TRAGEDI SAAT IBADAH TUTUP PETI

1129 Kata
Denting piano terdengar syahdu, mengiringi pujian berjudul Tuhan yang Pegang pada ibadah tutup peti Lizette Lorraine Salvatore yang baru meninggal semalam pukul 19.07. Tak ku tahu 'kan hari esok Namun langkahku tegap Bukan surya kuharapkan Karena surya 'kan lenyap Oh, tiada ku gelisah Akan masa menjelang Semua khusyuk menyanyikan lagu pujian dan hening selain tarikan napas para peserta kebaktian, semua keluarga besar Salvatore, Magimel, Rahawarin, dan Martinez keluarga besar orang tua Lizette hadir. Begitu pun keluarga besar Teofilus dan Baladitya, keluarga mertua Lizette, atau orang tua suami Lizette yang bernama Caiden Bawika Baladitya. Caiden Bawika Baladitya, atau CAIDEN suami Lizette wajahnya terlihat sangat berduka dia menyanyi lirih kidung pujian tersebut. Semua melihat kasihan pada Caiden. Mereka baru menikah belum hitungan satu tahun, tapi sekarang istrinya sudah meninggal. Tentu saja semua sangat kasihan terhadap Caiden. Pria malang. Marlene Martinez, mama Lizette sangat terpukul, dia tak menyangka putri sulungnya meninggal begitu cepat. Padahal putri sulungnya adalah satu-satunya harapan Marlene untuk memegang usaha mereka, karena Natacha Tearra Salvatore atau Acha, adik Lizette tidak handal dalam mengelola bisnis. Berbeda dengan Denallie Rahawarin, nenek Lizette yang terlihat lebih kuat lebih tegar daripada putrinya Marlene, menghadapi kematian cucunya tercinta. Dia lebih tegar. Denallie memang terkenal sebagai banteng dalam dunia biznis. Dan itu tak menurun pada Marlene mau pun Lizette. Walau selama ini biznis keluarga tak buruk saat dipegang Marlene. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈  “Awww,” terdengar suara teriakan saat lagu sedang bergema dengan syahdu menyusul suara tamparan di pipi seorang perempuan. Suara yang sangat jelas karena kontras dengan suasana sedih dan syahdu siang ini. Tentu semua akhirnya berhenti bernyanyi dan menengok apa yang terjadi di belakang. Bahkan pendeta menghentikan memimpin kebaktian karena semua jemaat bubar dan balik badan menuju tempat kericuhan. Tak mungkin dia bertahan melakukan ibadah bila semua bubar. Terlihat Macika Devananta atau IKA memegang pipinya sambil meringis dan Natacha Tearra Salvatore atau yang biasa dipanggil ACHA berdiri garang di depan perempuan itu. “Apa yang kau lakukan pada anakku?” teriak Mathilde Syandana mama kandung Macika atau Ika panik. Dia tak percaya anak majikannya menampar putri kandungnya. Dan ini sedang ibadah tutup peti. “Aku tidak suka dia munafik pura-pura sedih menangisi kematian kakak kandungku,” teriak Acha tanpa ragu. “Apa maksudmu?” tanya Mathilde lagi. Sungguh walau Acha adalah anak majikannya, tapi dia pasti lebih mementingkan anak kandungnya. “Perempuan ini pura-pura sedih padahal dia yang membunuh kakakku. Dia sangat senang akan kematian kakakku karena sebentar lagi dia akan menjadi pemilik h4rta kakakku!” teriak Acha lantang. Akhirnya semua yang di depan pun ikut mundur mengelilingi Acha dan Ika juga Mathilde. “Kamu jangan bicara sembarangan ya!” teriak Caiden langsung memeluk Ika erat, Ika pun menyembunyikan wajahnya di d4da Caiden tanpa rikuh atau kaku. “Nah lihat kan, kalian lihat semuanya! Lihat suami kakakku yang jenazahnya saja belum dimakamkan, lihat pahlawan ini membela perempuan yang aku bilang membunuh kakakku!” “Lihat betapa dia mencintai Ika, karena memang cinta mereka sejak SMA sudah berpadu. Mereka itu hanya pura-pura sedih. Padahal mereka bekerja sama,” tuduh Acha tanpa takut. Mereka semua melihat bagaimana Caiden memeluk Ika dengan penuh perhatian dan sangat ketakutan bila perempuan itu terluka. Kalau Ika itu hanya seorang pembantu nggak mungkin dong majikan memeluk seperti itu. Jadi semua memang aneh, Caiden yang tak sadar akan tindakan refleknya segera melepas pelukannya. “Kamu jangan ngaco Cha, aku tadi reflek saja ngelihat ada orang di tempeleng ya aku peluk. Bukan aku ada hubungan apa-apa sama Ika. Aku hanya sekedar reflek saja,” Caiden membela diri. Caiden bilang nggak suka ada perempuan yang disakiti. Caiden membela diri. “Kamu bilang kalau yang baru kamu lakukan hanya gerak reflek saja? Pakai otak Bung. Bagaimana reflek bila kamu yang berdiri di sebelah peti langsung menyeruak kerumunan yang terletak di bangku deret belakang gereja demi memeluk Ika?” “Kamu waras mengatakan itu refleks? Siapa yang bisa reflek seperti itu sedang Mathilde mama kandung Ika reflek dengan hanya berteriak saja tanpa memeluk anaknya yang ada di sebelahnya?” “Benarkah seperti itu? Bukankah kalian memang kekasih sejak SMA?” “Jangan sembarangan bicara kamu!” teriak Caiden sambil tangannya mengepal geram. Tentu saja Acha tak mau diteriaki seperti itu. Dengan kencang dia tempeleng kakak iparnya. Dia tak peduli soal itu. “Berani sekali kamu sembarangan menempelengku. Dasar anak tidak tahu diri,” Caiden mengangkat tangannya, tapi lalu dia hentikan karena tahu tak pantas menampar adik iparnya itu, terlebih di tempat ramai seperti sekarang. “Acha perhatikan sikapmu. Kamu nggak boleh kurang ajar seperti itu terhadap lakak iparmu,” tegur Marlene Martinez, mama Acha dan Lizette. “Aku tidak pernah menganggap dia kakak iparku, karena dia sangat kurang ajar dan dia pula yang membunuh kakakku. Jadi kalian nggak usah membela dia,” balas Acha tanpa takut menuduh sembarangan. “Jangan menuduh sembarangan tanpa bukti,” tegur Laurent Lucas Salvatore, papa Acha “Ha ha ha ha, Papa dan Caiden sama-sama mencintai Ika, itu sebabnya kalian tidak mau Ika aku sakiti,” balas Acha telak. “Dengar kalian semua. Dengar fakta ini, kalau ada yang bisa bantah lawan aku,” tantang Acha lebih keras. “Ika awalnya mendekati papaku. Dia menjadi selingkuhan papaku selama satu tahun, itu terjadi dua tahun lalu.” “Aku punya buktinya dan papa nggak usah menghindar. Biar semua opa dan oma semua tahu Papa itu sudah selingkuh sama Ika dua tahun lalu dan hubungan mereka berlangsung selama satu tahun!” “Tapi ternyata Ika sadar kalau Papa itu bukan pewaris perusahaan, karena semua usaha punya mama. Akhirnya Caiden lah yang mendekati kak Lizette dan menikahinya. Tapi sejak dua bulan pernikahan kak Lizette digrogoti penyakit!” “Kalian tahu kenapa?” mata Acha melihat berkeliling. “Karena Caiden dan Ika memberinya obat terus-menerus sampai meninggal!” “Jangan ngawur kamu,” tantang Laurent Lucas Salvatore. Dia tak rela perselingkuhannya diungkap. “Aku tidak ngawur. Aku punya bukti Caiden dan Ika tiap hari memberi obat pada kak Lizette untuk membunuhnya!” “Dan aku punya bukti perselingkuhan Papa dengan Ika sebelum Caiden menikah dengan kak Lizette. Dan selama Ika selingkuh dengan Papa dia tetap tidur dengan Caiden karena mereka memang busuk. Mereka merancang semua agar h4rta kak Lizette jatuh ke tangan mereka!” “Acha tenang, kamu jangan ngaco,” kata sang mama. “Aku tidak ngaco dan kalian semua buktikan saja,” Acha langsung melempar banyak foto dan semuanya berebut ingin melihat foto-foto yang dilempar oleh Acha ke atas. Dalam foto itu jelas terlihat hubungan antara Caiden dan Ika, juga Lukas dengan Ika. Sangat jelas karena foto-foto itu adalah foto-foto mereka di kamar tanpa busana! Tentu saja acara kebaktian akhirnya berubah menjadi kekisruhan. Tak ada yang ingat lagi tentang ibadah tutup peti. Marlene Martinez, mama Acha dan Yutti Teofilus, mama Caiden memukuli Caiden hingga lelaki itu terjatuh di lantai dan habis dikeroyok para ibu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN