bc

15 Menit Untuk Aalisha

book_age18+
2
IKUTI
1K
BACA
love-triangle
fated
goodgirl
drama
no-couple
faceslapping
crime
love at the first sight
surrender
Neglected
like
intro-logo
Uraian

“Namaku Aalisha Syaresya,

Pernahkah kalian ada di posisi kemarin masih merasakan suasana hangat bersama keluarga, namun keesokanya kalian harus melewati mimpi buruk yaitu kehilangan kehangatan keluarga selama-lamanya?. Itulah yang kulalui, hidup tanpa tujuan, tanpa

kehangatan, tanpa adanya semangat, tanpa adanya teman.

Remaja seusiaku seharusnya bisa main dan menikmati hidup, tertawa haha hihi, punya kisah cinta. Namun sepertinya aku tidak akan bisa seperti itu. jika Tuhan memberiku sebuah Satu permintaan, aku hanya ingin setidaknya 15 Menit saja aku ingin merasakan hal yang tak pernah ku rasakan dalam kehidupanku.”

chap-preview
Pratinjau gratis
Kehidupanku Yang Baru
“Andai semua kehidupan baru itu bahagia, mungkin aku akan merasakan hal yang sama, namun kehidupan baruku ini awal dari penderitaanku” *** BYUURR    “Hahhh!” Siraman air itu datang dari bibi gadis yang tengah tertidur dengan pulas, namun sekarang dirinya basah kuyup.    “Hei Aalisha, kau pikir ini hotel hah? Cepat bangun!” ucap bibi Aalisha dengan nada kasar.    Nyawa Aalisha belum sepenuhnya pulih. Bagaimana tidak, orang yang semula tertidur tiba-tiba harus dibangunkan secara mendadak dengan air yang dingin.    “Bibi?” ucap Aalisha dengan ekspresi tak percaya.    “Apa?!”    “Kenapa bibi begini lagi pada Aalisha?”    “Hahaha, kamu pikir aku akan baik hati kepadamu seperti kemarin? hahaha, bagus kan aktingku kemarin?” ucap Halena- bibi Aalisha tersebut dengan mencengkram dagu Aalisha.    Aalisha yang mendengar ungkapan dari mulut Halena hanya bisa terdiam dan berpikir apa semua ini nyata.    “Oh ya! mulai saat ini kamu gak perlu sekolah. Aku nggak sudi ngeluarin biaya lagi buat kamu, uang asuransi ayahmu juga udah habis!”    Halena melepaskan cengkramannya pada dagu Aalisha dan hendak keluar dari kamar Aalisha. Namun kakinya terasa berat karena Aalisha tiba-tiba memegangi kakinya dengan raut wajah khawatir.    “Bibi, tolong biarkan aku sekolah bi. Aku sudah kelas 3 SMA, sayang kalau nggak dilanjutin bi tolong,” ucap Aalisha dengan memelas.    Halena mendorong Aalisha hingga tersungkur, “Hei bocah tak tau diuntung, memangnya kau akan bayar Spp dengan daun?!” ucap Halena dengan wajah mengejek dan menghampiri Halena yang tengah tersungkur.    “-gak ada gunanya juga sekolah, masa depanmu itu suram. orang tua juga gak punya, kamu harus bersyukur masih dikasihani oleh kami,” lanjutnya.    Aalisha yang mendengar itu seperti tertusuk beribu jarum, rasanya sakit sekali. Ia mengira bahwa bibinya sudah berubah karena kemarin bibinya bersikabaik kepadanya saat kakek berkunjung. Ternyata itu cuma sandiwara belaka. Sebenarnya ia ingin sekali brontak dan marah saat bibinya berkata seperti itu, namun ia harus menahanya karena ia tak mau bibinya balik marah dan benar- benar tak mengizinkanya sekolah.    “Aku akan bekerja bi, biar bibi nggak usah keluarin biaya lagi buat Aalisha,” ucap Aalisha dengan memohon.    “Enak saja! kamu mau kerja terus uangnya buat kamu sendiri gitu? Ingat kamu harus bayar hutang pada kami!”    “Hah, Hutang apa bi?”    “Dasar anak tak tau malu, Kau kira uang asuransi ayahmu itu cukup untuk biayain kamu sampai besar gini hah!” bentak Halena pada Aalisha.    “Lalu aku harus bagaimana bi hiks?” isak Aalisha, tangisan Aalisha pecah, ia sudah tak bisa menahanya. Bibi yang selalu dia sayangi ternyata segitu teganya pada dirinya.    “Kerjalah di klub malamku pada hari Sabtu dan minggu, jadi carilah kerja part time yang bisa menyesuaikan jadwal kerjamu di klubku,” ucap Halena dengan ekspresi puas.    Halena sangat senang sekali kalau keponakanya ini menderita, entah karena apa ia sampai jahat kepada anak dari kakak kandungnya sendiri.    “Iya bi, aku akan turuti kata bibi, asal aku boleh sekolah,” ucap Aalisha dengan air mata yang tetap mengalir.    “Terserahmu saja,” ucap Halena lalu meninggalkan Aalisha yang tengah menangis.    Aalisha masih menangis sesenggukan karena ulah bibinya. Namun beberapa menit kemudian ia bangun dari posisi duduknya dan menuju kamar mandi untuk bebersih diri, apalagi ia tak mungkin berlama-lama dengan piyama basah. Setelah mandi ia mengambil buku Diarynya dan menulis sesuatu di sana. Ayah, Ibu….. Apa kabar? Aalisha harap ayah sama ibu bahagia di sana hehehe. Ayah sama ibu jangan khawatirin Aalisha ya, Aalisha sudah besar loh. Ayah sama ibu masih ingat kan hari ini ulang tahun Aalisha ke-17, sudah 10 tahun ayah sama ibu pergi tanpa mengajak Aalisha.    Tanganya tiba-tiba berhenti, namun air matanya semakin deras mengalir. Ia tak sanggup menahan beban yang sangat berat ini. Namun ia harus tetap kuat demi nyawa pemberian dari ayah dan ibunya. Ayah, Ibu… Apa kalian tidak bisa meminta kepada Tuhan agar aku dijemput dan hidup bersama kalian saja di sana? Aalisha benar-benar rindu sama ayah dan ibu. Disini Aalisha selalu menderita. Aalisha pengen bahagia kayak dulu lagi sama ayah sama ibu. Bibi sangat jahat pada Aalisha. Ah sudahlah ayah ibu, bukan waktunya bilang seperti ini di hari ulang tahun Aalisha. Aalisha cuma berharap ayah sama ibu bahagia disana. Aalisha disini akan tetap bertahan demi ayah dan ibu tersayang. Aalisha sayang ayah dan ibu.. Happy Sweet Seventeen Aalisha Saresya    Ditutupnya buku dairy tersebut lalu dipeluknya dalam dekapan. Hari ini hari Ulang tahunya sekaligus hari dimana dirinya kehilangan keluarganya yang hangat dan menyayangi dirinya. Hari dimana seharusnya menjadi hari yang bahagia kini hanya dipenuhi dengan tangisan.     “Kukira bibi kemarin udah mulai sayang Aalisha,” isak Aalisha. Ingatanya kembali saat melihat bibinya tiba-tiba memeluknya kemarin. Pukul 19.30    Mobil Alpart hitam berhenti di depan rumah mewah, seorang pria berumur setengah abad turun dari mobilnya dan berjalan ke dalam rumah tersebut. Umurnya 52 tahun, namun ia masih terlihat muda, tampan dan berwibawa.    “Halena.”    Pria itu memanggil nama si pemilik rumah mewah bewarna putih tersebut. seperti rumah sendiri, pria itu langsung duduk di sofa sambil menanti Halena datang. ***    “Halena.”    ‘Hah ada yang manggil bibi, siapa ya? Aduh bibi belum pulang lagi’ ucap Halena dalam hati, ia takut jika ada pelanggan club malam Halena bertamu di rumah, karna sudah dipastikan orang seperti itu pasti punya pikiran yang kotor. Tapi di lain sisi ia khawatir kalau itu tamu penting bibinya, kalau sampai diabaikan dirinya pasti akan kena marah.    Dengan pelan-pelan dirinya melihat siapa yang bertamu, Aalisha mengintip dibalik tembok pemisah antara ruang tamu dan ruang keluarga. Ia melihat sosok yang dikenalinya duduk di sofa.    “Kakek,” panggil Aalisha.    Ternyata tamu itu adalah kakeknya, sudah lama sekali kakeknya tidak berkunjung, terakhir berkunjung saat pemakaman kedua orang tua Aalisha.    “Oh kamu, bibimu di mana?” Tanya Faris- kakeknya Aalisha.    “Itu kek bibi masih belum pulang,” ucap Halena dengan sedikit takut.    Ia merasa sangat canggung dengan kakeknya, karena kakeknya sangat berwibawa dan dari ia kecil tak pernah bermain dengan kakeknya.    “Sebentar ya kek, Aalisha buatkan teh.”    “Emang bisa? Kamu dari dulu kan manja,” ucap Faris dengan nada dingin.    Aalisha terkejut dengan ucapan kakeknya, manja? Kapan Aalisha manja. Terakhir kali Aalisha manja hanya dengan kedua orang tuanya dan kakeknya pun tidak mengetahui kemanjaan dirinya ke orang tuanya.    ‘Kakek kenapa jadi seperti ini? meskipun dari dulu kakek nggak pernah main sama aku, kakek ga pernah bicara seperti ini,’ ucap batin Aalisha dengan heran.    “Bisa kok kek, Aalisha juga bukan anak yang seperti kakek sangka. Aalisha nggak manja,” ucap Aalisha memberanikan diri. Ia tak mau kakeknya salah paham kepada dirinya.    Faris mengernyitkan wajah, “ya memang kamu tak seperti yang ku sangka, ternyata kamu bisa menghilangkan nyawa anakku.”    Mata Aalisha terbelalak, ia tak menyangka kakeknya dengan tega mengatakan seperti itu, seakan-akan kematian orang tuanya itu adalah ulahnya.    “Tapi kek Aalis-“    “Papa disini?”    Belum selesai Aalisha membantah omongan kakeknya tadi, tiba-tiba Halena datang dan memotong ucapanya.    “…” tak ada jawaban dari Faris.    Halena langsung berjalan mendekati Aalisha dan Faris.    “Sudah lama sekali papa tidak kemari, biar aku buatkan minuman buat papa,” ucap Halena dengan senyum manis.    “Dan Aalisha, duduk saja temani kakek, kamu pasti capek setelah belajar,” ucap Halena lembut sambil mengelus kepala Aalisha.    Aalisha yang melihat perlakuan bibinya berubah dari yang biasanya hanya bisa mematung. Ia sangat terkejut sekaligus senang, akhirnya bibinya bisa memperlakukan dia sebagai keponakanya.    Aalisha duduk di depan kakeknya, ia hanya bisa menunduk karena tidak nyaman berada di situ. Ia juga tak ada niat melanjutkan ucapanya yang terpotong oleh kehadiran Halena tadi. Selang beberapa menit Halena muncul membawa teh dan cemilan.    “Silahkan diminum pa.”    Faris meminum tehnya dan mulai membuka pembicaraan.    “Halen, Apa anak ini sangat merepotkan?” Tanya faris, tatapanya begitu tajam kepada Aalisha.    Aalisha hanya bisa menunduk mendengar kakeknya bertanya seperti itu kepada bibinya, ia takut bibinya akan menjawab yang macam-macam.    “Tidak pa, Aalisha sudah kuanggap seperti anak sendiri, mana mungkin anak mas Athan merepotkanku,” ucap Halena dengan senyum manis.    Aalena terkejut untuk yang kedua kalinya, ia tak menyangka bibi nya bilang seperti itu, ia menatap Halena dengan tatapan yang heran.    “Hah syukurlah kalau begitu, tetap jaga dia meskipun merepotkan. Bagaimanapun juga dia anak dari anak kesayanganku, mengerti kamu,” ucap Faris dengan menatap tajam Halena.    Faris sangatlah menyayangi athan daripada Halena karena ia sangat mengharapkan anak laki-laki untuk pewaris hartanya, bahkan saat masih kecil Halena tidak mendapatkan kasih sayang yang didapatkan Athan. namun karena Athan sudah meninggal Faris sangat sedih, dan ia menganggap kalau hal ini terjadi karena anak mereka yaitu Aalisha.    “Iya pa, aku akan jaga Aalisha, papa lihat sendiri Halena sudah berhasil membesarkan Aalisha hingga secantik ini kan, apa papa masih ragu pada halen?”     Halena mengaitkan tanganya ke pundak Aalisha, ia merangkul Aalisha dan mengelus kepalanya.    “Halen sagat sayang Aalisha pa, aku juga sampai sekarang belum bisa punya anak, jadi halen sudah sperti anak kandungku,” lanjutnya.    Faris tersenyum miring melihat kemesraaan anak dan cucunya, “kau menyayanginya bukan karena harta warisan kan?” ucap faris yang membuat Aalisha berekspresi datar dan Halena yang terkejut.    “ma-mana mu-mung-kin aku sejahat itu pa,” ucap Halena dengan terbata-bata.    ‘apa mungkin bibi selama ini menginginkan harta kakek?, lalu hari ini kenapa bibi memelukku dan membelaku di depan kakek?, tuhan aku harap bibi memang sudah berubah menyayangiku’ batin Aalisha bergemuruh.    “baguslah kalau begitu, jangan sampai aku malu menganggapmu sebagai anak halen” ucap faris dengan tegas , ia berdiri dan melangkahkan kakinya ke luar rumah. Halena ikut berdiri, “papa sudah mau pulang? Ah biar halen antar sampai depan”    Halena dan alisha mengantar faris sampai depan rumah. setelah mobil faris melaju meninggalkan rumah Halena pergi ke dapur untuk membersihkan cemilan dan cangkir teh tadi dan alisha tak mau ambil pusing, ia sangat senang bibinya hari ini memeluknya dan tidak membentaknya. Ia pergi ke kamar dan tidur dengan nyenyak.    Tanpa sepengetahuan Aalisha, malam itu Halena terlihat sangat kacau dan tatapan matanya kosong. ia membereskan cemilan ayahnya dan bergegas ke kamarnya untuk mandi, kamarnya sepi karena suami Halena sedang dinas ke luar kota. Setelah mandi Halena duduk di kasur dan menyelimuti dirinya, tatapanya masih sama.    “Papa kenapa gak bisa sayang Halena?” ucap Halena dengan tatapan yang masih kosong.    “Halena salah apa sama papa? Halena juga butuh kasih sayang papa, bukan Kak Athan saja yang butuh kasih sayang papa” air mata Halena turun menyusuri wajahnya.    Sepertinya Halena merasa sedih karena orang tuanya lebih menyukai Athan dari pada dirinya. Wajah Halena mulai menunjukkan kesedihan, ia menangis.    “Seharusnya papa juga sayang Halena! Kak athan sudah mati, mati pa!” isak Halenas    “AAAAAAHHHHH!” teriak Halena dengan frustasi.    Ia menjambak rambutnya sendiri secara brutal. Halena sangat trauma mendalam kepada papanya, dari kecil memang Halena tak pernah dianggap ada oleh papanya. Hal itulah yang mungkin menjadi alasan mengapa ia sejahat ini pada Aalisha, padahal Aslisha tidak mengetahui apapun.    “Kak athan ternyata kematianmu percuma saja, papa masih sama. Hahahahah lihat saja nanti kak, kamu akan melihat anakmu tau bagaimana perasaanku selama ini hahahahaha!” ucap Halena dengan pandangan kosong, mata yang menangis dan bibir yang tertawa.    Ia seperti orang yang menderita sakit jiwa. Halena mengusap air matanya dan tersenyum licik.    “Lebih sakit ketika kita tidak bisa menolong seseorang yang kita sayangi disakiti kan, hihihi lihat saja kak Athan, kamu akan merasakan kesakitan itu saat melihat anakmu ku sakiti hihihi.”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

GARKA 2

read
6.1K
bc

Perfect Revenge (Indonesia)

read
5.1K
bc

Super Psycho Love (Bahasa Indonesia)

read
88.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.4K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.2K
bc

TERNODA

read
198.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook