Tugas Terakhir

1015 Kata
Tetesan demi tetesan dari langit terus turun membasahi bumi. Kala malam, suasana seperti ini membuat beberapa orang malas bergerak dari selimut tebal mereka. Ada pula beberapa pasangan yang menjadikan hawa tersebut sebagai momen romantis bersama pasangan mereka. Jalan beraspal yang diselimuti oleh air itu tak membuat langkah seorang gadis terhenti sama sekali. Di bawah gerimis yang tidak seberapa, dia melangkahkan kaki sedikit lebih cepat. Sesekali menurunkan topi hitam untuk menutup wajah manakala berpapasan dengan beberapa orang. Mungkin dipandang aneh oleh orang-orang lantaran dirinya berbeda dari yang lain, gadis bernama Reya itu justru terlihat santai dalam pandangan orang-orang. Bagaimana tidak, disaat yang lain menggunakan payung untuk berlindung, dia justru mengabaikan melindungi diri dari rintik air langit. Tiba di halte, Reya menerobos masuk dalam kawanan orang-orang yang sedang menunggu kendaraan atau mereka yang hanya sekedar berteduh saja. Semilir angin tembus ke tangan yang ia sembunyikan dalam saku pakaian tebal. Begitu dingin. Bahkan beberapa orang di sampingnya memeluk tubuh sendiri karena menggigil. Tidak lama kemudian, kendaraan yang mereka tunggu akhirnya tiba. Semua orang berebut untuk naik lebih awal. Begitu pula dengan Reya, tidak melewatkan kesempatan untuk menjadi penumpang terakhir. Dalam perjalanan, Reya memeriksa pesan yang berisikan alamat perjalanannya kali ini. Setelah memastikan jika rute yang dituju tidak salah, dia memasukkan kembali ponsel tersebut ke dalam tas. Dari tempat duduknya saat ini, Reya menyadari jika ada seseorang yang mengawasinya sejak tadi. Seorang pria dengan kaos hitam itu telah mengikutinya bahkan jauh sebelum ia memasuki kendaraan. Tiba di tempat tujuan, Reya turun dengan tergesa setelah pria kaos hitam itu menghentikan kendaraan. Reya setengah berlari untuk menghindari curah hujan yang sedikit lebih lebat dari sebelumnya. Cukup untuk meninggalkan bintik kecil pada pakaiannya yang berwarna coklat. Sedang Reya merapikan diri, suara klakson yang terdengar tiba-tiba membuatnya terperanjat. Sedikit menggerutu, dia langsung menuju mobil yang terparkir tak seberapa jauh dari tempatnya berdiri saat ini, masuk ke dalamnya dan duduk di kursi belakang. "Kenapa lama sekali?" Sapaan dengan suara dingin itu hampir membuat Reya menggigil. Karena terdengar lebih mengerikan dibandingkan siraman hujan lebat di luar sana. "Cuaca yang tidak mendukung membuat perjalananku sedikit terkendala," sahut Reya setenang mungkin disertai dengan alasan yang jelas. "Kamu tahu tidak ada alasan untuk apapun, bukan? Apalagi menyalahkan kondisi." Pria yang berada di depan kemudi sama sekali tidak menerima alasan Reya. Baginya masih banyak cara lain yang bisa dilakukan agar bisa tiba tepat waktu, jika tidak, maka alasan seperti itu hanya sebagai celah untuk bermalas-malasan. "Maaf." Kalimat tersebut terasa berat untuk diucapkan oleh Reya. Meskipun untuk kesalahan yang tidak ia sengaja, tetap harus diucapkan agar bisa meredam amarah yang jika tidak menginginkan urusan lebih panjang lebar. "Jangan lupa bahwa tidak ada kata maaf untuk sekecil apapun kesalahan." Tegas dan mematikan, itulah yang Reya tangkap dari kalimat tersebut. Sudah biasa jika ketegasan diutamakan dalam pekerjaannya, bahkan ia sudah sering menelan pahitnya resiko akibat keteledorannya sendiri. "Katakan saja apa yang harus aku lakukan," desak Reya semakin tidak tahan berhadapan dengan pria dingin tak berperasaan. Nyaris tidak ada rasa kasihan walaupun alasan yang diutarakan terpampang jelas di depan mata. "Aku sudah menyiapkannya jauh sebelum kamu datang." Masih sama, pria itu tetap menyindir keterlambatan walau dalam kalimat yang tidak jelas. Reya menoleh ke samping, menemukan amplop besar berwarna coklat. Diraihnya persediaan itu dengan malas dan sedikit kasar. Jika bukan karena kontrak yang mengikat, dia bersumpah tidak akan membiarkan mulut pria di depannya bergema dengan bebas saat berbicara dengannya. "Itu adalah tugas terakhirmu." Lega, itulah yang saat ini Reya rasakan setelah mendengar kalimat sekaligus pernyataan yang terakhir. Hal yang selama ini ia tunggu akhirnya terwujud, dia akan segera bebas. Tidak perlu mendengar apapun lagi, gadis cantik dengan alis lebat dan bulu mata lentik itu langsung turun dari mobil dengan wajah lain. Kali ini benar-benar melupakan bahwa semenit yang lalu masih berperang dengan rasa marah yang tidak ingin ada kata damai. Baru saja Reya menutup pintu, mobil itu langsung melaju cepat meninggalkannya seorang diri. "Sialan," umpat Reya kesal saat percikan air dari tanah mengotori pakaian bawahnya. Hilang sudah kesenangan yang tidak seberapa lama ia rasakan. Setelah memaki pria itu dalam hati, Reya menyembunyikan amplop tersebut ke dalam baju agar tidak basah. Lalu mencari tempat yang aman untuk berteduh sebelum menemukan kendaraan yang bisa membawanya segera pergi dari tempat sepi itu. Dua jam kemudian, Reya sudah berpindah ke dalam sebuah kamar besar yang juga merupakan ruang kerjanya. Kamar tersebut dibatasi oleh dinding dengan aksen kayu untuk memisahkan antara tempat tidur dan ruang kerja. Seperti gadis pada umumnya, keindahan kamar tersebut tidak luput dari tatanan serta beberapa pajangan yang memperindah. Setelah berganti pakaian dan menghidupkan penghangat ruangan, Reya menuju sofa panjang untuk memeriksa tugas yang baru saja diberikan. Selembar foto pria berwajah tampan yang diselimuti aura dingin membuat alisnya menyatu. "Sayang sekali, pria setampan ini menjadi target terakhirku." Selain foto tersebut, terdapat beberapa lembar informasi penting tentang pria itu. Banyak kasus kejahatan yang digaris bawahi dengan tinta berwarna merah saat selembar demi selembar kertas Reya periksa dengan teliti. Dari pernyataan tersebut, bisa dipastikan jika pria itu bukanlah sembarang pria tampan yang suka menggoda wanita. Dia lebih berbahaya dari pria b***t yang suka mengejar para gadis muda atau usia tua yang bergelimang harta. "Menarik. Mari lihat, sehebat apa jika kau berhadapan denganku." Satu hal yang membuat Reya tertarik adalah, hampir tidak ada jadwal kosong dari data pria itu yang tidak mengisi harinya sebagai penjahat terkenal. Selalu saja ada kasus yang mengaitkan namanya, tapi itu tidak cukup untuk dijadikan bukti bila ingin menangkapnya. Reya begitu penasaran, sasarannya kali ini apakah berasal dari orang tunggal yang memang memiliki kehebatan tak tertandingi, atau ada organisasi tertentu yang memeng melindungi? Namun, dari data yang ia terima, sama sekali tidak menyinggung orang lain. Bahkan daftar keluarganya pun sangat bersih. Terakhir, nama kota yang bercetak tebal membuat Reya semakin tertarik untuk segera bertemu dengan targetnya. DUBAI. Ya, pria itu akan berada di Dubai dalam waktu dekat. Begitulah informasi yang tertulis pada lembaran terakhir, lengkap dengan paspor palsu yang sengaja tidak dicetak nama asli Reya disana. Sedang ia mengamati gambar itu dengan seksama, Reya dikejutkan dengan getaran ponsel di sampingnya. Segera ia membuka pesan berupa perintah tentang hal apa yang harus dilakukannya pada pria itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN