Janna termenung dengan gelisah. Beberapa waktu yang lalu ayah mertuanya memberitahu bahwa suaminya akan kembali beberapa hari lagi dan Naresh ingin Jeffry tinggal bersama Janna dirumah yang ia belikan sebagai hadiah pernikahan. Jangankan untuk tinggal bersama, untuk bertemu dengan suaminya saja ia tak tahu harus bersikap apa.
Sejak mereka menikah, Jeffry tak pernah tidur sekamar dengan Janna. Di malam pertama pernikahannya, ia tidur sendirian didalam kamar pengantin di rumah baru mereka.
Masih terbayang di benak Janna, saat Jeffry baru kembali keesokan harinya masih lengkap dengan celana pengantin yang ia kenakan kemarin. Ia segera membersihkan diri dan mengganti pakaiannya agar bisa segera kembali menemani Sarita dirumah sakit.
“Apa-apaan kamu mas?!” tanya Janna penuh kemarahan saat melihat Jeffry masuk ke dalam kamar setelah mandi dan tengah mengganti pakaiannya. Jeffry hanya diam dan segera mengganti pakaiannya.
“Mas, tolong berikan penjelasan padaku, ada apa sebenarnya?!” tanya Janna sambil menghalangi gerakan Jeffry yang hendak keluar kamar.
Jeffry hanya bisa mengacak-acak rambutnya perlahan dan menatap Janna dalam. Ia sadar bahwa ia berhutang penjelasan pada Janna. Perlahan Jeffry mengajak Janna untuk duduk di sisi ranjang pengantin mereka dan menggenggam jemari tangan istrinya erat.
“Maafkan aku Janna, aku tak tahu harus menjelaskannya mulai dari mana … tapi … sebenarnya, aku menjadi hubungan cinta dengan Sarita,” ucap Jeffry perlahan tapi pasti. Janna terdiam. Ia tak ingin mempercayai pendengarannya. Ternyata ucapan yang ia kemarin dari kedua mertuanya adalah benar adanya. Jeffry menjalin cinta dengan adik angkatnya sendiri.
“Aku dan Sarita telah jatuh cinta sejak lama tapi papa tak pernah merestui kami, karena untuknya aku dan Sarita lebih baik jadi adik kakak saja.”
Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Jeffry dari tangan Janna. Jeffry hanya bisa menundukan pandangannya menghindari pandangan marah Janna.
“Trus buat apa kamu nikahi aku mas?! Buat apa?!” pekik Janna penuh kemarahan dan rasa sakit hati.
“Jann…,”
“Ceraikan aku sekarang! Ceraikan!” pinta Janna sambil memukuli d**a dan bahu Jeffry.
“Jan! Tenang dulu!”
“Ceraikannn!” teriak Janna semakin histeris.
“Gak Jan! Aku gak bisa ceraikan kamu! Gak bisa!” ucap Jefrry tiba-tiba dengan suara keras agar mendapat perhatian Janna.
“Aku gak mau menikah dengan pria yang tak setia!”
“Siapa yang tak setia?! Aku setia pada Sarita! Kamulah orang ketiga diantara kami!”
Ucapan Jeffry membuat Janna terdiam dan menatap Jeffry tak percaya.
“Kamulah orang ketiga diantara aku dan Sarita! Kamu tahu, jika aku tak menikahimu, papa akan menghentikan semua biaya sekolah Sarita! Jika aku tak menikahimu, aku tak akan mendapatkan apa-apa dari papa! Aku tak tahu apa yang kamu janjikan pada papa sehingga papa begitu memujamu segitunya!” ucap Jeffry keras sampai berdiri dihadapan Janna.
“Maafkan aku Janna, aku tahu sikapku padamu saat ini salah! Tapi aku tak bisa membohongi perasaanku jika aku mencintai Sarita! Ia segalanya untukku! Aku akan tetap menafkahi dan bertanggung jawab padamu, tapi aku tak bisa memberikan perasaanku padamu!”
Tubuh Janna tampak gemetar mendengar ucapan Jeffry.
“Kalau kamu tak bisa menceraikan aku, biar aku yang menggugat cerai padamu!” ucap Janna penuh emosi.
“Lakukan saja! Lakukan saja apapun yang kamu mau! Jika kamu yang menggugat cerai, itu akan lebih baik! Karena itu berasal darimu, bukan aku! Papa tak akan bisa berbuat apa-apa!”
“Apa?”
“Tapi tolong aku, lakukan prosesnya secara perlahan. Minggu depan aku akan pergi mengantar Sarita kembali ke Kuala Lumpur dan aku akan mencoba mencari pekerjaan disana. Jika semuanya lancar, kita bisa bercerai dengan cepat, jadi kalau papa menghentikan semuanya, aku sudah punya pekerjaan untuk menafkahi Sarita.”
Segelas air dingin yang berada disamping tempat tidur kini isinya telah beralih ke wajah Jeffry karena disiram oleh Janna. Ia begitu marah mendengarkan ucapan Jeffry sehingga tak bisa mengendalikan emosinya. Setelah itu Janna segera melemparkan gelas kosong itu ke arah tembok disamping Jeffry sehingga gelas itu hancur seketika. Tanpa bicara apa-apa Janna segera masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya dari dalam untuk segera berteriak dan menangis histeris sendirian.
Ia menangis tersedu-sedu tak menyangka bahwa ia akan merasa malu dan terhina. Ia merasa menyesal mengapa telah jatuh cinta pada Jeffry. Kemarahannya membuatnya yang awalnya ingin bercerai dengan Jeffry kini mengurungkan niatnya. Dengan geram ia akan bertahan dan tak akan mengajukan perceraian. Yang Janna inginkan hanyalah membuat Jeffry dan Sarita tersiksa karena menyisakan Janna diantara mereka.
Jeffry pun pergi bersama Sarita beberapa hari kemudian. Awalnya Jeffry masih sempat menanyakan kapan Janna akan mengajukan perceraian. Tapi Janna mengatakan ia tak akan mengajukan perceraian.
“Aku akan jadi duri dalam daging hubungan kalian, Mas! Aku tak akan mengajukan cerai padamu!” balas Janna dalam salah satu pesannya pada Jerry.
Bahkan Janna melaporkan sikap Jerry padanya pada Naresh dan membuat Naresh sangat marah sampai terkena serangan jantung. Tentu saja Nani menyalahkan Janna karena membuat Naresh sakit dan semakin menyanjung Sarita yang baik, sholeh dan penyabar. Sarita yang lebih cocok bersama Jeffry dari pada Janna.
“Kok melamun Jan?” tanya Naresh saat melihat Janna termenung menatap keluar jendela kamar dimana ia dirawat. Setiap hari menantunya ini akan mampir untuk menjenguknya sebelum ia berangkat ke kantor untuk bekerja.
“Oh, aku cuma ingat beberapa pekerjaan yang belum selesai,” jawab Janna spontan dan segera menghampiri sang mertua yang terlihat sehat tapi sebenarnya sangat sakit.
Beberapa bulan yang lalu, Naresh dinyatakan terkena kanker perut stadium tiga sehingga ia harus menjalani banyak sekali perawatan dan kemoterapi.
Seminggu yang lalu Naresh pun memberitahu Janna bahwa ia akan menyuruh Jeffry untuk pulang dan mengelola perusahaan bersama Badra keponakan Naresh yang lebih dulu ia tarik untuk membantu dirinya di perusahaan. Jika ia sudah tidak ada, tentu saja perusahaan ini akan jatuh ke tangan Jeffry dan Badra untuk dilanjutkan.
Naresh tahu, Janna pasti tidak akan merasa nyaman, tapi bagaimanapun ia adalah istri Jeffry dan menantunya yang sah. Anak semata wayangnya itu harus bertanggung jawab pada Janna.
“Selama papa masih hidup, papa akan terus menentang hubungan mereka berdua! Kamu tenang saja!” ucap Naresh seolah mencoba membaca dan menenangkan Janna.
Janna menatap mertuanya dalam,
“Apa papa yakin? Mereka tidak menikah secara Siri? Mungkin saja di dalam hati mas Jeffry sudah ada talak yang terucap untukku,” tanya Janna meragu dengan keputusan sang mertua yang memintanya jika Jeffry kembali untuk tinggal bersama.
“Jeffry memang pembangkang, tapi untuk urusan sakral seperti ini papa yakin ia tak akan macam-macam. Papa selalu mencari tahu tentang mereka diluar sana, sampai saat ini menurut orang kepercayaan papa mereka belum menikah secara siri. Tinggalnya pun terpisah walau mereka setiap hari bersama. Papa percaya pada Sarita, bagaimanapun ia wanita muslimah yang taat. Ia bisa menjaga dirinya dengan baik.”
Mendengar ucapan Naresh, ingin sekali rasanya Janna mencibir dan mencaci maki Sarita. Ingin sekali ia berteriak dan memanggil Sarita pelakor, tapi nyatanya adalah ucapan Jeffry ada benarnya, Janna lah yang menjadi orang ketiga diantara mereka.
“Kenapa sih papa memilihku untuk Jeffry? Berada didalam keadaan seperti rasanya tak enak pa,” tanya Janna spontan. Naresh menghela nafasnya panjang sesaat lalu menoleh kearah Janna dan menatapnya dalam.
“Karena kamu anaknya Saiful sahabat papa, sehingga papa ingin balas budi sama papa kamu. Kalau ia tak memberikan kesempatan itu, papa mungkin punya cerita hidup yang lain. Selain itu karena menurut papa, kamu cocok buat Jeffry … papa sendiri tak menyangka kalau ternyata akhirnya seperti ini.”
Janna diam dan mencoba mengalihkan pikirannya dengan merapikan selimut mertuanya.
“Janna pamit ya pa, sudah saatnya berangkat ke kantor. Apa ada hal yang harus kerjakan nanti pa?” tanya Janna segera mengalihkan perhatian dengan menanyakan soal pekerjaan.
“Tidak ada … kamu berangkat saja ke kantor dan suruh pak Min untuk datang kesini, papa mau bicara dengannya. Ohya, kemarin malam Jeffry menghubungi papa, ia akan kembali dua minggu lagi. Jadi siapkan mentalmu! Bertahanlah sampai papa tak ada, setelah itu papa bebaskan kalian berdua.”
Mendengar ucapan Naresh, hati Janna merasa sangat sedih. Disaat ia menemukan mertua yang begitu sayang padanya seperti seorang ayah kandung, disisi lain ia juga mendapatkan suami yang jangankan cinta, kalau bisa segera mungkin Janna menghilang dalam kehidupannya.
Bersambung.