1. Diputus Pacar, Ngaku Punya Selingkuhan

1232 Kata
“Kita putus.” Wanita itu terdiam kaku. Satu kata yang terucap dari kekasihnya membuatnya seakan kehilangan nyawa. “A– apa maksudmu?” Wanita bernama Jenie Rosa itu menatap kekasihnya dengan wajah pucat. Apa kekasih yang sudah dipacarinya selama dua tahun itu tengah membuat lelucon? Mereka bahkan telah merencanakan pertunangan beberapa Minggu yang lalu. Deri Adman namanya, kekasih Jenie yang harusnya menjadi calon suaminya, menatap Jenie tanpa rasa bersalah. “Hubungan kita berakhir. Mulai sekarang, kita bukan siapa-siapa lagi,” tegas Deri. Tak ada ekspresi gurauan yang ia tunjukkan, raut wajahnya bahkan lebih dingin dari biasanya. Jenie tak dapat mengalihkan pandangan sedikit pun dari pria berwajah pas-pasan itu. Meski begitu, ia sangat mencintainya. “Ta– tapi … kenapa?” Jenie bertanya dengan air mata mulai menggenang. Angannya pupus sudah melihat bagaimana ekspresi Deri sekarang. Deri menghela nafas panjang seraya bersedekap d**a kemudian mengatakan, “Kurasa kita tidak cocok. Benar yang ibuku katakan, kau tidak selevel denganku. Selera fashionmu sangat buruk dan murahan. Yah … tapi sepertinya itu wajar karena kau memang tak akan sanggup berpenampilan elegan, kau tak akan sanggup membeli barang-barang branded.” Jantung Jenie mencelos seketika. Ke mana perginya Deri yang tak memandang statusnya? Meski merasa Deri mulai berubah, tapi ini terlalu cepat. Padahal di awal pertemuan mereka, Deri adalah pria yang baik dan sama sekali tak melihat kasta. Derit kursi terdengar saat Deri bangkit dari duduknya. Membenarkan kerah jasnya, ia kembali melontarkan ucapan yang menyakitkan. “Cari lah pasangan yang sepadan denganmu. Jangan berpikir mencari pria kaya yang bisa kau jadikan inang untuk memenuhi semua kebutuhanmu. Kau tahu, wanita seperti itu tak ubahnya hanya sampah. Dan kau tentu tahu apa yang harus dilakukan pada sampah, bukan? Ya, sampah memang harusnya dibuang.” Jenie tak sanggup berkata-kata. Ada banyak kata yang ingin terucap tapi seakan tertelan kembali ke tenggorokan. Ucapan Deri seakan menyebutnya hanya wanita materialistis yang memanfaatkannya dan itu membuatnya amat sakit hati. Kedua tangan Jenie terkepal kuat di atas pangkuan dengan kepala tertunduk. Ini pasti karena Deri telah naik jabatan beberapa bulan yang lalu dan ibunya menjadi sombong. Ibunda Deri pasti telah menghasutnya agar meninggalkannya mengingat ibunda Deri memang tidak menyukainya sejak ia dikenalkan padanya Tiba-tiba Jenie berdiri dan tertawa membuat Deri yang hendak melangkah menatapnya penuh tanya. Jenie yang sebelumnya menundukkan kepala, kini mengangkat kepala menatap Deri dengan tampang mengejek. “Yah … mau bagaimana lagi? Aku tidak tahu apakah semua yang terucap dari mulutmu adalah benar-benar berasal dari pikiranmu atau hasil pencucian otak yang dilakukan ibumu. Tapi, yah … aku ingin berterima kasih. Karena dengan begini, aku tidak perlu merasa bersalah padamu.” Alis Deri berkerut tajam. “Apa maksudmu?” Jenie mengedikkan bahu kemudian berjalan memutari meja restoran berbentuk lingkaran itu dan berhenti tepat di hadapan Deri. Tangannya terangkat merapikan jas Deri dan mengatakan, “Seperti ucapanmu, hubungan kita berakhir.” Kemudian ditariknya kerah kemeja Deri membuat pria itu setengah membungkuk. “Kau tahu kenapa? Karena aku sudah menemukan pria yang lebih kaya dan sukses darimu,” bisik Jenie membuat mata Deri melebar. Jenie melepas cengkraman pada kerah jas Deri dan memberinya sedikit dorongan membuat pria itu kembali berdiri tegak. Ditatapnya mantan kekasihnya itu dengan ekspresi wajah dibuat-buat seakan iba dan menertawakannya di saat bersamaan. Tangan Deri terkepal kuat. Namun, ia berusaha menahan diri dan menuduh Jenie hanya membual. “Kau hanya membual,” tuduh Deri dengan geraman tertahan menahan kemarahan. “Ck, ck, ck, sayang sekali aku memang melakukannya. Apakah kau terkejut?” kata Jenie sampai tiba-tiba perhatiannya jatuh pada seorang pria yang baru memasuki restoran. “Ah, kebetulan sekali dia datang," ucapnya. Pandangan Deri mengarah pada seorang pria yang berjalan ke arah mereka. Pria itu tinggi tegap dengan wajah rupawan, pakaiannya juga tampak rapi dan bermerek. Hap! Jenie menarik tangan pria itu dan merangkulnya saat pria itu berjalan melewatinya. “Perkenalkan, dia adalah selingkuhanku. Dia lebih tampan, lebih mapan, dan lebih segala-galanya darimu. Jadi, jangan menangis dan mengadu pada ibumu bahwa kau iri pada calon suamiku. Ah, katakan pada ibumu juga, jabatan tidak akan dibawa mati, jadi jangan mentang-mentang anaknya baik jabatan, ibumu sampai lupa daratan. Hati-hati, lho, bisa saja tiba-tiba besok jabatanmu dicopot. Dan saat itu terjadi, jangan pernah berpikir untuk kembali padaku.” Jenie mengatakan kalimat panjang itu dengan penekanan di setiap kata terutama pada kalimat terakhirnya. Ia juga dengan sengaja menjatuhkan kepala di bahu pria itu bahkan mengusap lengan kokohnya yang berbalut jas. Gemeretak gigi Deri terdengar. Ia menatap Jenie dan pria itu bergantian. “Ada apa? Jika kau lupa, kau yang meminta hubungan kita berakhir. Lalu apa yang kau tunggu? Ah, atau, apa kau menyesal? Kau baru sadar bahwa kau sangat mencintaiku? Kau ingin mengatakan ucapanmu tadi adalah perintah ibumu?” ucap Jenie menantang disertai seringai tipis. Meski begitu dalam hati ia berharap Deri mengatakan ya, mengatakan semua yang dikatakan adalah perintah ibunya dan sebenarnya Deri masih mencintainya. Tangan Deri terkepal kuat. Merasa muak, ia segera berbalik dan melangkah pergi. Tak mungkin ia menjilat ludahnya sendiri hanya beberapa detik setelah mengatakannya. Selain itu ia merasa kalah dari pria itu hanya melihat dari penampilannya saja. Jenie menatap punggung Deri yang mulai menjauh dengan perasaan campur aduk. Ada rasa menyesal telah berpura-pura, membohongi Deri dengan sandiwara recehnya. Tapi, ada sedikit rasa puas karena setidaknya, Deri tak semakin merasa di atas awan. “Dia sudah pergi. Lepaskan tanganmu.” Jenie tersentak saat suara pria yang masih dirangkulnya terdengar begitu dingin. “Ma– maaf,” ucapnya kemudian tanpa mengatakan apapun segera pergi ke toilet. Ia tak mau Deri tiba-tiba kembali dan mendapatinya berderai air mata karena saat menggunakan pria asing itu sebagai alat, ia berusaha menahan air matanya. Sementara itu pria yang Jenie manfaatkan masih berdiri dalam diam menatap Jenie yang mulai tak terlihat. Entah apa yang ia pikirkan, ia pun melanjutkan langkahnya menuju meja kosong yang sebelumnya telah menjadi tujuan. Di dalam toilet, Jenie tak bisa berhenti menangis. Rasa sakit hati dan kecewa membuatnya sampai sesenggukan. Ia tak mengira Deri akan melakukan ini padanya dan ia sangat yakin, ini semua karena ulah ibunda Deri. “Me– memangnya aku pernah minta apa? Padahal, dia sendiri yang memberikannya.” Jenie bicara sendiri di sela tangisnya. Ucapan Deri masih teringat jelas bagaimana pria itu menyebutnya sampah. Padahal, selama ini dirinya tidak pernah meminta apapun atau bahkan berniat memanfaatkan Deri. Beberapa saat setelahnya, Jenie keluar dari toilet dengan sisa sesenggukan yang masih terdengar. Setelah berpikir, ia memutuskan akan menemui ibunda Deri. Bukan untuk meminta restu, tapi melawan wanita paruh baya itu karena telah memfitnahnya. Ia punya harga diri dan tak akan tinggal diam karena difitnah hingga disebut sampah. Saat keluar dari toilet, Jenie bertemu lagi dengan pria yang sebelumnya ia manfaatkan. Ia sempat terkejut karena pria itu berdiri di luar toilet wanita. Merasa malu karena kejadian sebelumnya, Jenie pura-pura tak melihat dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, tanpa diduga, pria itu meraih tangannya dan menariknya. “Hei, apa yang kau lakukan?” Jenie berusaha menahan tangannya tapi tarikan pria itu begitu kuat hingga tangannya terasa perih. Pria itu hanya diam dan terus menyeret Jenie hingga akhirnya berhenti di depan meja restoran di mana ada tiga orang di sana. Seorang pria berusia 60 tahunan dan dua wanita berusia sekitar 40-an dan 20 tahunan. “Dia calon istriku.” Jantung Jenie seolah berhenti berdetak dengan ia yang segera menoleh menatap pria yang masih menggenggam tangannya. Pria itu tak menunjukkan ekspresi apapun, hanya menatap tiga orang yang duduk di mana ketiganya tampak terkejut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN