Pertemuan Yang Menegangkan

3191 Kata
Suara sepatu hak tinggi menggema di sepanjang jalan menuju ruangannya. Semua karyawan yang berpapasan dengannya menundukkan kepala memberikan hormat pada gadis pemilik perusahaan "HCK Corp." itu. Perempuan yang terkenal paling cantik dari keluarga Sudarmanto, Harmoni Citra Kirana Sudarmanto. Tepat di belakang perempuan cantik itu, diikuti oleh seorang sekretaris wanita yang setia padanya, mulai dari pertama perusahaan ini berdiri, sampai perusahaan Harmoni menjadi berkembang pesat dan perusahaan ini juga sudah menjadi perusahaan terbaik. "Mona! kita harus tetap waspada karena bahaya akan terus mengintai apa saja yang berhubungan denganku! kerahkan anak buah kita untuk berjaga-jaga di setiap sudut perusahaan dan setiap sudut rumah," titah Harmoni pada Mona selaku sekretaris pribadinya. "Baik, Nona!" Semenjak Harmoni memutuskan untuk keluar dari rumah keluarga Sudarmanto dan memilih menjadi seorang pengusaha, gadis itu menjadi incaran para penjahat yang ingin melampiaskan kekalahan mereka karena kasus yang pernah ditangani oleh ayah Harmoni, selaku seorang pengacara terkenal. Pengacara yang memenangkan kasus rumit sekalipun. Mengapa Harmoni menjadi incaran para orang-orang tak bertanggung jawab itu? karena ia sudah lepas dari perlindungan Jordan Sudarmanto yang tak lain adalah ayah dari Harmoni. Jordan mengizinkan putrinya mendirikan perusahaannya sendiri dengan satu syarat, Harmoni tak mendapatkan perlindungan apapun darinya jadi, gadis cantik dengan tubuh ramping itu lepas dari tanggung jawab keluarga Sudarmanto. Penjagaan keluarga Sudarmanto sangat ketat, tak ada orang yang berani macam-macam dengan keluarga itu karena sekali mencari gara-gara, maka jeruji besi tempat selanjutnya yang akan orang itu huni. Harmoni yang tak mendapatkan perlindungan dari keluarganya menjadi sasaran empuk bagi para musuh Jordan yang ingin membalaskan dendam mereka pada ayah Harmoni. "Hari ini jadwalku kosong, 'kan?" tanya Harmoni pada Mona. "Kosong, Nona! besok ada jadwal pertemuan dengan perusahaan Sanjaya Grup." "Baiklah! aku akan pergi ke tempat latihan beladiri dan jangan lupa! kau harus ingat kapan jadwal latihanmu, agar saat bahaya mengintai, kita bisa melindungi diri karena para penjaga tidak akan setiap saat berada didekat kita," tutur Harmoni pada Mona. "Siap, Nona! semua perintah Anda akan saya ingat," sahut Mona tegas. "Kumpulkan semua berkas yang harus aku tandatangani dan bawa kemari! satu jam lagi aku akan berangkat ke tempat kursus beladiri," ujar Harmoni dan Mona langsung mengambil beberapa berkas yang berada di mejanya. Di kediaman keluarga Sudarmanto, Jordan membaca sebuah buku dengan kacamata yang bertengger di kedua matanya. Secangkir teh di letakkan oleh seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu dari Harmoni. "Apa tak sebaiknya kau melindungi anak kita dari belakang tanpa sepengetahuannya?" tanya Rose ibu dari Harmoni. Jordan meletakkan bukunya sembari membuka kacamata yang bertengger di kedua matanya. "Tidak perlu, Ma! anak itu sudah sangat tahu bahaya apa yang akan ia hadapi, jika memutuskan menjadi seorang pengusaha daripada pengacara yang memang sudah menjadi gelar bagi tiap anggota keluarga kita," jelas Jordan mengambil cangkir yang di bawa oleh Rose dan meminum teh tersebut. Di sebuah rumah mewah, seorang pria berkulit putih, seputih salju yang turun saat musimnya tiba, sedang duduk di kursi kerjanya dengan kepala yang bersandar pada sandaran kursi. Ia mengingat perkataan ayahnya, jika dirinya tak bisa menemukan kristal berwarna biru itu, maka ia tak bisa menjadi penerus dari planetnya dan planet asalnya akan menjadi rebutan bagi orang yang menginginkan tahta di planet yang bernama planet Amoora. Pria dengan manik mata berwarna sapphire blue tersebut menatap ke arah langit-langit ruang belajarnya. "Aku harus mencari kemana kristal biru itu? sudah puluhan tahun aku berada di bumi, tapi tak nampak sedikitpun petunjuk tentang keberadaan kristal biru milik keluargaku," gumam pria yang bernama Dewa Abraham. Pria tampan yang berasal dari planet lain ini tengah berbaur dengan penduduk bumi untuk mencari keberadaan kristal turun temurun yang di wariskan pada tiap generasi penerus planet Amoora. Dewa duduk menegakkan tubuhnya karena ia tahu, jika ada seseorang yang akan datang menghampirinya. Suara ketukan pintu terdengar di telinga Dewa. Pintu ruangan belajar Dewa terbuka. Seorang pria tak kalah tampan dari Dewa datang ke ruangan tuannya. "Sebentar lagi akan ada pertemuan di salah satu Universitas milik Anda," tutur asisten Dewa yang bernama Hicob. "Baiklah!" Setelah menundukkan kepalanya, tiba-tiba Hicob menghilang sekejap mata. Semua hal itu sudah menjadi hal biasa bagi Dewa karena Hicob memang orang kepercayaannya di planet Amoora. Jika saat berdua saja, mereka tak sungkan memperlihatkan kekuatan masing-masing namun, jika sudah berbaur dengan masyarakat, mereka menahan untuk tak memperlihatkan hal yang menurut para penduduk bumi mustahil. Dewa di bumi menjadi seorang pemilik beberapa universitas besar yang tersebar di berbagai dunia termasuk Indonesia. Pria itu bisa menghilangkan ingatan seseorang yang berhubungan dengannya. Dewa sudah 30 tahun tinggal di bumi untuk mencari keberadaan kristal biru miliknya. Semua orang yang kenal dengan Dewa tak curiga karena setiap 10 tahun sekali, Dewa memperbarui ingatan semua orang yang kenal dengannya, agar mereka tak curiga dengan pertambahan usianya. Beruntung Dewa menghapus ingatan orang-orang itu, jika tidak, maka mereka akan curiga dengan pertambahan umur Dewa namun, wajahnya tak menua, mengingat saat Dewa pertama datang ke bumi sudah mengaku berumur 30 tahun dan sekarang pria itu sudah tinggal di bumi selama 30 tahun lamanya jadi, usia 60 tahun di bumi sudah dapat dikatakan tak muda lagi. Umur Dewa saat ini sudah 100 tahun dan dia harus segera naik tahta menjadi seorang Raja di planetnya, agar kesejahteraan dan keamanan planet Amoora tetap terkendali, sebelum pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab melengserkan kedudukan raja yang sekarang, yang tak lain adalah ayah dari Dewa. Dewa menjentikkan jarinya. Baju yang awalnya di pakai hanya baju santai, kini baju itu sudah berganti dengan setelan jas berwarna abu dan ketampanan seorang pria tinggi, putih, bersih itu semakin terpancar indah. Dewa memejamkan matanya untuk melakukan teleportasi agar ia lebih cepat sampai ke lantai dasar rumahnya. Harmoni sudah selesai dengan tugasnya. Ia masuk ke dalam kamar yang berada di ruangannya untuk berganti baju berlatih beladiri. Mona sudah menunggu Nona mudanya keluar dari kamar yang berada di ruangan Harmoni. Harmoni sudah keluar dari dalam kamarnya dengan setelan baju khusus untuk berlatih beladiri. "Aku akan menyetir sendiri dan kau urus perusahaan karena 5 menit lagi sudah waktu jam pulang kerja," ujar Harmoni pada Mona. "Apa tidak terlalu berbahaya, Nona! lebih baik diantar sopir saja," tutur Mona dengan raut wajah cukup cemas. "Kau tenang saja! aku akan baik-baik saja," tolak Harmoni yang langsung melangkah keluar dari ruangannya. Harmoni sudah berada di tempat parkir khusus para jajaran penting perusahaan itu. Saat Harmoni hendak masuk ke dalam mobilnya, ia menoleh ke arah para bodyguard yang sudah siap untuk mengawalnya ke tempat latihan. "Kalian semua hari ini tak perlu mengikutiku! cukup satu orang saja yang khusus mengawalku." Para pengawal yang berjumlah lima orang itu menepi memberikan jalan pada mobil bosnya, sementara yang satu sudah bersiap. Mobil yang di kendarai Harmoni mulai keluar melewati gerbang kantornya dan gadis itu tak sadar, jika dirinya dalam bahaya. Mobil yang di kendarai oleh Dewa sudah melesat ke tengah jalan. Pria tampan itu fokus menatap ke arah depan. Sementara mobil Harmoni sudah setengah jalan ke tempat tujuan. Pengawal yang mengikutinya masih tetap berada di belakangnya. Harmoni sedikit menambah kecepatan mobilnya, sampai saat ia menginjak pedal rem mobil tersebut, wajah CEO cantik itu seketika menegang karena rem mobilnya tak dapat berfungsi. "Ada apa dengan mobil ini? jangan-jangan ... tapi semua pengawal sudah berada di setiap sudut kantor," gumamnya dengan wajah panik. Tiba-tiba pengawal yang bertugas mengawalnya sudah berada di sampingnya. Wajah pengawal pria itu di tutup dengan masker. "Selamat jalan, Nona Harmoni! semoga Anda tenang di alam sana," tutur pengawal itu sembari membuka maskernya. Seketika wajah pria itu terlihat dan Harmoni nampak terkejut karena pria itu bukan salah satu dari pengawal kepercayaannya. Harmoni fokus melihat ke depan, saat terlihat dari jauh tikungan yang langsung menembus jurang, gadis itu menginjak terus pedal remnya, berharap mobilnya akan berhenti namun, pada kenyataannya mobil itu masih terus melaju. "Di sana ada jurang yang sangat dalam, aku masih belum ingin mati, aku masih ingin kedua orangtuaku mengerti, kenapa aku tak ingin menjadi seorang pengacara seperti mereka," gumamnya dengan nada penuh ketakutan akan kematian yang pasti menjemputnya sebentar lagi. Harmoni terus membunyikan klakson mobilnya, agar kendaraan atau orang-orang yang ingin menyeberang segera minggir. Jarak mobil Harmoni dan tikungan itu sudah semakin dekat. "Jika memang waktuku hanya sampai di sini, semoga mama dan papa bahagia, meskipun aku tak bisa bersama mereka." Jarak mobil itu terus mendekati tikungan. Harmoni memejamkan matanya dengan buliran bening yang jatuh mengenai bandul kalung kristal birunya. Suara tetesan benda bening itu seketika terdengar. Mata Harmoni terpejam pada saat air matanya jatuh tepat mengenai bandul kristal birunya dan saat itu juga bandul itu memancarkan sinar yang sangat terang. Dewa yang sudah hampir sampai ke tempat tujuannya, tiba-tiba tubuh pria itu seperti tertarik oleh sesuatu dan perlahan menghilang. Mobil yang di kendarai Dewa berhenti dengan sendirinya di pinggir jalan. Kini Dewa sudah berada di dalam mobil Harmoni yang sudah hampir menabrak pembatas jalan tikungan tersebut. suara benturan antara mobil milik Harmoni dan pembatasan jalan sudah tak dapat terelakkan lagi. Dewa yang berada di dalam mobil itu, sudah terlambat untuk menghambat laju mobil tersebut dan akhirnya, kini mobil mewah milik Harmoni harus meluncur bebas jatuh ke dasar jurang. Dewa memejamkan matanya, saat mata pria tampan itu terbuka, ternyata setiap gerakan apapun yang berada di sekelilingnya melambat. Kecuali gerakannya dan Harmoni. Gadis itu perlahan membuka matanya yang sedari tadi terpejam dengan tangan mencengkram erat seat belt-nya. Saat mata Harmoni terbuka sempurna, gadis itu tersenyum melihat ke arah Dewa. "Apa aku sudah mati? apa aku sudah berada di surga saat ini? pasti aku sudah di surga karena seseorang yang berada di hadapanku saat ini seorang malaikat yang sangat tampan," gumam Harmoni sembari mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Dewa. Dewa masih diam tanpa ekspresi. Pria itu tak menolak saat Harmoni ingin menyentuh pipinya. "Kenapa aku bisa tak menolak disentuh oleh perempuan ini? biasanya aku paling anti di sentuh oleh wanita," gumamnya dalam hati. Tangan Harmoni sudah hampir menyentuh pipi mulus Dewa, saat telapak tangan lembut nan mulus itu sudah menempel pada pipi pria tampan tersebut, Harmoni merasa aneh dengan suhu tubuh Dewa yang sangat dingin, sedingin es. "Kenapa kulitmu begitu dingin? apa aku benar sudah mati?" tanya Harmoni pada Dewa namun, pria itu tak mau menjawab pertanyaan perempuan yang baru ia temui. "Kenapa aku bisa tertarik kemari? kenapa aku harus bertemu dengan perempuan yang cerewetnya minta ampun seperti dia, sih!" kesal Dewa masih bergumam dalam hatinya. Dewa masih belum tahu apa yang membuatnya bisa sampai berpindah tempat dan masuk ke dalam situasi seperti saat ini. Dewa menyentuh tangan Harmoni yang masih menempel pada pipinya. Satu kata yang ada dalam benak gadis itu adalah dingin. Semua yang berhubungan dengan sentuhan pria tampan itu hanya dingin yang dirasakan oleh Harmoni. "Coba kau lihat ke depan," pinta Dewa pada Harmoni dan gadis itu mengikuti perintah Dewa. Saat Harmoni melihat ke arah depan, ternyata dirinya masih dalam proses jatuh ke dalam jurang dan masih berada di dalam mobilnya. "Aku ... aku jatuh ke jurang dan ... aku terjun dengan gerakan ... melambat?" tanya Harmoni pada Dewa. Pria itu hanya mengangguk saat Harmoni menatap ke arahnya. Pada saat itu juga tubuh Harmoni terasa melayang terbang dan akhirnya Harmoni pingsan tak sadarkan diri. Dewa hanya melihat gadis itu dengan tatapan biasa saja. "Kenapa wanita ini merepotkan sekali? dan untuk apa aku harus menolongnya? ini buka urusanku menjadi penghubung dengan proses kematian seseorang," gumam Dewa dan matanya tak sengaja melihat ke arah bandul kalung Harmoni yang keluar dari bajunya. Pria itu masih diam terus memperhatikan bandul kalung Harmoni. Dewa masih terus meyakinkan dirinya, jika kristal itu memang miliknya yang hilang bertahun-tahun lamanya. Dewa mendekati bandul kalung yang menggantung di leher Harmoni. Dewa menyentuh bandul kalung berwarna sapphire blue yang sama seperti warna manik matanya yang indah. Cahaya terpancar dari kalung itu saat Dewa menyentuhnya. "Jika memang kristal ini milikku, kenapa baru hari ini aku bisa tertarik kemari dan bertemu dengan gadis ini? kenapa tak dari dulu saja aku tahu keberadaan benda yang membuatku harus berlama-lama tinggal di bumi?" Dewa memperhatikan wajah Harmoni yang masih dalam keadaan pingsan. "Kenapa harus kau yang menemukan kristal ini? kenapa tidak seorang pria saja yang memilikinya," gumam Dewa. Saat Dewa mulai merasa mobil Harmoni akan jatuh ke dasar jurang, pria itu menyentuh tangan Harmoni sembari memejamkan matanya dan sedetik kemudian, keduanya menghilang, sedangkan mobil yang di kendarai oleh Harmoni sudah berada di tikungan tempat mobil itu jatuh dan keadaan mobilnya masih utuh tanpa ada lecet sedikitpun. Dewa sudah berada di dalam kamarnya yang memiliki suhu di atas rata-rata orang biasa. Harmoni sudah berada dalam gendongannya dengan posisi ala bridal style. Dewa secara perlahan membaringkan tubuh CEO cantik itu di atas ranjangnya. Ranjang itu juga terasa cukup dingin karena Dewa bukan asli penghuni bumi, melainkan penghuni planet Amoora. Dengan gerakan cepat, pria itu sudah duduk di sofa dekat dengan jendela yang langsung menampilkan keindahan pepohonan di hutan. Dewa tak tinggal di perkotaan yang sangat panas dan terlalu banyak penduduk. Pria tampan ini tinggal di dekat hutan dengan hawa yang sejuk dan suasana hijau yang menenangkan hati dan pikirannya. Dewa masih duduk di sofa menatap hijaunya pepohonan yang ada di hutan, tepat di belakang rumahnya. Pria itu melihat senja yang akan menampakkan keindahannya. Waktu terus berputar sampai mentari juga tenggelam berganti cahaya rembulan yang dilihat oleh pria dengan kulit putih tersebut. Dewa melihat ke arah gadis yang ia tolong tadi dan gadis itu juga pemilik kristal miliknya yang hilang 30 tahun yang lalu. Dewa Menurunkan sebelah kaki kanannya, kemudian berganti dengan kaki kirinya. Dewa melangkah mendekati kasur berukuran king size miliknya yang tengah dihuni oleh gadis entah dari mana dan siapa namanya. Kini gadis itu terbaring tak sadarkan diri. Dewa duduk di samping Harmoni menatapnya dengan tatapan tak dapat dipahami. Dewa menatap wajah Harmoni yang termasuk cantik dalam ukuran manusia bumi, terutama di sekitar tempat ia tinggal. Biasanya para wanita yang mendekatinya bersolek dengan dandanan yang bisa di bilang berlebihan. "Siapa kau sebenarnya? kenapa kau bisa memiliki kristal milikku?" tanya Dewa pada Harmoni yang masih dalam keadaan pingsan. Karena pertanyaan itu yang selalu berputar dalam otaknya, akhirnya Dewa memilih untuk melihat masa lalu Harmoni. Pria itu mendekatkan dirinya ke arah Harmoni untuk menyatukan keningnya dengan kening gadis yang saat ini berbaring di tempat tidurnya. Wajah Dewa berada sangat dekat dengan wajah Harmoni. Pria itu bisa melihat dengan jelas wajah CEO cantik tersebut. Dewa tersenyum kala ia bisa memperhatikan wajah Harmoni dengan sangat mendetail. "Tak cukup buruk! masih bisa dikatakan beruntung kristal ini ada pada dirinya," gumam Dewa dengan jarak wajah sangat dekat dengan wajah Harmoni. Dewa menyangga tubuhnya menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan. Kini tubuh Harmoni berada di bawah kungkungan Dewa. Pria dengan rambut abu-abu itu mendekatkan keningnya pada kening Harmoni untuk melihat masa lalu gadis yang saat ini memiliki kristal miliknya. Saat kedua kening itu sudah menyatu, Dewa memejamkan matanya mencoba masuk ke alam bawah sadar Harmoni untuk melihat masa lalu gadis tersebut. Kedua alis Dewa hampir menyatu. Entah apa yang terjadi pada pria tampan itu. Perlahan mata Dewa mulai terbuka lebar. "Kenapa aku tak bisa melihat masa lalunya? siapa gadis ini sebenarnya?" tanya Dewa pada dirinya sendiri. Dewa masih tak putus asa, ia masih ingin mencoba kembali karena ia sangat penasaran dengan masa lalu Harmoni. Kening keduanya masih menyatu dan Dewa kembali memejamkan matanya mencoba menerobos alam bawah sadar Harmoni namun, tetap saja hasilnya masih sama. Dewa kembali membuka matanya. Masih dengan posisi yang sama, kening saling menempel. "Kenapa masa lalunya tak bisa aku lihat sama sekali? kenapa seperti ada sebuah gembok yang menguncinya!" Tiba-tiba mata Harmoni mulai terbuka secara perlahan dan Dewa bisa merasakan hembusan napas halus dan hangat yang langsung menerpa wajahnya. Karena saat pingsan hembusan napas itu tak terlalu terasa. Saat mata itu sudah hampir sepenuhnya terbuka, dengan gerakan cepat, pria itu sudah berada di sofa tempat ia duduk sebelumnya. Mata Harmoni sudah terbuka lebar. Gadis itu melihat ke arah sekelilingnya. "Aku dimana? kenapa tempat ini asing sekali?" tanya Harmoni menyentuh kepala yang terasa sedikit berat. Gadis itu perlahan menegakkan dirinya bersandar di kepala ranjang. Ia masih tak sadar, jika ada orang lain di kamar itu. Saat posisi Harmoni sudah tegak sempurna, ia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ia berada di kamar ini. Ingatan Harmoni mulai bertebaran dalam kepalanya. Kepingan-kepingan kejadian sore itu mulai ia ingat. "Terakhir kali bukannya aku bertemu dengan malaikat tampan? dan malaikat itu memperlihatkan padaku bagaimana aku terjatuh ke dasar jurang dengan gerakan melambat dan sekarang aku masih hidup?" Harmoni menyentuh setiap inci wajah dan tubuhnya, berharap ia masih hidup bukan sudah berada di surga. Gadis itu menghela napas lega. "Untunglah aku masih hidup! ... eh, tapi aku masih belum yakin." Harmoni memperhatikan lengannya yang putih bersih. Tanpa basa-basi, ia langsung mencubit lengannya sekeras mungkin. "Aw aw!" Rintihan gadis itu membuat Dewa yang masih diam memperhatikan tingkah konyol Harmoni meringis kesakitan karena telinganya sudah terkontaminasi oleh suara cempreng si gadis cantik. "Untung aku benar-benar masih hidup," gumamnya sembari menggosok-gosok lengannya yang masih terasa sakit. Harmoni mengedarkan pandangannya pada setiap sudut ruangan itu dan matanya terkunci pada sosok pria yang dianggapnya malaikat saat dirinya hampir jatuh ke dasar jurang. Sekujur tubuh Harmoni terasa merinding karena ia berpikir jika pria itu benar-benar malaikat pencabut nyawa. "Si-siapa kau?" tanya Harmoni bertanya pada Dewa dan pria yang ditanya oleh CEO cantik itu hanya diam menatap Harmoni datar dan dingin. "Pria ini orang apa bukan, sih? kenapa tatapannya menakutkan seperti itu?" tanya Harmoni dalam hati. Dewa masih menatap Harmoni. "Aku orang yang menolongmu," sahut Dewa dengan nada dingin. "Kau punya nama, 'kan?" tanya Harmoni lagi. Pria itu tak mengeluarkan ekspresi apapun hanya diam saja menatap Harmoni. "Dewa!" Satu kata itu keluar dari mulutnya dan Harmoni menganga mendengar nama yang menurutnya hanya candaan saja. "Kau bercanda? jangan karena kau menolongku kau mengaku sebagai Dewa," cecar Harmoni dengan wajah sudah mulai terlihat kesal. "Jika kau tak percaya padaku, terserah!" Harmoni ingin sekali memukul wajahnya yang tampan itu, agar tak tampan lagi. "Orang ini benar-benar aneh! wajah datar dan dingin! sungguh perpaduan sempurna bagi seorang playboy kelas kakap untuk menipu mangsanya," umpatnya dalam hati. "Apa kau salah satu dari mereka?" tanya Harmoni kembali menuduh Dewa. Alis Dewa kembali hendak menyatu karena pertanyaan gadis itu tak cukup ia mengerti. "Aku tak mengerti dengan apa yang kau katakan," sahut Dewa dingin. "Kau tak perlu berbohong padaku! kau pasti di suruh oleh Bosmu untuk melakukan konspirasi untuk membunuhku, 'kan? kalian sudah merencanakan semua ini, agar aku mati, tapi kau diutus menjadi seorang malaikat yang datang untuk menolongku! dan untuk gerakan melambat ... pasti ada yang menarik kita dari atas, 'kan!" Harmoni mulai bercicit ria sampai telinga Dewa terasa penuh tak dapat menampung semua pertanyaan yang keluar dari mulut CEO cantik itu. Dewa memejamkan mata sembari menghela napas panjang. "Kenapa aku harus bertemu dengan perempuan cerewet bebek seperti ini?" Dewa nampak frustrasi namun, hanya dapat ia ungkapkan dalam hati. Mata Dewa terbuka. "Aku tak ada hubungannya dengan apa yang kau katakan," jelas Dewa singkat, padat, dan jelas. Harmoni hanya tersenyum meledek melihat ke arah Dewa. "Pria sepertimu tak cocok menjadi bawahan seseorang penjahat! wajah tampan, putih, tinggi, dan kaya pasti digilai para wanita jadi, kau tak bisa membohongiku," celoteh Harmoni kembali. Dewa hanya diam mendengarkan celotehan manja dari bibir gadis yang saat ini memiliki kristalnya. "Kenapa diam? hah, sudah aku duga, jika pria sepertimu mengandalkan tampang untuk menggaet wanita cantik dan habis manis sepah dibuang! ... jadi, cepat katakan padaku! siapa orang yang menyuruhmu untuk berpura-pura menjadi penolongku?" tanya Harmoni dengan suara sedikit meninggi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN