2. Tawanan Langit

1079 Kata
“Apa yang mereka kerjakan sampai tidak becus menjaga satu wanita saja, huh?” Langit mengeram, di mengumpat sepanjang perjalanan. “Saya yang lalai, Tuan. Saya akan memberikan mereka pelajaran.” Rahang Langit mengeras, dia tidak habis pikir bagaimana bisa menjaga satu wanita saja tidak bisa. Bahkan sudah beberapa kali mereka kehilangannya. “Cari sampai ketemu,” geramnya. Dia ingat jika Jagad memintanya untuk menyerahkan sepenuhnya kasus kematian adik dan sang mama kekepolisian, itu benar dia lakukan. Namun hanya David, tidak Renata. Renata dinyatakan bersalah tapi ditahan karena kondisi mentalnya karena itu di rawat di rumah. Sayangnya itu tidak luput dari uang Langit. Dia tidak rela jika Renata mendapatkan hukuman yang sangat ringan. Sebuah Villa di pinggiran kota miliknya, tempat di mana dia mengurung Renata. Begitu banyak pengawal serta keamanan ketat, tapi masih saja wanita itu meloloskan diri. Ponsel Marvin bergetar menampilkan nomor anak buahnya. “Bicara!” “Nona Renata di kantor polisi,” jelas pria di seberang panggilan. Marvin memutar arah menuju kantor polisi, dia tahu jika mereka harus berurusan dengan polisi. Renata memang selalu saja ke kantor polisi jika ingin melarikan diri. Jelas sekali tujuan adalah melaporkan dirinya mendapatkan penyiksaan, sayangnya tidak ada yang percaya. Bahkan keadaan tubuhnya baik-baik saja. Dari kaca raut wajah tuannya begitu flat, dia tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan pria itu kali ini. Dulu, Renata menjadi wanita satu-satunya di bela habis-habisan, hingga beberapa bulan lalu hidupnya berubah menjadi wanita paling dibenci oleh Langit. Tatapan Langit berubah saat turun dari mobil, saat mereka sampai di depan kantor polisi. Dia masuk diikuti oleh Marvin di belakangnya. Diam. Dari kejauhan dia bisa melihat Renata yang berusaha bersembunyi darinya. “T-tidak, aku tidak mau ikut dengannya. Dia pria yang menyiksaku. Tolong tangkap dia,” seru Renata dengan suara ketakutan sambil menunjuk ke arah Langit yang baru saja masuk. Langit menatap tajam ke arah Renata kemudian melirik pria yang dikenalnya, Rendra. Pria itu hanya diam berbeda dari beberapa bulan yang lalu. Persekian detik kemudian, Langit menghela napas panjang dan mengubah raut wajahnya, dia menatap sendu ke arah Renata. “Sayang, jangan membuatku cemas seperti ini. Ayo kembali, aku khawatir saat mereka melaporkanmu kabur,” ucap Langit. Bakat acting Langit sangat luar biasa, walaupun itu tidak natural di mata Rendra. Pria itu tahu jika Langit jelas melakukan sesuatu pada Renata. “Tidak. Aku tidak mau. Aku tidak ingin kembali padamu,” bentak Renata membuat rahang Langit mengeras, emosinya benar-benar sedang dipancing oleh Renata. Wanita itu benar-benar berusaha untuk meraih lengan salah satu polisi dan bersembunyi di belakangnya. “T-tolong, aku tidak mau ikut pria itu. Dia melukaiku, jika aku ikut dengannya, aku pasti akan disiksa olehnya.” Renata meminta pertolongan. Langit tersenyum. “Maaf, kekasih saya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja karena kehilangan sahabatnya. Dia sedang dalam perawatan oleh dokter kejiwaan.” “Saya tidak gila, Langit. Kau yang membuatku seperti ini, seperti orang gila!” Pembelaan Renata membuat emosi Langit semakin bertambah. Marvin hanya bisa menatap wajah sang tuan yang tengah berusaha mengontrol emosi untuk tidak marah. Rendra melihat Langit tapi yang dia dapatkan hanya sudut bibir pria itu yang terangkat, menandakan jika tidak bisa ikut campur. Mengingat ancaman Langit saat itu membuat Rendra tidak bisa mengusik apapun yang dilakukan Langit, memilih menutup mata. “Sayang, dokter akan datang sebentar lagi,” bujuk Langit. “Tidak. Mereka bukan dokter. Mereka orang suruhanmu, aku tidak mau ikut.” Renata benar-benar keukeh dengan pendiriannya. Dia sudah berusaha melarikan diri dari Villa terkutuk itu. Langit mendekat ke arah Renata, menariknya dengan sedikit kasar, membuat wanita itu meringis. “Sakit, ini sangat sakit Langit,” keluh Renata berusaha melepaskan cengkraman tangan Langit. “Jika sakit seharusnya kau tidak mengulangi kesalahan yang sama,” geram Langit berbisik di telinga Renata. Hanya wanita itu yang mendengar apa yang dikatakannya membuat bulu kuduk Renata merinding. “Ikut denganku baik-baik, aku akan menyeretmu jika kau tidak ikut denganku. Jangan membuat emosiku semakin naik, babe. Ikuti, akan sangat menyakitkan jika kau semakin membantah!” ancam Langit. Renata merinding dibuatnya, bahkan dia berusaha menahan diri untuk menangis walaupun akhirnya dia meneteskan air mata. Dia benar-benar memikirkan bagaimana nasibnya. “Ayo, Sayang,” seru Langit sambil lepaskan jas dan memakaikannya pada Renata. “Terima kasih, jika kekasih saya datang ke sini lagi. Silakan hubungi saya, saya akan datang menjemputnya. Kondisi mentalnya sedang terganggu dia butuh dokter, kadang dia lupa siapa dirinya,” jelas Langit berbohong. Marvin pun ikut kembali, selepas mereka pergi terdengar suara sumbang. “Apa benar wanita itu sakit mental? Dia terlihat waras di mataku.” “Kau tidak tahu jika wanita yang membunuh adik dan ibunya? Aku sangat tidak percaya jika dia merawatnya.” “Pak Rendra, bukankah Anda yang menangani kasusnya?” Rendra tidak menjawab lebih detail. Memang dia menangani kasus Renata tapi dia sudah melakukan tugasnya. Suara sumbang yang selalu didengar Langit, sayangnya dia memiliki kuasa, uang bisa menutup kasus itu dengan bagus. Di dalam mobil, Langit tidak bisa menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya saat itu juga. Dia segera mencengkram rahang Renata. “Apa kau ingin melihatku melakukan hal gila lagi padamu, huh? Katakan jika kau ingin aku melakukannya lagi, b***h!” Keluar ringisan dari bibir Renata, cengkraman Langit benar-benar kuat di rahangnya. “Langit sakit!” ringis Renata, air matanya bahkan keluar dari sudut matamu. “Sakit? Ini tidak sebanding dengan apa yang kau lakukan. Bukankah aku sudah katakan padamu jika aku akan membuat hidupmu sangat menderita?” “T-tapi ini sangat sakit!” “Kau berani melawanku, babe, huh? Berani sekali kabur dan pergi ke kantor polisi. Sepertinya aku harus memberimu hukuman lebih dari sebelumnya agar kau tidak mengulangi kesalahan yang sama,” geram Langit. Tidak ada lagi tatapan cinta seperti dulu, jika dulu pria itu akan melakukan apapun untuknya. Namun setelah semuanya terbongkar semuanya berbalik. Renata menyadari jika cinta Langit padanya hanyalah sebuah hasil manipulasinya, tidak ada ketulusan walaupun dia mencintai pria itu. Melihat Renata meringis membuat kilasan perbuatannya pada Danas dahulu, ia segera melepaskan cengkramannya dengan sangat kasar. “Cih!” Marvin tidak bisa berkata-kata, dia hanya focus menyetir membawa Renata kembali ke Villa. Mood Langit benar-benar buruk. Bermimpi buruk ditambah kondisi putrinya menurun, tiba-tiba mendapatkan telpon Renata kabur. Beberapa petugas berlari ke arah mobil Langit yang baru saja sampai. “Langit please, aku tidak mau kembali ke dalam. Aku tidak mau. Mereka sangat kasar!” pintah Renata sambil memegang erat pegangan mobil, dia tidak ingin kembali ke penjaranya. “Kau keluar sendiri atau kuseret?” Itu bukan sebuah pilihan yang sangat bagus bagi Renata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN