TRB 2

1636 Kata
Usai mengganti pakaiannya, Louis menemui Henryꟷsahabatnya yang telah menunggunya di ruang tamu. Saat tiba di mansion keluarganya tadi, Louis sudah mendapati Henry sedang duduk santai di ruang tamu. Tentu saja dia tahu maksud sekaligus tujuan kedatangan sang sahabat, apalagi jika bukan karena kejadian yang tidak terduga di acara pernikahannya tadi. Dia memang meminta Henry sebagai perwakilan keluarganya dalam acara pernikahannya, mengingat sang ayah masih berada di Jerman untuk menjalani perawatan. Selain Henry menjadi sahabat sekaligus sudah dianggap sebagai keluarganya sendiri, laki-laki tersebut juga berteman akrab dengan Shirley. Oleh karena itu, Henry mengetahui bahwa yang bersanding dengannya tadi di altar bukan Shirley, melainkan kembarannya. “Apa yang sebenarnya terjadi, Louis? Kenapa mempelai wanitamu tiba-tiba berubah?” Henry langsung mencecar Louis setelah sang tuan rumah menjatuhkan bokongnya pada single sofa. “Kata mereka Shirley kabur,” jawab Louis tanpa basa-basi dan dengan nada datar. “Kabur? Alasan konyol macam apa itu? Seperti kisah-kisah dalam novel saja,” Henry menanggapi jawaban Louis dengan nada sumbang sekaligus mengejek. “Jika Shirley kabur, kenapa keluarga Russell menutupinya darimu? Malah, mereka menyuruh anak kembarnya yang lain untuk bersanding denganmu mengucap janji suci. Benar-benar alasan konyol,” sambungnya kesal. “Mereka mengatakan ingin menyelamatkan kehormatan kedua belah pihak keluarga,” Louis kembali menjawab seperti yang tadi diberitahukan oleh pasangan Russell tanpa mengubah nada bicaranya. Henry hanya tertawa kosong. “Kehormatan kedua belah pihak?” cibirnya. “Aku rasa itu hanya alibi mereka saja. Jelas-jelas mereka tahu sekaligus melihat sendiri bahwa hanya aku yang menjadi saksi dari pihak keluargamu. Malah, orang-orang yang tadi hadir kebanyakan dari pihak mereka,” imbuhnya masih kesal. “Apa jangan-jangan mereka sengaja mempermainkanmu?” tanyanya menduga. “Jika mereka terbukti sengaja mempermainkanku, kau tahu sendiri apa akibatnya,” Louis berkata sembari menyeringai ke arah Henry. “Kau tahu tugasmu saat ini?” tanyanya. Henry langsung menjawabnya dengan anggukan kepala. Tentu saja dia tahu tugas seperti apa yang dimaksud oleh Louis, apalagi setelah melihat mata biru sahabatnya memancarkan sorot tak bersahabat. “Aku akan mengerahkan orang-orangku untuk melacak keberadaan Shirley,” Henry menegaskan. “Ngomong-ngomong, kau apakan tadi perempuan itu sampai tak sadarkan diri?” selidiknya. Dia cukup terkejut saat melihat kedatangan Louis sembari membopong tubuh Sherly yang sudah tak sadarkan diri. “Dia pingsan karena gaun pengantin Shirley tidak muat pada tubuhnya,” jawab Louis tanpa ekspresi. Henry tertawa mendengar jawaban Louis. “Lalu apa yang akan sekarang kau lakukan pada pengganti pengantinmu itu?” “Tentu saja dia harus tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang istri selama Shirley belum ditemukan. Lagi pula dia tidak menolak saat orang tuanya menyuruhnya untuk menggantikan posisi kembarannya, berarti dia harus menerima konsekuensinya. Siapa suruh menjadi wanita bodoh?” Louis menatap Henry dengan sorot mata misterius. “Ya sudah, kalau begitu aku mau pulang dulu. Selamat menikmati malam pertama bersama pengantin penggantimu. Semoga perempuan itu memberimu kepuasan di ranjang,” ucap Henry menggoda sebelum dia bangun dari duduknya. “Oh ya, bagaimana dengan bulan madumu?” tanyanya saat mengingat perjalanan bulan madu Louis karena dia yang disuruh untuk mengurusnya. “Tetap dilaksanakan,” jawab Louis cepat. “Sudah selesai kau urus?” tanyanya memastikan. Henry menjawabnya dengan mengacungkan ibu jari tangan kanannya. “Aku sudah menyiapkan tempat yang romantis sekaligus menggairahkan untukmu,” beri tahunya. “Tiketnya besok pagi aku bawakan,” imbuhnya dan hanya diangguki oleh Louis. Selain sebagai sahabatnya, Louis juga mempercayai Henry menjadi asistennya dalam membantunya mengurus perusahaan milik keluarganya. Karena Louis anak tunggal, jadi dia sudah menganggap Henry layaknya adiknya sendiri. *** Sepasang mata hazel yang sejak tadi terpejam rapat akhirnya terbuka juga secara perlahan. Sesekali mata indah tersebut kembali tertutup dan terbuka saat menyesuaikan dengan pencahayaan yang ada di dalam ruangan. Perlahan pemilik mata hazel tersebut mengedarkan pandangannya ke sekitar ruangan yang tidak dikenalnya. Sherly akhirnya menyadari jika dirinya baru saja tersadar dari pingsan. Dia menghela napas lega karena kini tubuhnya sudah tidak disiksa oleh gaun pengantin milik Shirley. Saat mengingat tentang gaun pengantin, seketika bola mata Sherly membesar karena dia merasakan tubuhnya yang bersembunyi di balik selimut tanpa terlapisi sehelai benang pun. Sherly dengan cepat merapatkan selimut di tubuhnya saat mendengar pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. “Akhirnya kau sadar juga. Aku kira kau mati karena gaun itu,” ujar Louis sarkastis kepada Sherly. Dia berjalan menghampiri ranjang sembari memasukkan salah satu tangannya ke saku celananya. “Diꟷdi mana aku?” Sherly ketakutan melihat raut wajah Louis. Dia bangun dari posisi berbaringnya dan bersandar pada kepala ranjang. Dia juga kian mengeratkan selimut yang dipegangnya agar tubuhnya tertutup sempurna. Melihat ekspresi wajah Sherly dan sepasang mata hazel-nya yang memancarkan ketakutan, membuat Louis menyeringai. “Memangnya di mana lagi tempat yang lebih tepat bagi pasangan pengantin baru seperti kita, Nyonya Xanders?” tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya. Kini dia sudah berdiri di samping ranjang dan mata birunya sedang menelusuri tubuh Sherly yang tertutup selimut. “Jangan!” Sherly memekik ketika Louis menarik selimutnya secara tiba-tiba. Sambil memegang erat-erat selimutnya, dia menggeser tubuhnya agar menjauh dari Louis. Bahkan, kini matanya pun telah berkaca-kaca. “Jangan? Kenapa jangan?” Louis mengejek. Kini dia sudah mulai menaiki ranjang. “Kumohon jangan,” pinta Sherly lirih. Air matanya langsung menetes karena takut. “Tidak usah takut, Sayang. Sebelum berangkat berbulan madu, aku ingin menikmati malam pengantin denganmu di sini.” Louis mendekati Sherly yang terus menggeser tubuhnya. “Aku tidak mau!” hardik Sherly dengan nada frustrasi sekaligus semakin ketakutan. Mendengar hardikan sekaligus penolakan dari Sherly seketika membuat rahang Louis mengeras. Dengan kasar Louis menarik tangan Sherly yang digunakan untuk menahan selimut agar tidak melorot, kemudian dia mencengkeram rahang perempuan tersebut. “Aku tidak memerlukan persetujuanmu untuk mengambil hakku sebagai suami!” Tanpa melepaskan cengkeraman tangannya pada rahang Sherly, dia langsung melumat bibir perempuan tersebut secara kasar. Bahkan, dia melesakkan lidahnya ke dalam rongga mulut Sherly. Sherly terpaksa melepaskan sebelah tangannya yang masih digunakan untuk menahan selimut agar tidak melorot. Dia langsung menjambak rambut Louis agar tautan bibir mereka terlepas. Cengkeraman tangan Louis pada rahangnya pun ikut terlepas. “b******n!” Sherly mendesis tajam setelah menampar pipi laki-laki b******n di hadapannya. “Aku hanya pengganti, bukan pengantinmu yang sesungguhnya,” imbuhnya menegaskan. Sherly pun dengan berani menatap Louis tajam, walau ketakutan masih dirasakan hatinya. Berang terhadap tindakan lancang yang diterimanya, dengan cepat Louis kembali mencengkeram rahang Sherly. “Kau sendiri yang bersedia menjadi pengganti pengantinku, jadi sudah seharusnya kau menjalankan tugasmu tanpa banyak protes!” hardiknya dan menekan tangannya semakin kuat pada rahang Sherly. Denyutan nyeri pada rahangnya membuat Sherly kembali meneteskan air mata. Usaha tangannya yang mencoba melepaskan cengkeraman Louis pada rahangnya, hanya berakhir sia-sia. Dia yakin setelah ini rahangnya akan kesulitan saat digunakan untuk mengunyah makanan. Sherly ingin menanggapi perkataan Louis, tapi laki-laki tersebut kian mencengkeram rahangnya, sehingga dia hanya bisa melayangkan tatapan tajamnya. Rahang Louis semakin mengetat saat melihat tatapan tajam yang dilayangkan oleh pemilik mata hazel di depannya. Bahkan, giginya pun bergemeletuk karena amarah yang semakin menyesaki pikirannya. Dengan kasar dia melepaskan cengkeraman tangannya pada rahang Sherly. Dia menyeringai saat melihat cengkeraman tangannya berbekas pada rahang Sherly. Dia yakin warna merah pada rahang putih tersebut akan berubah menjadi ungu kebiruan beberapa hari ke depan. “Berhubung keluargamu sendiri yang lebih dulu menabuh genderang perang denganku, maka kau bersiaplah untuk menyaksikan kehancuran perusahaan ayahmu. Aku tidak pernah menyisakan sedikit pun yang ingin kuhancurkan,” ancam Louis dengan tatapan penuh kilat amarah. Melihat bagaimana ketakutan orang tuanya terhadap perkataan Louis yang penuh ancaman tadi di rumahnya, langsung membuat Sherly menggelengkan kepalanya. “Tidak! Kau tidak berhak menghancurkan perusahaan yang sudah Papaku bangun dengan susah payah!” teriaknya. “Kalau kau tidak ingin melihat kerja keras ayahmu hancur sia-sia karena ulah anak-anaknya, maka kau harus mengikuti sekaligus menuruti semua perintahku.” Mata biru Louis menatap dingin Sherly. “Walau aku bersedia menggantikan posisi Shirley untuk bersanding denganmu, bukan berarti aku tidak mempunyai hak mengajukan protes terhadapmu. Lagi pula istrimu secara tertulis tetaplah Shirley bukan aku. Harusnya kamu menuntut hakmu sebagai suami kepada Shirley saat dia kembali nanti,” Sherly mengeluarkan kata-kata yang berkecamuk di dalam benaknya. Mendengar unek-unek yang diucapkan Sherly, Louis hanya menanggapinya dengan senyuman sinis. ”Selama Shirley belum ditemukan keberadaannya, selama itu pula kau harus menggantikan posisi dan statusnya sebagai istriku. Bukan hanya menyiapkan keperluanku, tapi kau juga harus dan bersedia memenuhi kebutuhan biologisku,” beri tahunya. Sherly tidak memberikan tanggapan apa-apa. Dia hanya menatap datar laki-laki di hadapannya. Mimpi buruk macam apa yang hadir di tidur malamnya belakang ini, sehingga kini dia harus berurusan dengan laki-laki seperti Louis. Rencananya untuk menikmati liburan dan bersenang-senang malah berubah menjadi kesialan sekaligus bencana. “Jika diperhatikan, ternyata bentuk tubuhmu lebih menggairahkan dibandingkan milik Shirley. Ukuran payudaramu juga terlihat lebih besar dan berisi. Pantas saja gaun milik Shirley tidak muat melekat di tubuhmu, terutama di bagian payudaramu,” Louis berkomentar sembari memerhatikan bagian d**a Sherly yang tidak tertutupi, sebab selimutnya telah melorot. Sherly kelabakan mengambil selimut dan langsung menutupi payudaranya yang terekspos setelah mengikuti arah tatapan mata Louis. Dia benar-benar merutuki keteledorannya karena tidak sadar jika selimutnya telah melorot, sehingga memperlihatkan payudaranya dan menjadi santapan empuk mata laki-laki di hadapannya. Louis kembali menyeringai. “Tidak lama lagi aku akan bisa menikmati salah satu asetmu itu dengan sepuasnya. Bahkan bukan hanya payudaramu, melainkan anggota tubuhmu yang lain juga. Terlebih bagian tubuhmu yang tersembunyi di antara pangkal pahamu.” Louis mengarahkan tatapannya ke arah bagian bawah tubuh Sherly yang masih tertutup selimut. Bulu kuduk Sherly merinding. Secara spontan dia langsung merapatkan pahanya, seolah tatapan Louis mampu menelanjanginya. Sherly semakin waspada saat melihat Louis kembali bergerak di sampingnya. “Jangan berani menolak perintah atau permintaanku, jika kau tidak ingin melihat akibatnya,” Louis kembali melayangkan ancaman sebelum turun dari ranjang. “Aku tunggu kau di bawah untuk makan malam. Aku tidak ingin kau pingsan di sela-sela kita menghabiskan malam pertama. Jika pakaian Shirley tidak ada yang muat di tubuhmu, kau boleh memakai salah satu kemejaku,” imbuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN