria yang sudah masuk ke dalam supermarket itu dengan aura maskulin yang membuat para pembeli menatap ke arah mereka berdua.
"Kalian?" tanya Mona pada Hicob dan Dewa.
"Kami datang kemari, mungkin kami bisa membantu, benar, 'kan, Tuan?" tanya Hicob pada bosnya.
"Ya!"
Mona hanya melirik ke arah Dewa dengan tatapan ngeri.
"Bosnya saja dingin begini, bagaimana asistennya? tapi sepertinya dia tak terlalu menakutkan seperti atasannya," pikir Mona dalam hati.
"Kalian bawa saja masing-masing satu troli ke arah Nona," tunjuk Mona ke arah Harmoni berada.
Mona lebih dulu memimpin perjalanan menuju arah Harmoni berada saat ini.
Harmoni berada di tempat makanan ringan berbahan dasar kentang.
Gadis itu melihat setiap macam makanan yang berbahan dasar yang sama.
"Ini, Nona!"
Harmoni menoleh ke arah Mona.
"Kau ...."
Ucapan Harmoni terhenti saat kedua matanya menangkap bayangan dua orang pria yang tak asing di kedua nektar matanya.
"Kalian sedang apa di sini?" tanya Harmoni menyapa kedua pria tampan itu dengan sapaan salah.
"Kami akan membantu Anda, Nona! agar lebih cepat," jelas Hicob yang tahu, jika bosnya tak akan menjawab pertanyaan dari Harmoni.
Arah tatapan CEO cantik tersebut mengarah pada Dewa yang hanya diam saja bagai mulut pria itu di gembok ribuan gembok dan kuncinya di buang ke laut.
"Bagaimana, jika kita bagi tugas saja, agar lebih cepat," saran Mona membuat Harmoni menoleh ke arah asistennya.
"Maksudmu?" tanya Harmoni masih tak paham dengan maksud Mona.
"Kita setiap dua orang dan masing-masing mendorong troli untuk mencari makanan ringan untuk anak-anak, bagaimana? setuju?" tanya Mona pada semuanya.
"Setuju!"sahut Hicob mantap.
"Ya!"
Suara Dewa terdengar bising di telinga Harmoni dan gadis itu masih sanggup menahan emosinya karena ini berada di dalam supermarket.
"Aku juga setuju," ujar Harmoni memberikan pendapatnya.
"Kita akan berpasangan, agar kita bisa tahu makanan apa yang kiranya disukai anak laki-laki dan perempuan jadi, kita bisa berdiskusi dan membagi jenis makanan apa yang harus kita cari," jelas Mona kembali dan yang lain hanya diam mendengarkan penjelasan Mona.
"Saya dan Tuan Hicob akan mencari minuman dan permen, sementara para atasan mencari ...."
"Aku dengan Hicob saja," pinta Harmoni membuka suara.
Arah tatapan mata Dewa langsung menukik tajam ke arah Harmoni.
"Tapi, Nona! kami ...."
"Aku ingin bersama ...."
Belum juga Harmoni menyelesaikan kalimatnya, tangan kekar Dewa langsung menggenggam pergelangan tangan Harmoni tanpa izin.
"Harmoni akan bersamaku, kalian berdua cari saja makanan yang sudah ditentukan, kami akan mencari makanan ringan lainnya dan juga beberapa coklat untuk anak-anak," jelas Dewa pada Mona dan Hicob.
Hicob langsung menganggukkan kepalanya dan menarik tangan Mona, agar segera menjauh dari wilayah pertarungan sengit antara singa jantan dan betina yang tengah beradu konflik rumah tangga mereka.
Dewa menatap ke arah Harmoni dan si empunya tangan juga menatap ke arah Dewa.
"Lepaskan tanganku!" pinta Harmoni dengan suara dinginnya.
"Tidak!" tolak Dewa tak kalah dinginnya.
"Lepaskan!"
"Tidak! sekali tidak tetap tidak!" Dewa sedikit meninggikan suaranya karena gadis yang berada di hadapannya ini sepertinya butuh sedikit penekanan, agar ia mau mengerti maksud dirinya.
"Jika kau tak mau melepaskan, maka ...."
Tiba-tiba Harmoni dan Dewa sudah tak ada di tempat itu, hanya tinggal seonggok troli milik Dewa yang masih berada di tempatnya.
Beruntung tak ada pembeli yang mengetahui kehilangan keduanya yang tiba-tiba lenyap seperti mahluk tak kasat mata.
Dewa dan Harmoni sudah berada di gudang supermarket tersebut dengan tumpukan kardus yang sudah tak memiliki isi, tergeletak begitu saja di sana.
"Kenapa kau membawaku kemari? apa kau sudah gila?" tanya Harmoni masih dengan pergelangan tangan yang digenggam oleh Dewa.
"Bisa diam?" tanya Dewa karena suara gadis itu cukup membuat dirinya ketahuan, jika ada orang di dalam gudang tersebut.
"Tidak! mulutku tak bisa ...."
Dewa langsung mendorong tubuh Harmoni ke arah tembok gudang tersebut dengan jarak keduanya yang begitu dekat.
"Jika kau tak diam, aku akan melakukan sesuatu yang bisa membuatmu menyesal karena sudah berani membantah," ancam Dewa pada Harmoni.
Bukan Harmoni namanya, jika ia takut terhadap ancaman seseorang, apalagi sebuah ancaman bagai keripik singkong baginya karena hidupnya memang dipenuhi akan ancaman oleh para penjahat diluar sana.
"Kau kira aku takut dengan ancamanmu? hah, ancaman bagiku sudah hal biasa, bahkan seperti makanan sehari-hari yang pasti aku da ...."
Dewa langsung mengangkat kedua tangan Harmoni ke atas dan menempelkan tangan itu ke tembok.
"Aku tak main-main dengan ancamanku, jangan coba-coba mengujiku, selagi aku masih sabar padamu," ingatkan Dewa pada Harmoni.
Harmoni hanya tersenyum kecut karena hal seperti ini biasa ia lihat di film laga yang ia tonton.
"Oh, ya?" remeh Harmoni terdengar mengejek Dewa.
Suara tarikan napas pria itu terdengar begitu berat dan seketika lensa mata Dewa berubah menjadi jingga dengan ujung hidung yang sudah menempel pada ujung hidung Harmoni.
"Jangan memancing singa yang sedang kelaparan," gumam Dewa dengan jarak yang begitu sangat dekat dengan Harmoni.
Terpaan napas Dewa begitu terasa di wajah Harmoni namun, hal tersebut tak membuat Harmoni merasa takut.
Gadis itu malah semakin bergerak tak karuan, agar Dewa melepaskannya.
"Aku peringatkan sekali lagi, jangan buat aku melakukan sesuatu yang akan membuatku melewati batasanku," ancam Dewa mengingatkan Harmoni kembali.
Harmoni memang tipe orang yang cukup keras kepala dan tetap gigih akan pendirian jadi, gadis itu masih saja berontak meminta dilepaskan oleh Dewa.
"Lepaskan a ...."
Tanpa banyak bicara, Dewa segera menyatukan bibirnya dengan bibir Harmoni.
Entah apa yang ada dalam pikiran pria itu, yang jelas satu tujuannya, agar Harmoni tak banyak bicara dan diam sebentar saja.
Mata Dewa masih senantiasa terbuka lebar, begitu pula dengan kedua mata Harmoni yang masih terbuka.
Perlahan kedua mata Dewa menutup menikmati penyatuan bibir keduanya yang terasa hangat, meskipun suhu tubuhnya sedingin es namun, rasa penyatuan bibir keduanya itu begitu hangat bagi Dewa.
Mata Harmoni yang awalnya terbuka, perlahan juga ikut tertutup karena tangan Dewa yang awalnya mengeratkan genggamannya pada tangan Harmoni, kini tangan itu perlahan meluruhkan tangan Harmoni ke bawah dengan tubuh yang semakin mengikis jarak diantara keduanya.
Penyatuan bibir mereka terlepas saat kedua kening keduanya menempel sempurna dengan napas yang sudah naik turun tak beraturan satu sama lain.
Detak jantung Harmoni dan Dewa saling bersahutan bagai suara kendang.
"Jangan terlalu dingin padaku," gumam keduanya secara bersamaan.
Kedua mata dua sejoli itu sama-sama terbuka dan sama-sama saling pandang satu sama lain dengan tatapan terkejut karena mereka bersamaan mengucapkan kata yang sama.
"Kau yang memulai lebih dulu," ujar Harmoni pada Dewa masih dengan kening dan ujung hidung yang masih menempel tanpa ingin lepas.
"Kau yang lebih dulu memancingku," tutur Dewa tak mau kalah dari Harmoni.
Perlahan kepala Dewa mulai menjauh dari Harmoni.
"Jangan buat aku lepas kendali," jelas Dewa lagi.
Kening Harmoni mengkerut sempurna.
"Apa yang aku lakukan padamu? aku tak memancing apapun," sangkal Harmoni yang memang tak paham akan maksud Dewa.
Menurut Harmoni, sifat dingin Dewa padanya hari ini sungguh tak beralasan dan hal itu membuat Harmoni seperti sebuah pelarian amarah pria itu saja.
"Jadi kau masih belum paham?" tanya Dewa menatap kedua manik mata Harmoni intens.
Gadis cantik dengan gaun semata kaki itu menggelengkan kepalanya tanda tak paham maksud Dewa yang tiba-tiba merajuk dan bersikap dingin padanya.