Bab 3 : Malam Ini, Esok, dan Seterusnya

1078 Kata
Tangan mengepal di sisi tubuh, dan mata yang berubah tajam, belum cukup untuk menunjukkan semua amarah yang menumpuk dalam diri Chandra. Pria itu sangat-sangat marah. Ia seperti harimau yang siap memangsa gadis yang keluar dari rumahnya itu. Chandra menyalakan motornya, kemudian sedikit bergerak maju untuk menutup akses keluar Mishall dari pekarangan rumahnya. “Naik!” pinta Chandra tegas. “Pak Chandra?” Sebentar saja, Mishall terkejut atas sambutan gurunya. Gadis itu tersenyum menyeringai kemudian bergegas naik. Tanpa diminta, kedua lengan kurusnya memeluk pinggang Chandra sesaat sebelum motor bergerak cepat menjauhi rumah. “Mau ke hotel mana, Pak?” tanya Mishall dengan suara tinggi. Ia tidak segan untuk menggerakkan telapak tangannya di perut gurunya itu. Menyentuh dengan gerakan s*****l. Chandra tidak menjawab, sebaliknya, mengetatkan rahangnya, kemudian menambah kecepatan. Motor menuju ke apartemen Tristan yang kosong—sebelumnya Chandra sudah hubungi. Matanya terus menunjukkan kilat marah hingga motor terparkir. Chandra menggenggam tangan Mishall memasuki apartemen. Bukan sebuah genggaman mesra seperti pasangan biasanya, lebih ke menyeret paksa Mishall. Hanya saja, karena gadis itu terlalu penurut dan amat antusias, ia malah menerima dengan senang hati semua perlakuan buruk Chandra malam ini. Memasuki apartemen, Chandra segera menutup pintu, dan memasukkan kuncinya ke dalam saku celananya. Ia sedikit mengangkat sudut bibirnya, dan tidak menjauhkan pandangannya dari mata monolid Mishall. “Buka bajumu!” pinta Chandra. Hanya sebuah suara, yang bahkan hampir setiap malam Mishall dengar dari berbagai lelaki berbeda, tetapi hanya suara Chandra yang berhasil membuat bulu kuduknya berdiri. Mungkin karena suara gurunya terlalu maskulin dan seksi ketika menyapa telinga Mishall. Mungkin juga karena ia merasa tertantang melakukan hubungan gelap dengan gurunya sendiri. Atau mungkin, karena pria itu adalah Chandra, bukan yang lain. Mishall tersenyum lebar dan segera mematuhi keinginan gurunya tersebut. Chandra melipat kedua tangannya di depan d**a,memandang tanpa minat pada Mishall yang sudah berdiri tanpa kain di tubuhnya. “Giliran Bapak. Sini, saya bantu.” Mishall mengulurkan tangan, tetapi segera ditepis oleh Chandra. “Di kamar mandi.” Chandra bersuara rendah, dengan kepalanya bergerak memberi isyarat. Mishall mengangguk, kemudian berjalan terlebih dahulu ke tempat yang Chandra maksud. Ia berdiri dengan sedikit berjinjit di hadapan wastafel. Sebentar pun tidak pernah menghilangkan senyum di bibirnya. Ia menawarkan tubuhnya sukarela saat Chandra sudah berdiri di belakangnya. Namun, bukan seperti impian Mishall, Chandra malah mencekik Mishall dari belakang dan menempelkan wajahnya di cermin. “Sudah saya bilang, hubungan kita hanya sebatas kencan satu malam! Kenapa kamu kirim videonya ke istri saya, hah? Apa maksud kamu? Kamu mau menghancurkan pernikahan saya.” Chandra menggeram, dengan raut wajah yang benar-benar marah. Bahkan, Mishall tidak ingat bagaimana rasa antusiasmenya tadi. Ia begitu ketakutan dan terengah saat kakinya mengais-ngais di lantai kamar mandi. Ia takut jika gurunya kehilangan kesadaran dan menyakitinya di sini tanpa ada yang tahu. “B-bukan, Pak. Bukan saya. Sumpah.” Mishall mengeluarkan sisa-sisa suaranya. Pasokan udaranya benar-benar tertahan, dan ia butuh segera bernapas. “Saya bahkan nggak tau istri Bapak.” Chandra melepaskan cekikannya. Bekas merah tercetak jelas di belakang leher Mishall yang seputih s**u. Mishall seketika luruh dan terduduk di lantai. “Bagaimana saya bisa percaya sama omongan kamu? Apa buktinya? Istri saya dapat videonya dari mana kalau bukan dari kamu? Ah, dan yang lebih penting, untuk apa kamu memvideokan kegiatan malam itu? Kamu mau menjebak saya?” Deretan pertanyaan itu Chandra ucapkan dengan gigi saling menekan kuat. Kilat matanya belum mereda. “S-saya cuman iseng videoin, Pak. Sumpah. Malam itu, menurut saya ... paling berkesan. Saya ... b******a dengan guru saya sendiri.” Mishall terbata menjelaskan. “Videonya saya simpan di hape. Nggak pernah saya kasih ke siapa-siapa. Beneran cuman buat konsumsi pribadi, Pak.” “Hape?” Chandra bergumam, kemudian keluar kamar mandi. Sebelumnya, ia mengunci pintunya dari luar, mengabaikan teriakan Mishall yang meminta dilepaskan. Chandra tidak acuh, saat memungut tas Mishall dan mencari ponselnya. Setelah menemukan, pria itu malah berdecak kesal saat mendapati smartphone berlogo apel gigit itu butuh sidik jari. Terpaksa, dengan langkah malas, Chandra membuka kamar mandi. Ia sejenak tertegun melihat Mishall yang meringkuk ketakutan di dekat pintu. Matanya sembab penuh air mata. Chandra mencibir. Siksaan seringan itu sudah membuat gadis ini begitu cengeng. “Sidik jari, baru saya lepaskan dari sini.” Chandra mengulurkan ponsel Mishall. Gadis itu setengah ragu memberikan apa yang Chandra minta, setelahnya, pria itu mencari semua foto-foto dan video kebersamaan mereka kemarin malam. Ia menghapus semua file beserta jejaknya. “Ada yang pernah pegang hape kamu tadi, atau kemarin?” tanya Chandra, takut jika video itu lebih banyak dimiliki oleh orang lain. Mishall menggeleng pelan. “Keluar!” titah Chandra, kemudian meninggalkan kamar mandi, dan duduk di pinggiran tempat tidur. “Pakai pakaian kamu. Saya tidak tertarik dengan anak di bawah umur.” Mishall mencibir dengan wajah setengah kesal, kemudian kembali berpakaian. Ketika ia akan keluar, ia menyadari pintu belum terbuka. “Pintunya masih kekunci, Pak!” kata Mishall, memberitahu. “Kan saya bilangnya tadi kamu keluar dari kamar mandi, bukan dari kamar ini,” jawab Chandra santai, kemudian merebahkan dirinya. Ia masih sibuk mengecek semua file Mishall dan bergidik ngeri. Gadis 17 tahun ini sudah berhubungan dengan banyak sekali pria hanya demi kesenangan. Chandra seketika menghakimi Mishall menderita nymphomania. “Bapak, ish! Saya punya banyak pelanggan di luar sana! Bapak ....” Mishall menggeram kesal, meronta-ronta marah. “Gara-gara Bapak, saya kehilangan 2 juta malam ini.” “Hanya demi 2 juta, Mishall, kamu jual diri kamu?” Chandra seketika bangun dan fokus pada gadis itu. Cukup menyayangkan, padahal dulunya ia termasuk siswi cerdas. “Harga tubuh kamu cuman 2 juta?” Chandra mendengkus geli. “Bapak nggak bakalan ngerti!” kata Mishall, datar. “Karena Bapak nggak pernah rasain apa yang saya rasain.” “Orangtua kamu masih ada, kan?” tanya Chandra. Mishall terdiam, Chandra tahu itu sebagai jawaban iya. “Orang tua kamu masih kasih kamu uang jajan, kan? Kebutuhan sekolah kamu masih mereka penuhi, kan? Eh, Orang tua kamu tahu pekerjaan kamu ini?” “Bapak nggak usah ikut campur!” “Cuman supaya terlihat kaya, kamu jual diri kamu seharga 2 juta?” Chandra menggelengkan kepalanya takjub. “Saya bayar kamu 3 juta, tidur di sini, jadi anak baik, dan ikut saya besok satu hari penuh.” “Apa?” Mishall tidak mengerti dengan ucapan gurunya. “Ikut saya besok. Saya tunjukkan hasil apa yang akan kamu dapat dari pekerjaan kamu ini.” Chandra mengulang. “Kamu, masih dalam pengawasan saya! Sebelum saya tahu sumber video yang istri saya dapat, kamu tidak akan pernah saya lepaskan!" ancam Chandra. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN