Satu setengah jam sudah Ayana sudah lewati dengan berada di ruang kerja Rafa. Akhirnya berkas-berkas yang ia rapikan telah selesai. Ayana bergegas menghampiri rak yang berada di samping meja kerja Rafa lalu meletakkan berkas-berkas yang sudah ia urutkan pada rak tersebut..
"Sudah selesai, Ya?" tanya Rafa yang disambut dengan anggukan dari Ayana. Ayana tidak langsung pergi ia kembali duduk ke sofa. Ia membiarkan Rafa memeriksa pekerjaannya terlebih dahulu. Namun nyatanya, lelaki itu tidak segera memeriksanya.
"Maaf, Pak. Apa ada lagi yang bisa saya bantu?" tanya Ayana. Ayana melihat Rafa yang kembali menghentikan aktivitasnya menulis dan langsung mengalihkan pandangannya dari berkas yang sedang ia koreksi kepada Ayana.
"Mm.. maaf, kalau saya membuat Bapak kaget," ucap Ayana dengan menunduk.
"Santai aja Ya. Hmm..Tidak usah menunduk begitu. Lucu sekali kamu, Ya," ucap Rafa dengan tawanya. Ayana dengan cepat langsung mengangkat kepalanya untuk menatap Rafa. Hanya beberapa detik, sebelum akhirnya ia kembali menurunkan pandangannya.
"Oh iya, Ya. Ada yang ingin kutanyakan padamu," ucap Rafa. Ayana kembali mengangguk.
"Eh-Ehm Silahkan, Pak,” ucap Ayana dengan gugup.
"Saya kayak nggak asing sama kamu, Ya. Apakah kita sudah pernah kenal sebelumnya?" ucap Rafa.
“Ehmmm,” gumam Ayana dengan ekspresi bingungnya.
"Bagaimana, Ya?" tanya Rafa dengan mengerutkan keningnya.
"Saya dulu pernah menjadi adek kelas Bapak saat SMA. Saya dulu pernah wawancara dengan Bapak saat mendaftar sebagai anggota OSIS, Pak,” ucap Ayana dengan menunduk.
"Ahh.. Saya ingat sekarang kamu Ayana anak PSDM ya?" tanya Rafa lagi. Ayana tersentak dengan pertanyaan Rafa. Ternyata Rafa mengingatnya walaupun mereka jarang berinteraksi saat dulu di SMA. Ayana pikir Rafa tidak akan mengingatnya sama sekali karena Rafa memiliki banyak kenalan saat SMA apalagi Rafa seorang ketua OSIS yang famous dulu di sekolahnya jadi banyak sekali perempuan yang mendekatinya atau caper padanya.
"I-ya, Pak. Saya anak PSDM,” ucap Ayana dengan gugup.
"Ternyata dunia sempit sekali ya. Pantesan saya merasa kayak pernah kenal dengan kamu tapi saya ragu karena sekarang kamu terlihat berbeda," ucap Rafa dengan tawanya. Rafa tersenyum melihat Ayana yang masih menunduk dengan meremas telapak tangannya sendiri di hadapannya.
"Kamu nggak usah canggung dengan saya lagi sekarang, Ya. Kan kita dulu pernah saling mengenal. Lagian kalau kita akrab kita akan mudah untuk saling bekerjasama. Angkat kepalamu, Ya. Haha," Ucap Rafa. Ayana menelan salivanya dengan kasar dan langsung mendongakkan kepalanya pada Rafa.
"Ba-baik, Pak," jawab Ayana setengah terpaksa.
“Oke. Kamu bisa kembali ke mejamu, Ya. Selamat bekerja,” ucap Rafa dengan senyumnya.
"Kalau begitu saya permisi ya, Pak," pamit Ayana dengan menganggukkan kepalanya dan segera berjalan kearah pintu keluar ruangan Rafa.
Setelah keluar dari ruangan Rafa, Ayana benar-benar bingung dengan kondisi sekarang. Rafa sudah mengetahui bahwa mereka dulu pernah saling mengenal dan meminta Ayana untuk mengakrabkan diri dengannya. Semoga saja Ayana bisa bersikap profesional.
"Lama banget di dalamnya, Mbak?" tanya Aura. Saat Aura menghampirinya yang sedang melamun dengan pikirannya di depan pintu ruang kerja Rafa.
"Astaghfirullah.. Tadi Pak Rafa minta tolong ke aku untuk membantu mengurutkan berkas dan merapikannya, Ra," jawab Ayana dengan mengelus dadanya saat tiba-tiba wajah Aura berada tepat di depannya. Aura mengangguk paham kemudian melanjutkan langkahnya ke kamar mandi dan Ayana berjalan kearah meja kerjanya
Ayana melirik jam yang terdapat pada ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.40 WIB. Itu artinya sebentar lagi waktu istirahat akan berlangsung. Ayana mengecek aplikasi pesan berwarna hijau yang ada di ponselnya. Dugaannya benar, Wafiy telah mengiriminya pesan dari tadi.
'Makan siang barengnya jadi kan?' tanya Wafiy.
'Mas udah searching. Ada rumah makan enak di dekat kantor baru kamu. Namanya Rumah Makan Singkari. Mau bertemu di sana atau Mas jemput?'
Ayana tersenyum membaca pesan dari Wafiy. Namun sayangnya ia harus membalas Wafiy dengan membatalkan acara makan siang bareng tersebut karena ia harus ikut dengan Rafa untuk bertemu klien.
"Mbak kenapa nih sumringah banget kayaknya?” tanya Aura yang baru saja kembali dari kamar mandi.
"Ehh.. Enggak kok, Ra," jawab Ayana yang terkaget karena terlalu fokus dengan chatnya dan Wafiy sampai tidak menyadari bahwa Aura sudah keluar dari kamar mandi. Tanpa Ayana jujur pun, Aura dapat membaca jika gadis di sampingnya itu tengah kasmaran. Tampak dari pipinya yang merona setelah membuka pesan ponselnya. Dapat Aura pastikan, jika pesan itu berasal dari orang yang sangat spesial di hati Ayana, hingga pipi gadis itu bisa merona.
"Nggak papa kok, Mbak. Dari doinya ya?" ucap Aura dengan ekspresi jahilnya.
"Bu-bukan kok, Ra," ucap Ayana dengan gugup.
"Haha. Yaudah iya deh Mbak," ucap Aura dengan tawanya.
Tiba-tiba terdengar pintu ruangan Rafa terbuka dan keluarlah pemiliknya dari dalam dengan membawa tasnya. Lalu ia berjalan kearah meja Ayana dan dahinya mengernyit saat melihat Aura juga berada disana.
"Hai, Ra. Kok kamu disini? Ntar dicariin Arka noh. Udah mau makan siang lho," ucap Rafa.
"Santai sih, Pak. Ntar kalau butuh pasti nelpon kok. Mau kemana, Pak?" tanya Aura yang melihat Rafa membawa tasnya.
"Haha. Ada-ada aja kamu nih. Mau ketemu klien dari Aliana Group, Ra," ucap Rafa sambil menatap kearah Ayana yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam tasnya.
"Berarti Mbak Yaya ikut nih, Pak? Yah nggak bisa makan siang bareng dong," ucap Aura dengan cemberut.
"Iyalah, Ra. Kan Yaya sekretaris saya. Lagian kan kamu pasti bakal makan bareng Arka juga biasanya," Ucap Rafa dengan tawanya.
"Bosen banget sama tuh es batu, Pak. Udah gitu ngeselin pula bawaannya" ucap Aura dengan jengah, “Ya udah deh Pak, Mbak Ya aku balik ke mejaku dulu ya. Sebelum ada yang bawel ntar.”
“Udah siap kan, Ya? Ayo kita berangkat," ucap Rafa dengan senyumnya. Ayana meremas tangannya lalu bergegas langsung mengikuti Rafa dan berjalan disampingnya. Ia berniat untuk membawakan salah satu tas yang Rafa bawa.
"Hmm.. Boleh saya bantu, Pak?" tanya Ayana sambil mengarahkan pandangannya pada salah satu tas yang Rafa pegang. Rafa dengan reflek mengikuti arah pandangan Ayana dan langsung peka.
"Boleh, Ya. Tapi yang ini saja ya. Soalnya yang ini berat," ucap Rafa mengangsurkan tote bag berwarna hitamnya.
"Oh, kalau begitu baik, Pak," ucap Ayana menerima tote bag pemberian Rafa. Sebelum pergi, Ayana teringat akan sesuatu yang ingin ia tanyakan pada Rafa.
"Pak, Saya ingin bertanya. Klien Bapak Apakah laki-laki semua yang akan hadir nanti?” tanya Ayana dengan ragu.
"Nggak tahu, Ya. Tapi biasanya pimpinannya bawa sekretaris ceweknya sih. Kenapa, Ya?," jawab Rafa dengan menatap Ayana.
"Ehmm. Saya kira lelaki semua, Pak," ucap Ayana yang mendapatkan respon bingung dari Rafa.
"Kamu nggak nyaman ya kalau lelaki semua?" tanya Rafa.
"Hmm.. I-iya, Pak. Saya tidak terbiasa berinteraksi dengan lelaki," terang Ayana dengan gugup.
"Pantesan kamu canggung dengan saya. Tenang aja Ya biasanya pada sama sekretarisnya kok," ucap Rafa yang dengan reflek mengelus kerudung Ayana. Ayana benar-benar sangat kaget dengan perlakuan Rafa. Ia ingin menghindar, tapi tidak enak.
"Oh iya. Kenapa kok kamu jarang berinteraksi dengan laki-laki?" tanya Rafa dengan tatapan seriusnya.
"Karena Ayah saya selalu mengingatkan saya untuk tidak terlalu banyak berinteraksi dengan laki-laki yang bukan mahramnya kecuali hanya disaat genting saja," terang Ayana dengan lirih.
"Berarti selama ini kamu nggak pernah punya teman laki-laki?" tanya Rafa dengan ekspresi penasarannya.
"Belum ada, Pak," jawab Ayana .
"Wow. Mulai hari ini kalau begitu tolong kecualikan pada saya ya, Ya," ucap Rafa.
"Ba-Baik, Pak. Akan saya usahakan," ucap Ayana dengan ragu dan menunduk.
"Bukan apa-apa sih, Ya. Cuma kan aneh aja kalau di depan klien kita canggung,” Ucap Rafa dengan tawanya. Ayana menganggukkan kepalanya menyetujui permintaan Rafa dan masuk ke dalam mobil saat Rafa membukakan pintu mobilnya untuk Ayana.
TBC