BAB 2 ~ Cerai!

1784 Kata
Selang beberapa bulan berlalu, kelahiran sang buah hati membuat Aditya benar-benar takjub dan bahkan tak mampu berkata-kata. Ia tak menyangka bila dirinya benar-benar menjadi seoraang ayah saat ini. Sejak saat itu, Aditya benar benar merubah dirinya menjadi sosok ayah yang baik dan bertanggung jawab. Kenakalannya selama ini benar -benar ia tepiskan bahkan ia mengganti nomer ponselnya hanya demi agar tidak ada wanita lain yang menghubungi dirinya lagi. Dua tahun berlalu, kini anak mereka tumbuh dengan sangat sehat dan cantik. Usianya baru menginjak hampir 2 tahun. Sampai pada saat itu, Sabrina sering meninggalkan anaknya demi bersenang-senang dengan temannya yang Aditya pun tidak pernah mengetahuinya karena ia sibuk dengan pekerjaan yang di berikan papa Sabrina ke dirinya. Hingga saat ia meeting dengan kliennya di sebuah restoran ternama di kota itu, metranya menangkap sosok istrinya di salah satu meja restoran bersama laki-laki. Ia mencoba menepiskan pandangannya dan tetap percaya dengan istrinya. Namun rasa penasaran mengalahkan dirinya, akhirnya meminta ijin kepada kliennya dan menyuruh sekretarisnya melanjutkan meetingnya, sedang ia menyelidiki kebenaran akan istrinya. Setelah Aditya mendekati sisi terdekat meja istrinya, ia terkejut bukan main. Sabrina telah menghianatinya dengan pria lain, hatinya benar-benar hancur. Pria itu justru mematung dan tak bergerak sama sekali setelah melihat kenyataan di depannya. Ingin ia menghakimi sang istri namun ia belum bisa berbuat apa pun karena tidak adanya bukti yang kuat. Sabrina dan laki-laki itu pun pergi dari restoran itu dan Aditya langsung kemvali ke mejanya dan meminta maaf kepada kliennya karena tidak bisa menemani terlalu lama. Ia lantas segera mengejar ke mana arah pergi istrinya dan laki-laki selingkuhannya itu. Ia ikuti terus ke mana mobil laki-laki itu berjalan. Dan nyatanya, mobil itu menuju ke salah satu apartemen mewah di kota itu. Ia ikuti ke mana mobil itu parkir, setelah ia tau, ia keluar dari mobil dan menyuruh karyawan apartemen memakirkan mobilnya. Ia bergegas mengejar Sabrina dan pria itu, namun langkahnya di hentikan oleh security di depan pintu masuk gedung apartemen. "Maaf Pak, anda mau ke mana?" tanya security tersebut karena ia merasa asing dengan wajah Aditya. "Anda tidak tahu saya? Jangan sembarangan, lepaskan tangan anda!" gertak Aditya. "Maaf Pak, anda ini mau ke mana? Di sini kami memiliki peraturan!" Aditya mendecak namun netranya masih mengikuti ke mana istri dan pria itu melangkah. "Minggir! Atau saya panggilan manager anda untuk memecat anda sekarang, saya menantu dari Haris Adiwijaya!" ucapnya dengan lantang. Persetan ia memakai nama mertuanya itu sekarang padahal selama ini ia tak berniat memanfaatkan nama tenar mertuanya untuk hal apa pun. Tapi saat ini, ia terpaksa memakainya. Seketika security tersebut mundur karena ia tahu keluarga Haris Adiwijaya memiliki pengaruh besar di kota ini. Akhirnya ia membiarkan Aditya masuk ke gedung apartemen itu. Sebelum melangkah jauh, Aditya kembali berbalik ke arah security itu. "Anda tahu laki-laki barusan berada di kamar nomer berapa?" tanya Aditya. "Barusan? Pak Bramudya Alestar maksutnya? Dia berada di lantai 4 Pak kamar 402." "Terima kasih," ucap Aditya sambil memberi beberapa lembaran uang ke security tersebut. Aditya pun segera menuju lift di ujung apartemen itu. Ia benar-benar tidak bisa menahan amarahnya. Ia mengepalkan tangannya menahan emosi yang memuncak. Ting! Sampailah lift tersebut di lantai empat. Tepat di ujung dari lift adalah kamar nomer 402. Di depan pintu, ia mengepalkan tangannya. Suara yang tak asing di dengarnya membuat hati Adit hancur dan tak dapat lagi mengontrol emosinya. Braakk ! Ditendang nya pintu apartemen itu hingga terbuka. Seketika Sabrina dan laki -laki itu mengarahkan pandangannya ke pintu. Betapa terkejutnya Sabrina ketika Aditya tengah berdiri di depan pintu itu. Ia terpaku memucat. Ia tidak bisa menjelaskan apapun. Baju nya yang acak karena percumbuannya dengan laki laki lain hanya bisa ia tutup dengan sesegera mungkin. Adit menuju ke dalam kamar apartemen dengan tatapan membunuh. Banyak orang keluar dari kamar nya karena mendengar dobrakan pintu dari Aditya. Aditya tidak peduli. Ia berpikir lebih bagus jika semua orang tau siapa istrinya. Buugh! Satu pukulan tajam mengarah ke wajah laki laki itu. Di seretnya laki -laki itu ke lantai. Sekali lagi dipukulnya ia hingga sudut bibirnya berdarah. Laki -laki itu tidak membalas karena memang ia bersalah mengganggu istri orang. Ya, Laki -laki ini ternyata mengetahui bahwa Sabrina telah memiliki suami. "b******k! Berani -beraninya kamu menyentuh istriku! b*****t!" bentak Aditya. Sekali lagi pukulan itu mendarat di wajah laki laki itu. Ketika Adit melayangkan pukulan keempatnya, Sabrina mencegahnya. "Sudahh. Adit, cukup! Aku yang salah. Tolong jangan pukul dia lagi. Aku yang salah." "Sabrina! Wanita jalang! Mana harga dirimu sebagai istri!?" bentak Adit sambil menarik rambut Sabrina. "Urusan kita belum selesai! Akan ku habisi kamu setelah ini! Camkan kata-kataku!" ancam Adit. Diseretnya Sabrina ke luar apartemen. Laki-laki itu mengeluh kesakitan dan di tolong oleh beberapa tetangga kamarnya, sedangkan Sabrina menjadi tontonan orang karena di tarik paksa oleh Adit. Adit yang sudah tidak kontrol menyeret paksa hingga ke luar menuju mobilnya. Di hempaskannya tubuh istrinya ke dalam mobil dengan kasar sampai sabrina terbentur entah oleh apa. Di lajukan mobilnya menuju rumah. Kecepatan tinggi dilajukan Adit membuat Sabrina merasa takut. Namun ia terdiam karena ia merasa benar-benar bersalah kepada suaminya. Sepanjang jalan Adit hanya terdiam namun di matanya terpancar kemarahan yang benar- benar memuncak. Sabrina mencoba mencuri pandang melihat ke Adit. Ia melihat mata Adit mengeluarkan setetes air mata. Ia merasa benar- benar hancur dan menyesal mengkhianati Adit. Sesampainya di rumah, pria itu menyeret masuk istrinya. Orang tua Sabrina yang memang tepat berada di rumah mereka sontak terkejut melihat kejadian ini. Anak mereka yang tidak tahu apa-apa, tiba-tiba menangis dan memeluk neneknya. Anak kecil itu melihat ekspresi papanya yang marah besar. "Jangan ikuti saya Ma. Diam! ini urusan saya dengan anak mama!" tegas Adit. Orang tua Sabrina tidak bisa berbuat apa pun. Mereka sadar Sabrina telah menjadi tanggung jawab Adit. Di seret ia kedalam kamar. Di dorong tubuhnya ke ranjang sampai ia tersungkur. Adit membuka jas nya, ia memegang kedua tangan istrinya keatas kepalanya dan menindih tubuh istrinya. "Berani-beraninya kamu berselingkuh di belakangku wanita jalang!" bentak Adit kepada istrinya. Plak! Tamparan manis mendarat di pipi Sabrina. Meninggalkan bekas dan berdarah disana. Ia mengeluh kesakitan akibat perlakuan Adit yang kasar. Ia mencoba lari dari Adit namun ia kalah cepat dengan Adit. Segera di tariknya tangan Sabrina dan di banting tubuhnya ke ranjang. "Apa yang membuatmu membohongiku Sabrina? Hah! " Dengan paksa dirobeknya baju Sabrina sehingga kini ia hampir saja telanjang d**a. Di tekannya tangan Sabrina ke atas kepala. Ia mencium dengan kasar leher Sabrina. Sabrina mengeluh kesakitan atas perlakuan Adit. "JAWAB! Atau aku akan lebih kasar dari ini!” ancam Aditya. "Aku ... aku udah nggak cinta sama kamu." Deg. Aditya menatap tanpa bersuara sama sekali. Rasa sakit itu terua menyeruak memberontak. Pria itu menyangkal bahwa Sabrina sudah tidak mencintainya. Mereka menikah baru dua tahun, tetapi bukankah harusnya cinta itu masih menggebu? Aditya terpukul mendengar pengakuan sang istri. Ia meremat rambut dan menarik hingga Sabrina kesakitan. Jika dikatakan ia menjadi kembali brutal, Aditya tidak peduli. Semua akan impas dengan rasa sakit hatinya terkhianati. "Kita cerai!" Kini, Sabrina yang berusaha menatap Aditya. Kata-kata itu yang paling ia takuti, tetapi Sabrina bisa apa jika semua memang salahnya? Aditya meninggalkan tubuh Sabrina, menuju ke sehuah brangkas penyimpanan uang miliknya. Ia ambil beberapa bandel dan kembali ke arah sang istri. "Ambil uang ini urus perceraian! Penghianat!" bentak Adit sambil melemparkan beberapa bandel uang ratusan ribu dari brangkasnya di kamar itu. "Aku pikir kamu sudah berubah, Sabrina. Aku pikir setelah apa yang aku lakukan sampai hari ini, kamu ikut berubah. Tapi nyatanya enggak, kamu nggak pernah mikirin keluarga kita, kamu nggak mikirin Aurel. Kamu egois, Sabrina. Aku harap persidangan segera dilakukan!" Aditya berjalan ke arah pintu dan menutupnya dengan keras. Sabrina hanya bisa menangis. Ia hanya bisa menyesali semuanya, pedih jelas dirasakan, ia pun kembali memakai apa pun untuk menutupi diri dan mencoba mengejar Aditya. Namun yang terjadi justru ia tak mampu mengejar laki-laki itu, tubuhnya terasa sakit. Orang tua Sabrina yang sejak tadi berada di rumah mereka telah melihat pertengkaran itu walau mereka masih penasaran konflik yang membuat Aditya marah besar. Namun dibalik itu semua, Haris tidak bisa berbuat apa pun karena ia tahu bentuk permasalahan yang sudah terkuak. Aditya mendekati putri kecilnya yang berada di sisi sang mertua, hasil buah cintanya dengan Sabrina. Ia mengelus pipi putrinya yang sedang menangis ketakutan. Ia takut melihat Adit, melihat ayahnya sendiri. Ia merekam jelas memori saat Adit melesak masuk ke rumah dengan menyeret Sabrina, ibunya. Adit sangat menyesal telah memperlihatkan pertengkaran rumah tangga di depan anaknya sendiri. Namun, kelakuan Sabrina membuatnya tidak bisa mengontrol emosi lagi. Ia benci pengkhianatan. "Maafkan Papa, Aurel. Suatu saat kamu pasti paham kenapa Papa begini, maaf enggak bisa menjaga Aurel dengan baik, maaf Papa bukan sosok yang baik buatmu.. Papa masih akan bertanggung jawab kepadamu, Nak. Tapi Papa harus pergi untuk bekerja ya, Aurel di rumah sama Mama, sama Kakek dan Nenek," ucap Aditya menahan segala kekecewaannya. Aurel tiba-tiba memeluk erat Aditya. Anak kecil itu merasa Aditya akan pergi darinya dalam waktu yang lama. Tanpa terasa air mata menetes di pipi Adit. Sebenarnya ia tidak sanggup meninggalkan putri semata wayangnya. Namun, perilaku ibunya membuat Adit harus memutuskan semua. Keputusan yang sepihak, tetapi harus melakukannya karena harga dirinya sudah berhasil diinjak oleh Sabrina. Adit bangkit dan berbicara kepada Haris, papa Sabrina. "Pa, maaf kalau saya harus mengembalikan Sabrina ke Papa lagi. Maaf saya tidak berhasil membimbing Sabrina. Tolong jaga anak saya, jaga Aurel baik baik. Saya tau dan nggak akan egois untuk mengambil Aurel dari Sabrina. Saya tidak akan lari dari tanggung jawab. Semua biaya Aurel saya akan berikan." "Kamu mau ke mana Adit?" tanya Haris. "Pergi jauh dari sini," ucap Aditya sambil berlalu tidak peduli lagi dengan keluarga Sabrina. Aditya pun melangkahkan kakinya menuju mobil. Dia arahkan sedan itu menuju bandara. Ia melihat jadwal penerbangan dari Pontianak ke Jakarta yang sebentar lagi. Sebelumnya ia menghubungi seseorang untuk menjemput mobil dan menjual atau mengambalikan ke rumah. Ia sudah tidak peduli dengan semua yang ada di kota ini dan akan kembali ke kota kelahirannya dan melupakan semua yang terjadi. **** Ibunda Sabrina segera menuju kamar anaknya. Ia lihat Sabrina yang berantakan. Menangis dengan histeris. Wanita paruh baya itu langsung berderap memeluk sang anak. "Sabrina minta maaf, Ma. Sabrina yang salah, Sabrina yang salah. Sabrina minta maaf ...." "Sudah, Sayang. Sudah jangan menangis ya," bujuk mamanya. "Adit, Adit sudah menceraikan Sabrina. Sabrina nyesel, Ma. Sabrina nyesel." Sabrina yang tetap histeris karena penyesalannya serta merta mengutuk dirinya sendiri. Kecerobohan telah membuat ia kehilangan sosok pemimpin rumah tangga yang rela menghentikan apapun perilaku buruk selama menikah dengannya. Kini ia hanya bisa menyesali semua, hingga tiba-tiba anak mereka marangkak ke arah Sabrina. Dengan segera ia peluk sang anak. Air mata menetes tatkala mengingat kejadian hari ini. Adit telah pergi dari hidupnya karena ulahnya. Kini anak mereka menjadi korban dari keeogisan kedua orang tuanya. "Maafin Mama, Aurel. Maafin Mama," ucap Sabrina menyesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN