“You can close your eyes to the things you do not want to see, but you cannot close your heart to your heart to the things you don not want to feel.” – Johnny Depp
(Kamu bisa menutup matamu untuk hal-hal yang tidak ingin kamu lihat, tetapi kamu tidak bisa menutup hatimu untuk hal-hal yang tidak ingin kamu rasakan.)
•••••
Diana Soerjodiningrat Pov
Hari-hariku sepi semenjak Darren ke Jakarta. Iya dia dinas di sana lima hari. Hari terakhirnya hari ini seharusnya, tapi tadi dia telepon akan pulang besok. Padahal aku sudah ngambek nggak mau ditinggal tapi apalah daya, kalah sama kerjaan. Ya nasib.
Kegiatanku setiap hari hanya seputar melukis dan nonton drama. Dihari sabtu minggu bahkan darren memanggilkan aku seorang tutor melukis. Terlalu berlebihan emang. Tapi aku senang, entah kenapa aku merasa diperhatikan.
Di hari sabtuku ini aku berencana akan memasak di rumahnya mbak Sekar. Dia akan mengadakan pengajian bersama, dan aku dimintai tolong untuk membantunya. Katanya, biar aku nggak bosen di rumah. Perhatian sekali kan tetanggaku itu. Iyalah, itu salah satu alasan yang membuat aku betah tinggal di sini. Meskipun aku bukan penganut islam, tapi mereka sangat menghormatiku.
"Diana, kamu duduk aja udah," kata bu Retno saat aku mau berdiri mengangkat snack. Tetanggaku yang super cerewet itu melarangku melakukan hal-hal yang membuatku capek. "Makan dulu, jangan sampai terlambat," lanjutnya.
Dia memberiku sepiring nasi dengan lauk tumis kangkung dan paha ayam. Duh, seharusnya aku yang ambilin beliau, kan aku yang lebih muda di sini. Aku jadi tidak enak hati.
"Diana, minumnya ini." Beliau mengambil air mineral dalam botol dan memberikannya kepadaku.
"Terimakasih ibu, lain kali saya bisa ambil sendiri," ucapku sungkan.
"Orang hamil itu susah kalau mau berdiri berdiri gitu, ibu pernah mengalaminya."
Kadang-kadang suka kesel sama ibu satu itu, kalau sudah berbicara nggak mau berhenti. Apalagi kadang kalau bicara itu tidak disaring. Kalau orang bilang rada nyablak. Tapi kembali lagi, semakin aku mengenal sifatnya, semakin aku paham bahwa dia itu orang yang jujur. Kalau ada yang kurang pas langsung diomongin, jadi nggak ada acara ngomong dibelakang. Salut deh, aku juga pengen kayak gitu.
Selepas makan, aku dilarangnya berdiri. Padahal kan aku ingin menaruh piring di tempat cucian. Beliau malah mengambil piringku dan meletakkan sendiri ke belakang.
"Diana, kamu suka masak kan?" tanya mbak Sekar.
"lumayan mbak,"
"boleh mbak minta tolong buatkan kuah bakso?" pinta mbak Sekar. Nanti malam rencananya konsumsi akan diberikan bakso.
"Dek Sekar gimana sih, Diana kan lagi hamil tua nanti kecapekan. Biar saya saja," putus bu Retno. Sepertinya mbak Sekar agak sungkan meminta tolong bu Retno, mengingat usia beliau yang lebih tua di sini.
"Apa tidak merepotkan bu?" tanya mbak Sekar.
"Tidak, ibu malah senang direpotkan."
"Saya nggak apa bu, tidak enak dari tadi ibu sudah bantu banyak sedangkan saya hanya duduk duduk saja," ujar diana. Dia bergerak untuk berdiri dari duduk.
"Kamu duduk!!" perintah bu Retno pada Diana.
Kegiatanku hari ini ditutup dengan rantangan yang aku bawa pulang. Sudah kutolak berkali-kali tapi mbak Sekar tetap memaksaku untuk membawanya. Ya sudah aku bawa saja. Pada malam harinya, aku tidak kembali lagi ke sana. Mereka sedang beribadah, aku tidak enak berada di tengahnya.
***
Dear Diana,
Hai apakabar?
Lama sekali tidak berjumpa denganmu princess
Maafkan aku yang jarang menghubungimu. Kuliah di sini persaingannya sangat ketat
Aku jadi harus berusaha lebih keras untuk bisa lulus cepat dan kembali ke tanah air.
Diana,
Apakah kamu masih sendiri? Aku berharap demikian
Seperti janjiku dulu, aku ingin menikahimu setelah pendidikanku selesai
Finally, pendidikanku sudah selesai
Aku menyelesaikan sekolahku dengan sempurna
kamu pasti bangga denganku, bukan?
Dua bulan lagi aku sampai di tanah air
Tunggu kedatanganku princess
Jika saat itu tiba, aku akan langsung mendatangi rumahmu dan meminta ijin orangtuamu untuk menikahimu
Salam sayang,
Kevin
Aku membuka e-mail yang sudah kuterima kemarin. Air matanku jatuh, pikiranku nyalang. Apakah kak kevin mau menerimaku setelah apa yang menimpaku? Tapi seingatku, kak kevin adalah orang terbaik yang pernah ia temui. Hatinya lembut, seperti Darren. Ahh kenapa harus membandingkan dengan Darren. Jelas Kevin lebih segalanya dibanding dia. Aku segera menepis pikiran itu.
"Diana I'm coming," teriak Darren.
Manusia itu, kenapa dia tiba tiba pulang. Tadi katanya pulang besok. Bagaimana caranya dia bisa masuk? aku kok tidak mendengar suara mobilnya.
"Diana, suami pulang itu disambut dong," protesnya. Dia sudah membuka pintu kamarku, lalu duduk di sebelahku.
"Katanya pulang besok."
"Aku kan nggak tega sama kamu. Kamu ngambek gitu, bikin aku kepikiran di sana."
"Mana ada aku ngambek, biasa aja itu."
"Tadi pagi pas aku telfon langsung dimatikan padahal aku belum selesai bilangnya. Itu yang namanya nggak ngambek?" goda Darren. Dia mencubit gemas hidungku.
Aku mengerucutkan bibirku. Percuma juga meladeni Darren, palingan juga dia yang menang.
"Udah makan belum?" tanyanya.
"belum," jawabku kesal.
"beli bebek yuk, lama nggak makan itu," ajak Darren.
"Itu makanan nggak sehat tau. Lagian di dapur banyak makanan, tadi dikasih mbak Sekar," ucapku. Aku masih dalam mode ngambek sama Darren. Seenaknya aja telepon telat pulang, terus sekarang tiba tiba pulang ngajakin makan di luar padahal lagi banyak makanan di rumah.
"Sekali-kali di, ayolah. Makanan di dapur bisa disimpen kulkas, besok diangetin buat sarapan." Darren menarik sebelah tanganku.
"Kamu kayak orang ngidam aja sih."
"Ini namanya ikatan batin ayah dan anak. Sebenarnya ini dia yang mau, aku cuma nurutin aja," ucap Darren sembari mengusap perut buncitku.
"Jangan ngarang," omelku. Dia terus saja merengek di sampingku. Lelah juga lama-lama denger dia. Akupun akhirnya menyerah untuk mengikuti keinginanan bayi besar ini.
•••••
Sorry Typo ?
WARNING !!!
Jangan lupa tekan ?
True Love
©2020 laelanhyt
All rights reserved