Kinan menatap punggung Bram yang menyelinap ke arah pintu belakang yang memang jarang di buka. Dan ternyata dari sanalah jalan pintasnya saat bertemu Ayu agar tak ketahuan banyak orang.
Kinan menghela nafasnya yang semakin terasa berat. Dulu dia menikah dengan Bram karena berpikir Bram pria yang setia dan bertanggung jawab.
Ya, untuk tujuh tahun pernikahannya mungkin pria itu masih bisa memegang kesetiannya. Dan entah kapan awalnya dia berani berkhianat, namun jika di hitung kepindahan Ayu kesana yang belum sampai satu tahun mungkin perselingkuhan mereka juga belum lama terjalin.
Padahal sudah banyak pengorbanan Kinan untuk keluarga ini. Bagaimana dia bekerja keras agar memenuhi kebutuhan keluarga. Juga berusaha menjadi istri dan ibu yang baik untuk Bram dan Yumna.
Ponsel di tangan Kinan bergetar.
Bu Jani. Tetangga depan rumahnya.
Bu Kinan beneran loh barusan saya lihat ada bayangan lain di jendela rumahnya Bu Ayu.
Padahal saya udah tanya ketua Rt kalau gak ada laporan tamu di rumah Bu Ayu.
Kinan mendenguskan senyuman. Ternyata CCTV nyata itu lebih berguna.
Setelah ini apa?
Apa yang harus dia lakukan? Kinan memejamkan matanya mencoba menenangkan hatinya.
Dia ingin Bram dan Ayu merasakan akibat dari mengkhianatinya. Menggunakan uangnya untuk bersenang-senang di belakangnya. Ya, dia mungkin bisa mendapat bukti pengkhianatan itu. Tapi untuk uang, bagaimana dia bisa mendapatkan bukti kalau selama ini Bram memberikan uangnya pada Ayu.
Tangan Kinan bergerak menekan sebuah nomer yang ada di bagian atas sebab dia baru saja menghubungi orang tersebut beberapa jam lalu.
"Hallo, Gina. Gimana kamu udah dapat nomer pengacaranya?" Kinan melangkah kembali semakin dalam lalu menaiki tangga.
"Sudah Bu. Nanti saya kirim nomernya sama Ibu. Ngomong- ngomong buat apa Ibu pengacara perceraian?" tanya Gina di seberang sana.
"Saya mau bercerai."
....
"Dengan Bu Kinan?" Kinan mendongak dan menemukan seorang pria berstelan jas menghampirinya.
"Pak, Kai. Silakan duduk, Pak." Pria di depan Kinan mengangguk lalu mendudukkan dirinya.
"Jadi, gimana pak Kai?" Kinan menatap penasaran pada pria di depannya, menunggu apa yang akan pria itu katakan. Sebelumnya kinan sudah mengatakan lewat telepon tentang permasalahannya.
"Kalau seperti yang Ibu katakan. Bisa saja kalian bercerai dan Ibu yang dapat semuanya. Apalagi kalau ada bukti jika Pak Bram berselingkuh."
Kinan menghela nafasnya. "Sebenarnya semua properti atas nama saya. Tapi saya yakin suami saya gak akan membiarkan semuanya jatuh ke tangan saya." Dilihat dari tabiat Bram yang ternyata bermain di belakangnya, bahkan mulai berbohong tentang pendapatannya. Kinan yakin Bram tidak akan melepaskannya begitu saja.
"Semua properti di beli oleh ibu sendiri?" Kinan menggeleng.
"Mobil dan motor dengan uang saya. Tapi kalau rumah. DP awal dari suami saya. Lalu ada beberapa kali dia ikut membayar, dan sisanya saya." Tentu saja karena Bram tidak bekerja jadi dia yang membayar angsuran rumah yang mereka lunasi dengan mencicil selama 5 tahun. Adapun DP awal Bram membayar dari uang yang di berikan orang tuanya. Hanya saja dulu mungkin cinta Bram benar-benar untuknya hingga pria itu mendapftarkan rumah mereka atas namanya. Dan sekarang, entah bagaimana pria itu justru kecantol janda tetangga. "Tapi kalau di jumlah bisa setengah- setengah bahkan mungkin uang saya lebih banyak."
"Mobil dan motor mungkin bisa jadi milik Ibu. Tapi kalau rumah kita bisa minta pembagian harta."
Kinan menyandarkan punggungnya lelah. "Dan itu berarti selama ini saya gak pernah di beri nafkah oleh suami saya?" Jika Bram benar-benar tidak melepaskan rumah untuknya berarti selama ini pria itu hanya menumpang hidup padanya. Kenapa baru terpikir sekarang. Kenapa dulu dia menerima dengan hati yang ikhlas saat harus bekerja banting tulang, dan pada akhirnya ketulusannya di balas pengkhianatan.
"Gak masalah, tapi saya ingin hak asuh anak saya." Kinan tak peduli lainnya selain Yumna. Dia akan ambil miliknya. Atau bahkan tak peduli jika Bram menginginkan rumah. Dia hanya akan membawa Yumna bersamanya.
....
Setelah menemui pengacara di jam makan siang Kinan kembali ke kantor. Baru saja mendudukan dirinya Kinan melihat ponselnya menyala. Getaran yang tercipta membuat Kinan menghela nafasnya.
Melihat nama Bu Jani Kinan segera menerima panggilan tersebut. "Iya, Bu Jani?" Kinan menyapa dengan ramah. Sebelah tangannya membuka sebuah berkas. Dia akan mulai bekerja. Seberapa banyaknya masalah hidupnya Kinan harus tetap mengerjakan kewajibannya. Namun saat mendengar suara di seberang sana Kinan tak bisa tak tertegun. Gerakan tangannya terhenti lalu jemarinya bergetar hebat.
"Bu Kinan. Ibu bisa pulang sekarang juga? Kami baru saja menggerebek rumah Bu Ayu." Kinan menelan ludahnya kasar saat Bu Jani menghentikan ucapannya.
"Dan ternyata cowok yang di bawa Bu Ayu ke rumah itu Pak Bram." Ada nada tak enak hati dari Bu Jani. Mungkin karena dia pikir Kinan belum tahu. Atau menjaga perasaannya.
"Saya pulang sekarang." Nada suara Kinan bergetar. Dia tak menyangka jika ini akan ketahuan dengan mudah. Bahkan baru kemarin dia memanasi keadaan agar warga bisa bertindak pada janda gatal itu.
Kinan menggigit bibirnya mengusap rambutnya lalu meraih tasnya di meja untuk segera pergi.
"Loh Bu Kinan, mau kemana?" Gina muncul dengan beberapa berkas di tangannya.
"Gina, tolong mintakan izin buat saya, ya. Saya ada urusan mendesak." Gina hanya mengangguk dan Kinan segera memacu langkahnya untuk pulang.
....
Kinan memejamkan matanya sebelum benar-benar turun dari mobil dan menuju rumah Ayu. Para warga masih berkerumun dengan Bram dan Ayu yang duduk di tengah-tengah. Melihat penampilan Ayu dan Bram, Kinan yakin mereka memang di grebek warga saat melakukan hal tak senonoh. Bram hanya mengenakan kolor sepaha, dan Ayu yang menyelimuti dirinya dengan selimut.
"Ada apa ini, Mas?" Wajah Kinan sudah menunjukan kemarahan yang beberapa hari ini dia pendam. Tidak sangka dalam waktu cepat dia bisa melampiaskannya. Meski nyatanya waktu ini juga terasa lama saking tak sabarnya dia.
"Sayang, Mas bisa jelasin," ucap Bram. Tidak malu kah pria ini masih mau bicara padanya.
"Kamu punya istri, Mas! Kenapa harus melakukan ini sama wanita lain." Kinan melayangkan pukulan dan tamparan pada Bram.
"Bukan begitu, Kinan—"
"b******k, kamu Mas! b***t!" Tak memberikan Bram kesempatan bicara Kinan terus mamaki pria itu.
Tatapan Kinan beralih pada Ayu yang masih mengerutkan tubuhnya sebab takut terkena pukulan Kinan. "Dan kamu, Mbak. Gak malu menggod suami orang." Saat Kinan hendak melayangkan tamparan pada Ayu, Bram dengan sigap menahannya.
"Tunggu, Sayang. Aku bisa jelaskan." Mendapati pembelaan Bram, Kinan terkekeh pedih. Jadi begini perasaan orang-orang yang mengetahui pasangannya berselingkuh lalu pasangannya justru membela selingkuhannya? Sakit, sesak, dan hancur.
"Bu Kinan. Ini mah gak ada cara lain. Di nikahin aja. Saya gak mau ya komplek kita tercemar. Mereka sudah berbuat zina di kawasan ini." Kinan memejamkan matanya.
Bram menggeleng masih menatap Kinan.
"Mereka benar, kamu harus menikahi Mbak Ayu, Mas," ucap Kinan. "Tapi aku mau sekarang juga kamu ceraikan aku!" Kinan menatap dengan tatapan kecewa, marah dan benci.
Bram kembali menggeleng. "Enggak, Sayang. Aku gak mau ceraiin kamu."
"Maksud kamu aku harus rela punya suami pezina macam kamu?!"
"Aku gak zina!" Seru Bram. Kinan mengernyit menatap Bram yang justru membentaknya. "Aku udah nikah sama Ayu!" Bukan hanya Kinan, semua warga yang masih disana juga terkejut.