Dua Pilihan

1006 Kata
Melodi hampir saja telat ke sekolah karena angkot yang ditumpanginya tiba-tiba mogok. Namun ia beruntung karena Bian lewat dan mengajaknya naik motor. Entah kebetulan yang keberapa kali,  akhir-akhir ini Melody sering bertemu Bian tanpa sengaja. Baik di dalam sekolahan atau di luar seperti sekarang. Bian tampaknya senang, tapi Melodi, bernapas saja rasanya susah ketika berada di dekat Bian.  "Santai aja Mel, kayak kebelet pup aja mukanya." Melodi meninju pelan bahu Bian. Motor Bian sedikit oleng, namun dia berhasil mengendalikan dengan cepat. "Apaan sih Bi! Dari tadi santai gini kok." "Pegangan, biar nggak jatuh Mel." "I'm oke Bi!" "Buat jaga keamanan, kalau lo nggak mau pegangan sama gue, pegangan tas gue aja, gapapa kok." Melodi melirik Bian lewat kaca spion, Bian membalas tatapannya sepersekian detik. "Jangan liat gitu dong Bi, malu!" "Ngapain sih malu sama pacar sendiri cuma gara-gara diliat lewat kaca spion?" Bian terkekeh dan melajukan motornya lebih cepat. ***** Dari depan kantor guru, saat Leron tidak sengaja melihat ke gerbang, dia memergoki Melodi dan Bian. Suatu hal langka yang baru sekali ini dilihat olehnya. "Gue liat keajaiban dunia!" "Apa?" Geram Sera karena sedari tadi terus digoda Leron. "Medi sama Bian, boncengan, berdua!" "Oh-APA?" "LO BENERAN?" "MEDI BERHASIL?" "Kelihatannya begitu." "Kenapa muka lo santai banget sih Ron?" Bentak Sera yang mengacak rambut kesal. "Yah karena giliran gue akan tiba, jadi gue bisa apa? Dibawa santai ajalah." "Ya udah lah, bener kata Leron. Mau apa ya Ser, Gem?" "Gue kali ini setuju sama lo Rey." Gema menepuk-nepuk pundak Rey. Mereka saling menguatkan satu sama lain. Terisak bersama meratapi nasib mereka yang sebentar lagi bergulir. "Kok jadi kayak homo ya?" "Emang lo kan gitu Gem! Cari pacar sana!" "Dasar lu kecil!" Melodi menyapa ARION sambil berjalan, Bian juga karena memang mereka satu arah dan satu kelas. "Ekhm, kayaknya dunia udah dikontrak ya. Buktinya aja jalan udah serasa milik berdua." Melodi berhenti, melirik Leron sinis. Dasar tukang iri! "Apa sih Ron? Lo bisa kok kayak gue." Melodi menaikturunkan alisnya, Leron hanya mendengus. "Semua gadis bertekuk lutut kalau sama gue." "Bukannya lo yang menekuk lutut demi mereka?" sindir Rey. "Kalau demi nembak sih nggak masalah. Laki-laki gentle harus berani melakukan apa pun." "Leron bakalan sadar kalau dia udah ketemu sama cewek yang sifatnya mirip sama dia!" sahut Melodi. "Mungkin kalau dia ketemu sama cewek yang sifatnya sama, bakal kena stroke dia!" tambah Sera. "Eh, gue ke kelas ya." Sebaiknya Melodi segera melarikan diri dari ARION untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang perjanjian itu. "Iya, kita permisi ke kelas ya." Bian berkata sopan, bagaimanapun mereka baru bertemu bukan? Setelah memastikan bahwa Melodi dan Bian benar-benar menghilang di tikungan koridor, mereka berdecak kagum. "Gue bener-bener harus berterima kasih sama Bian. Gara-gara dia Medi bisa kayak sekarang, nggak malu-malu." Leron berdecak kagum sambil berangan-angan. "Asal gak kayak lo, yang malu-maluin!" Leron mengangkat kedua tangannya ke atas. "Oke, gue aja terus. Mentang-mentang giliran kalian masih jauh." "Si Laron jelek ngambek." Sera menoel-noel pipi Leron, Gema dan Rey mengacak rambutnya yang sudah ditata dari pagi subuh. "Please! Kalian boleh lakuin apa pun, tapi rambut gue jangan, please!" Leron menangis tersedu-sedu tanpa air mata karena rambutnya sudah sepert tertiup angin topan. ***** Jika Melodi berada di kelas, berarti dia Melodi yang dikenal pendiam. Melodi tidak akan bersikap sama seperti Melodi saat dengan ARION. Melodi di kelas itu pemalu, tidak berani berdekatan dengan cowok. Bagi Dinda juga begitu, dia melihat Melodi sebagai orang yang pemalu. Melodi tidak akan berani bicara terang-terangan kalau ada orang yang tak menyukainya. Dinda berharap, semoga ini waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya kepada Melodi. "Pagi Mel." Senyum Dinda pagi ini sangat manis, mengalahkan es sirup buatan ibu-ibu kantin. "Pagi Din. Tumben udah berangkat?" Sepersekian detik, wajah Dinda berubah serius. Sekarang tidak ada lagi senyuman manis di wajahnya. "Kenapa Din? Lo ada masalah?" Dinda mengambil tempat duduk di sebelah Melodi, memepetnya. "Masalah milih sahabat atau cinta." Tegas dan menusuk. Melodi sedikit bingung dengan ucapan Dinda. Namun ia memilih diam dan mendengarkan Dinda lagi. "Gue tau Mel, sahabat jauh lebih berarti daripada cinta dalam hidup gue. Gue tau betul kalau sahabat ada kapan pun kita butuh, tapi-" "Tapi gue takut kalau persahabatan itu merebut kebahagiaan gue. Gue harap lo bisa mengerti ini, gue suka Bian!" Melodi diam, masih mencerna semua kalimat Dinda. Ia tak ingin mendengar itu lagi. Rasanya sangat menyakitkan. "Kalau gue jadi lo Mel, seharusnya bisa sadar dari gerak-gerik gue selama ini kalau gue suka Bian. Waktu pesta ulang tahun itu, semua itu udah bisa nunjukin kalau gue suka sama Bian.  Entah lo udah tau dan mengabaikan perasaan gue atau gimana. Yang pasti gue nggak mau kita sahabatan tapi hati kita musuhan. Gue mau lo pilih salah satu, gue atau Bian?" "Din!" "Gue tau Mel, kalau lo bakal milih Bian. Tapi, gue juga berhak bahagia, gue nggak bisa ngehapus gitu aja rasa suka gue terhadap Bian!" Melodi tidak bisa lagi menyusun kata-kata yang panjang untuk Dinda. Dia hanya berharap semoga Dinda bisa mengerti dengan kalimat singkatnya. "Maaf Din, gue hanya nurutin kata hati gue. Gue juga nggak bisa maksa." Nafas Dinda memburu, tenggorokannya terlihat naik turun menahan amarah. "Makasih Mel atas PENGORBANAN lo selama ini!" Dinda kembali ke tempat duduknya dan tidak melihat ke arah Melodi lagi. Melodi hanya bisa terisak. Hari ini dia dihadapkan pada pilihan terbesar, memilih sahabat pertama atau cinta pertama? Azril melihat itu, dia melihat Melodi menangis. Azril cukup tau ada masalah antara dua sahabat itu. Rasanya lelah juga lama kelamaan melihat Melodi yang sering menangis di kelas. Bahu Melodi naik turun bersamaan dengan air matanya yang telah meluncur deras. Hari ini dia kehilangan sahabat satu-satunya di kelas, tapi mendapatkan Bian. Melodi kehilangan Dinda, dia juga tidak mau melepas Bian. Pikiran Melodi kalut, semoga ini pilihan yang tepat, dan semoga Bian tidak akan mengecewakannya. Melodi akan meminta maaf ke Dinda karena telah menyakiti perasaannya. Tapi bukan sekarang, menunggu waktu yang tepat. Sampai amarah itu reda, sampai dia siap bertatap muka dengan Dinda.  Tak ada pilihan yang lebih baik antara sahabat atau kekasih. Keduanya menjebak dan tak ada yang tau hasilnya seperti apa saat memilih salah satunya. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN