"Gue jadi berpikir buat bikin lo kerja selama satu minggu penuh. Soalnya percuma juga gue kasih libur kalau pada akhirnya lo malah balik lagi kesini. Ngapain sih? Bikin gue pusing aja lihat muka lo tiap hari?"
Kinta memilih untuk pura-pura budek saja. Toh dia sudah biasa mendengar banyak ocehan tidak penting dari Kaila. Lagipula dia tidak punya tempat untuk kabur selain kesini, bertahan di tempat ramai seorang diri terasa sangat menyedihkan.
Walaupun kalau dipikir lagi memang tidak terlalu menyedihkan karena Agni bersedia menemaninya hingga dirinya bertemu dengan abang ojek yang membawanya kesini.
"Lagian mukanya Mbak Kinta kayaknya kusem banget. Kenapa sih, Mbak? Engga ketemu jodohnya ya?" goda Geisha, keponakan Kaila yang rela kerja di hari minggu karena dia lebih mementingkan libur di malam minggu agar bisa diapelin sama pacarnya yanh seorang guru SD.
"Anak kecil gaya nya udah ngomongin jodoh," cibir Kinta.
Yang diajak bicara malah tertawa.
"Yang dibilang anak kecil ini malah udah punya pacar dibandingkan sama mbak-mbak kayak kalian. Yang satu bucin sama anjingg, yang satunya lagi cuma galau karena engga bisa pacaran demi kelangsungan hidup bersama dengan kakaknya."
Kinta mendesah berat. Ini adalah penyesalan yang kesekian dalam hidupnya, yaitu membiarkan Geisha juga mengetahui tentang hubungannya dengan Kada yang kadang bisa jadi dekat, namun juga bisa jadi jauh.
"Engga usah panik, lagian sebentar lagi gue yang bakalan nikah duluan," balas Kinta setengah kesal.
Kaila mendengus begitu keras, disambut tawa mengejek dari Geisha.
"Sama siapa sih? Sama cowok yang dijodohin sama lo?"
Mungkin Kaila tidak menduga jika ucapan candaannya itu malah dibalas anggukan serius oleh Kinta.
"Seriusan?" tanya Maminya Pavlov itu kemudian.
Masih dengan lemas, Kinta mengangguk. Toh cepat atau lambat sahabatnya itu juga harus dia beritahu.
"Kok bisa? Lo ngelakuin ini demi Kada lagi? Karena engga mau kalau sampai dia yang disuruh nikah?" cecar Kaila.
Kali ini Kinta mengangkat wajahnya, menatap Kaila dengan jengah.
"Jangan berpikir kalau gue sebaik itu sampai-sampai harus selalu ngalah demi dia. Kali ini gue beneran ngambil keputusan buat diri gue sendiri, bukan buat Kada atau bahkan Mami," tukasnya.
"Ya tapi kenapa? Sebelumnya kan lo nolak?" pekik Kaila tertahan. Tangannya mendorong Geisha ke arah kiri saat seseorang pembeli datang.
Kinta mengangkat bahunya, "Karena gue suka sama mukanya?" jawabnya sedikit ragu. Kemudian bayang-bayang wajah Agni melipir di kepalanya, membuat Kinta mengangguk yakin. Benar, karena pesona Agni yang sulit untuk ditolak.
Kaila dengan kesal menabok lengan Kinta hingga Kinta mendelik.
"Serius, Kinta?? Lo nerima perjodohan cuma karena lo suka sama mukanya?" tanyanya tidak percaya.
Tanpa beban, Kinta mengangguk.
"Kalau lo yang jadi gue juga, gue yakin lo bakalan langsung mau."
Menolak ucapan Kinta, Kaila mengibaskan tangannya.
"Gue bukan cewek gampangan yang bisa terjebak sama wajah tampan," sangkalnya.
Kinta memutar bola mata jengah, mengambil ponsel dari dalam tasnya kemudian membuka kontak Agni di aplikasi chatting. Ia menekan ke arah foto hingga foto Agni dapat terlihat lebih jelas. Barulah setelah itu dia menyodorkan layar ponselnya langsung ke depan wajah Kaila.
Awalnya bos sekaligus sahabatnya itu menolak bahkan sampai mendorong layar ponsel milik Kinta, sebelum akhirnya dengan semena-mena menarik tangan Kinta untuk membuat ponselnya lebih dekat.
"Gue berubah pikiran," katanya. "Kalau lo emang nolak perjodohan ini, tolong bilang ke Mami lo buat adopsi gue jadi anaknya, gue mau dijodohin sama cowok gula Jawa ini," tambah nya kemudian.
Kinta tersenyum puas. Sudah dia duga, bahkan wanita yang mengaku bukan w**************n saja langsung jatuh cinta melihat wajah gula jawa Agni. Jadi sudah dipastikan jika keputusan yang diambil oleh Kinta tidak salah untuk menerima perjodohan itu.
"Sorry ya, Mami gue engga mau punya anak kayak lo!"
Kaila merengek, menarik lengan Kinta dengan mata memelas.
"Ayo dong, Kin. Kasihanilah perempuan yang udah hampir dua puluh enam tahun ini. Lo kan masih dua lima, jadi lo ngalah aja sama gue, ya? Nanti biar gue aja yang Pura-pura jadi lo," rayu nya.
Kinta menatap ngeri ke arah bosnya itu. Dengan sekuat tenaga, dia mendorong pundak Kaila hingga menjauh darinya.
"Gila lo. Dia pasti bisa bedain mana yang bunga mawar mana yang Raflesia."
Ucapannya membuat Kaila emosi, wanita itu langsung berusaha memutari etalase untuk menghajar Kinta namun Kinta lebih dulu keluar dari apotek sambil melambaikan tangan dan memeletkan lidah.
*
"Assalamu'alaikum."
Pada akhirnya pilihan Kinta sudah habis. Setelah menjadi buruan Kaila di apotek, dia akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah.
Suasana rumah sangat mencekam, tidak ada suara apapun dari dalam rumah yang dia tinggali sejak kecil itu. Rumah ini memang biasanya sepi, tapi hari ini sepi yang dirasakan oleh Kinta agak berbeda.
Sepatunya berhasil terlepas, kini sudah bergabung di rak bersama teman sejenisnya.
Kinta bergerak maju, melangkah menuju kamarnya sendiri
Harusnya dia langsung mencari ibunya untuk memastikan bahwa wanita yang paling dia cintai itu baik-baik saja. Tapi Kinta enggan, bukan karena dia tidak mau melainkan karena dirinya merasa bersalah pada ibunya. Bertengkar dengan Kada di depan Maminya adalah hal yang tidak diharapkan oleh Kinta.
Ia terduduk di atas tempat tidur, matanya tanpa sengaja menoleh pada foto dengan bingkai kecil yang ada di kamarnya. Fotonya bersama anggota keluarga lengkap, saat ayahnya yang jahil dan tukang bikin onar itu masih hidup.
Kinta tertawa, beranjak kemudian meraih figura itu.
Dulu dia merasakan keluarga yang normal. Ayahnya suka bercanda, ibunya yang tegas sering kali memarahi ayahnya walau tidak dengan serius. Dan Kada adalah yang paling sering diganggu oleh ayahnya karena sejak dulu, kakaknya itu memang cengeng dan gampang menangis.
Dulu juga kakaknya menyenangkan walaupun kadang memang suka bertindak egois, namun di mata Kinta itu hanya karena Kads menyukai diperhatikan banyak orang. Dan Kinta tidak masalah dengan itu.
Namun semuanya jadi berantakan ketika kakaknya yang menginjak bangku SMA, mengenal seseorang yang salah. Kada patah hati, patah hati yang membuat hatinya remuk tanpa sisa. Dan sejak itu Kada yang suka bergonta-ganti pacar, tidak pernah lagi mau pacaran. Bahkan dia akan langsung mengurung diri jika mendengar orang lain menceritakan kisah manis bersama dengan pasangannya. Atau jika Maminya tanpa sengaja menyinggung soal menikah di hadapannya.
Kada hanya patah hati, begitu pikir Kinta selama ini.
Namun semakin kesini, bukannya sembuh dan bangkit, kakaknya yang sudah berusia dua puluh tujuh tahun itu justru semakin menjadi. Dan mungkin karena sudah merasa lelah karena selalu mengalah, Kinta juga jadi lepas kendali. Kini hubungannya dan Kada terasa dingin, dan Kinta yakin Maminya yang paling merasakan imbas dari renggangnya hubungan dia dan Kada.
Kinta menaruh kembali figura itu dengan helaan napas berat. Dia kemudian bangkit, memilih keluar kamar dan menemui ibunya.
Melihat dari suasana rumah yang seperti ini, sepertinya Kada menemukan tempat kabur yang baik, tidak seperti Kinta.
Ia mengeruk pintu kamar Maminya, sudah akan memaksa masuk jika saja tidak terdengar suara Maminya kemudian. Kinta memutar kenop, berjalan masuk dan melihat Maminya sedang berselonjor dengan sebuah buku novel di tangannya.
Ah. Kinta lupa jika Maminya memang penggemar cerita fikia bergenre romance. Maminya itu tukang halu, pemirsa.
"Mami beli buku lagi?" tanya Kinta.
Maminya tidak menatapnya seperti biasa, hanya sibuk dengan lembaran kertas yang ada di tangannya.
"Hm." Hanya seperti itu jawabnya.
Kinta menarik napas lemah, dia berjalan lebih masuk, lalu naik ke atas kasur, bergabung dengan Maminya.
"Mami marah sama Kinta ya? Maafin Kinta ya, Mi."
Tidak menjawab, Maminya justru membalik kertas halaman di buku novelnya.
"Kinta tahu Kinta salah. Tapi Kinta cuma ngerasa sebal karena Kakak cuma mikirin dirinya sendiri, padahal kita yang paling susah karena harus menyesuaikan diri sama sakit hatinya. Aku bahkan jomblo dari semenjak lulus SMA," keluh Kinta dengan bibir manyun.
Barulah kemudian Maminya menutup buku, menaruhnya di nakas dan kemudian menghadap Kinta sepenuhnya.
"Patah hati itu sakit, Kinta. Sama halnya seperti Mami yang patah hati semenjak Papi pergi. Mami sama sekali bukan mau membela Kada, hanya saja daya tahan seseorang berbeda-beda. Kada hanya salah jatuh cinta, dan sayangnya cinta yang dia punya terlalu besar sampai sakitnya juga sama besarnya."
Kinta menunduk, mulai merasa bersalah pada Kada.
"Kinta tahu kenapa Mami kadang lebih perhatian sama Kada?"
Kinta menggeleng.
"Karena Kada memang lebih lemah dari Kinta. Dari kecil, Kinta selalu bisa ngelakuin semuanya sendiri. Bahkan jarang banget ngrengek ke Mami Papi. Makanya dulu Mami dan Papi berbagi tugas, Papi sayang banget sama Kinta sampai dia pengen ngasih semua yang dia punya buat Kinta. Sedangkan Mami berusaha buat terus memberi perhatian ke Kada, karena menang itu yang Kada suka. Sayangnya Mami yang gagal. Mami ikut hancur saat Kada juga hancur, tapi Mami lebih hancur lagi melihat hubungan kalian jadi seperti tadi. Mami engga nyalahin kalian, mungkin karena melakukannya sendirian, Mami jadi engga bisa berlaku maksimal sebagai orang tua."
Kinta menangis, dia menghambur memeluk Maminya dengan isak pelan.
"Mami engga salah. Mami udah membesarkan kami dengan sangat baik bahkan tanpa Papi. Kinta sayang sama Mami, maafin Kinta karena udah bikin Mami sedih," sesalnya.
Kinta jarang sekali menangis, bahkan ketika dia putus dari pacar satu-satunya yang seorang kakak kelas di sekolahnya dulu. Tapi Kinta akan mudah menangis, jika itu berhubungan dengan kedua orang tuanya. Dan patah hati terbesarnya adalah saat Papinya yang sangat dia sukai itu tiba-tiba saja pergi dengan mendadak, untuk selamanya.
"Mami mau bilang makasih, karena Kinta sudah mau berbesar hati. Tapi buat sekarang, jangan minta maaf duluan ke Kada, biarkan Mami bicara dulu sama dia supaya dia juga sadar sama kesalahannya. Okay?"
Mengangguk, Kinta semakin mengeratkan pelukannya.
"Mami jangan banyak pikiran. Mami harus hidup seratus tahun lagi, karena Kinta masih butuh Mami."
Ucapannya itu dijawab kekehan geli oleh Maminya.
"Aamiin," jawabnya serius.
**