"Lo curang!" tuduh Mahesa kepada Adinda selepas jam pertama pelajaran usai. Adinda sontak saja melotot heran mendengar tuduhan tak masuk akal itu.
"Kok lo ngatain gue curang sih?" kata Adinda tak terima dengan tuduhan yang dilontarkan oleh Mahesa. Mahesa masih menatap Dinda dengan kesal, baru kali ini ia dikalahkan dalam pelajaran favoritnya, Fisika. Dan yang ngalahin dia cewek pula.
"Ya lo curang pokoknya! Lo pilih soal yang gampang!" kata Mahesa menyudutkan Dinda. Dinda tertawa sumbang mendengarnya.
"Entah itu soal gampang atau gak, gue menang dari lo dan lo gak bisa lari dari tanggung jawab gitu aja," kata Dinda.
"Lari dari tanggung jawab?" tanya pemuda berkaca mata yang terkenal cupu dan suka ikut campur. Seperti sekarang ini. Ia menatap Mahesa dan Dinda bergatian. "Lo hamilin Dinda?" tanyanya sedikit berteriak hingga teman-temannya yang membuat gaduh di kelas itu langsung berhenti dan menatap ke arah mereka bertiga yang duduk di belakang.
"Paan sih lo!" kata Mahesa kesal dengan mata mendelik.
"Lah barusan Dinda minta pertanggungjawaban dari lo! Itu berarti lo udah hamilin dia!" kata pemuda itu yang bernama Roni.
"Hah?"
"Masak?" lalu kelas itu seketika gaduh begitu saja, hingga akhirnya guru bahasa Indonesia, Pak Wirata datang.
"Ada apa ini rame-rame?" tanya Pak Wirata dengan nada keras yang lebih terkesan menghardik para penghuni kelas. Matanya yang tajam itu melihat dengan seksama ke arah murid-muridnya satu persatu yang kini diam bagai patung. Termasuk Mahesa dan juga Dinda.
"Anu, pak, Mahesa hamilin Dinda!" seru pemuda berkaca mata itu langsung ke Pak Wirata yang memandangnya dengan mata tajam hingga membuatnya menelan ludah dan mengatakan hal tak benar itu begitu saja.
"Kamu bilang apa?" tanya Pak Wirata berteriak yang langsung membuat semua siswa XI MIPA itu kaget bukan main, termasuk Mahesa dan Dinda.
"Lo ngompol, Jhon!" seru pemuda yang lain seraya memencet hidungnya dan menatap ke arah pemuda yang telah bicara tadi. Pemuda itu bernam Jhonny tapi sering disebut Jojon oleh teman-temannya lantaran ia penakut, suka bicara gak benar dan terbata-bata. Ketara sekali kalau wajah Jhonny sedang ketakutan saat Pak Wirata bertanya tadi. Bibirnya bahkan gemetaran.
"Ini kelas apa toilet sih! Hoek!" salah seorang siswi tak tahan dengan bau pesing dari Jhonny hingga ia berlari ke luar kelasnya dengan beberapa kali mual. Pak Wirata geleng-geleng kepala.
"Jhonny segera ke koperasi sekolah dan minta ganti celanamu! Tapi bersihkan kencingmu dulu!" perintah pak Wirata tegas.
Jhonny tergagap, ia segera bergerak "Ba- baik, pak," kata Jhonny akhirnya sembari berjalan keluar kelas. Mahesa dan Dinda saling pandang dengan tatapan melotot satu sama lain.
"Kenapa pandang-pandangan? Kalian benar punya hubungan dan kamu hamil?" tanya pak Wirata tiba-tiba yang langsung membuat kelas kembali rusuh karena ucapan pak Wirata tersebut. Semua teman Adinda dan Mahesa bersorak sorai kegirangan mendengar ucapan pak Wirata.
"Nggak benar, Pak," jawab Adinda dengan rasa kesal yang masih melingkupi dadanya. Jika saja Pak Wirata tahu bahwa Dinda bukannya pandang-pandangan ke Mahesa melainkan melotot sebal, tentu ia tak akan semalu ini. Hari ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya ke sekolah dan bertemu dengan Mahesa yang super duper menyebalkan.
Usai pelajaran Pak Wirata berakhir dan bel istirahat berbunyi, Dinda bangkit dari kursi tempat dudukny dengan sangat malas. Ia teringat akan hukuman yang diberikan oleh guru BK kepadanya dan Mahesa dan rasa malas membersihkan kamar mandi tentu menempel pada dirinya sangat lekat. Dinda menoleh ke arah Mahesa yang malah sibuk dan asyik sendiri dengan ponselnya tersebut.
"Kok lo malah nyantai? Kita kan mau bersihkan kamar mandi," kata Dinda mengingatkan. Tapi tak ada jawaban sama sekali dari bibir Mahesa, ia malah mengambil penutup matanya dan meletakkannya begitu saja di atas matanya yang terpejam.
"Ada yang namanya Adinda Adiswara?" tanya salah seorang tiba-tiba yang sudah masuk ke kelas Adinda. Pemuda tampan dengan seragam sekolah yang sama dengan yang lainnya itu celingukan ke sana ke mari hingga matanya berhenti pada Adinda yang sekarang membalas tatapannya datar. Ada rasa yang aneh yang entah mengapa tiba-tiba menjalar di dadanya kala pemuda itu saling berpandangan seperti ini dengan Adinda.
"Raditya ..." panggil seorang siswi dengan sebutan yang sangat manja. Raditya sedikit tersentak dan menoleh ke arahnya seraya menatap heran. "Ngapain kamu nyariin Dinda, kan ada aku di sini buat kamu," katanya lagi dengan nada yang membuat Dinda menaikkan satu alis matanya sembari menatap dengan heran. Gadis itu merangkul lengan Raditya dan Raditya terlihat risih.
"Gue di sini disuruh sama Pak Mukhlis," kata Raditya dingin seraya mencoba melepaskan diri dari perempuan yang merayunya.
"Ohhh ..." kata gadis itu kecentilan. "Tuh siswi yang lo cari," kata gasis itu dengan wajah dan dagunya yang menunjuk ke arahku.
"Dinda?" panggil Raditya ke arah Adinda. Yang dipanggil mengangguk ke arahnya. "Diminta pak Mukhlis datang ke toilet sama Mahesa," katanya lagi. Gadis disebelah Raditya tersenyum lebar mendengarnya.
"Ketahuan telat,ya?" tanya gadis di sebelah Raditya itu. Dinda tak menjawab, ia malah mengambil penutup kepala Mahesa dan menggoyang-goyangkan tubuh pria itu. Mahesa masih bergeming di tempatnya dan tak memedulikan sama sekali gugahan dari Adinda.
"Gue gak ngerti toilet yang mana, bangun!" kata Adinda.
"Gue anterin, Din," kata Raditya tiba-tiba yang membuat Dinda dan gadis manja di sebelah Raditya menoleh ke Raditya. Dinda heran, kenapa pemuda itu mau nganterin dia? Mereka saling ngomong aja enggak kok.
"Ayok, Hes!" kata Dinda masih berusaha untuk mengajak Mahesa ikut serta dengannya. Mahesa terpaksa membuka matanya dan melirik sebal ke arah Dinda yang tak menyerah sama sekali dalam usahanya mengajaknya ke toilet. Mahesa melirik sebentar ke arah Raditya yang entah mengapa bertahan di kelasnya dan menawarkan diri kepada Adinda untuk mengantarkannya.
Dinda kesal dengan Mahesa, ia pun menghentakkan kakinya dan berjalan lebih dulu. Mahesa kemudian bangkit lalu menyusul Dinda.
"Maaf kak, ngerepotin, tapi toilet yang mana, ya?" tanya Dinda sopan. Raditya terpaku melihat kecantikan Adinda, ia pikir dadanya berdebar itu kemungkinan karena Dinda yang sangat cantik.
"Toilet itu ya ada tulisannya toilet!" jawab Mahesa sewot. Dinda menoleh ke arahnya dengan menatap sebal sekali.
"Lo pikir gue gak bisa baca?" tanya Dinda kesal.
"Kalo nyadar bisa baca, tinggal nemuin aja apa susahnya! Dasar manja!" kata Mahesa seraya berjalan keluar dari kelasnya. Dinda melotot tak terima dengan hinaan yang dilontarkan Mahesa kepadanya itu. Ia pun buru-buru menyusul Mahesa dan tak menghiraukan tawaran Raditya yang berniat mengantarnya.
"Brukk!" Mahesa terjatuh setelah Dinda menendang kakinya dari belakang. Kejadian itu membuat para siswa siswi di sekitar mereka menoleh kaget ke Dinda dan Mahesa. Mahesa geram bukan main.
"Lo tuh ya!" Mahesa ingin marah tapi ketika ia melihat Pak Mukhlis mendekati mereka, ia tak jadi dan hanya memelototi Dinda yang dibalas Dinda berani
"Lo harus tanggung jawab jika gak mau gue sebut pengecut!" bisik Dinda mendekat ke arah Mahesa. Mahesa hanya menarik napas berat.
Duh gusti, kenapa gue bisa ketemu cewek jadi-jadian macam dia!