01

1606 Kata
Kilas Balik — 01 #Tentang Samudra! ______________________ SEBUAH banner besar bertuliskan "Selamat Datang di Olimpiade SMA Provinsi" dipasang di depan gerbang SMA Kebangsaan. Banyak sekali siswa-siswi dengan seragam berbeda-beda masuk ke sekolah itu dengan membawa map warna biru berisi berkas pendaftaran untuk olimpiade. Terdengar lagu-lagu kebangsaan terdengar di seluruh penjuru sekolah. Siswa-siswi tersebut pun sibuk bergerombol dengan teman satu sekolahnya, ada juga beberapa yang mengobrol dengan siswa sekolah lain. Ada yang saling kenal karena pernah satu sekolah dulu, ada yang tetangga, saudara, pernah mengikuti olimpiade sebelumnya, dan faktor-faktor lain mengapa mereka bisa saling mengenal. Tidak lama kemudian, datang lagi rombongan dari SMA Lencana Puri. SMA paling favorit di kota ini. SMA yang menjadi tujuan sekolah untuk banyak siswa dari sekolah manapun. Sayangnya, tidak sembarang orang bisa masuk kesana. Harus melewati tes yang sangat sulit seperti masuk universitas. Karena peminatnya yang banyak, membuat SMA itu harus menerapkan passing grade paling atas. Dan orang-orang yang datang untuk mengikuti olimpiade tentu saja siswa-siswi yang pintarnya di atas rata-rata. Salah satu diantara siswa SMA Lencana Puri yang datang adalah pemenang Olimpiade Matematika Nasional SMP dan bertahan sampai tahun kemarin. Mungkin sampai tahun ini juga. "Samudra..." "Itu cowok yang pintarnya enggak ketulungan itu, 'kan?" "Gila sih, pintar banget!" "Ganteng juga ya," Suara-suara orang-orang pun mulai berseliweran semenjak rombongan dari SMA Lencana Puri datang. Ada yang terus fokus menatap seorang laki-laki ber-almamater biru yang ber-name tag, Samudra Fiandra Adyamukti. Laki-laki yang paling ganteng diantara teman-temannya dan terlihat paling dingin itu, sibuk mencoret-coret kertas miliknya sambil berjalan. Dia mengikuti kemana teman-temannya pergi dan akhirnya mereka berhenti di salah satu bangku di dekat hall sekolah. Mereka saling bergerombol, tidak berinteraksi dengan siswa dari sekolah lain sama sekali. "Samudra..." Panggil salah satu temannya yang berada tepat disamping kanannya. "Sam..." Ulangnya. Samudra menoleh ke arah temannya itu, "kita bisa ngobrol setelah selesai mengerjakan soal. Bicara hal tidak berguna hanya akan mengacaukan semuanya!" Laki-laki itu menghela napas panjang lalu menatap Samudra yang kembali fokus dengan kertasnya, "aku sangat gugup! Aku tidak pernah ikut dalam lomba apapun sebelumnya." "Berhentilah bicara dan bacalah pembahasan soal yang sudah kita pelajari kemarin." Tandasnya galak. "Belum pernah ikut, bukan berarti akan gagal!" Sambungnya. "Tap—" "Brandon!" Tegur Samudra kepada temannya yang dipanggil Brandon itu. Brandon hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Dia tidak mau membuat Samudra marah karena mengganggu kegiatannya belajar. Samudra selalu fokus dalam belajar, sehingga tidak ada yang berani mengganggunya. Beberapa orang bahkan sangat yakin jika Samudra akan memenangkan Olimpiade. Namun laki-laki itu masih sempat-sempatnya untuk terus belajar. Bahkan tidak melepaskan pandangannya dari kertasnya. Teleponnya berdering, namun tidak dia pedulikan. Mottonya adalah, jika dia sedang fokus dengan sesuatu, maka dia akan mengabaikan yang lainnya terlebih dahulu. Jika fokus itu terbelah, maka hasil yang dirinya dapatkan tidak memuaskan. Bagi seorang Samudra, belajar dan berkutat dengan pelajaran adalah sebuah hobi. Samudra bisa dibilang gila belajar dan selalu menempatkan pendidikan di atas segalanya. Setelah beberapa menit terlewatkan dengan duduk sambil membaca materi yang sudah dipelajarinya sejak beberapa Minggu belakangan ini—akhirnya waktu Olimpiade itu tiba. Siswa-siswi SMA Lencana Puri saling berpisah untuk menuju ke ruangan masing-masing. Brandon menatap Samudra dengan wajah memelas, takut karena belum pernah ikut perlombaan apapun sebelumnya. Brandon berada di kelas yang sama seperti Samudra. Dia mengikuti Olimpiade Geografi—menggantikan kakak kelas mereka yang lulus tahun kemarin. Sebelum masuk ke ruangannya, Samudra mendekat terlebih dulu ke arah Brandon lalu menepuk bahu temannya itu beberapa kali. "Ingat pesan gue, 'kan?" Tanya Samudra yang mendapatkan anggukan singkat dari Brandon. "Berdoa, fokus, dan menyerahkan kepada Tuhan!" Jawab Brandon lancar, tepat seperti yang selalu Samudra katakan. Samudra mengangguk lalu berjalan meninggalkan Brandon untuk kembali ke barisan—untuk masuk ke ruangannya. Sebelum masuk ke ruangan, ada pemeriksaan data diri terlebih dulu. Setelah itu mereka langsung dipersilahkan untuk masuk setelah mendapatkan box berisi makanan dan juga snack. Beberapa orang di dalam ruangan itu menatap kedatangan Samudra yang berjalan dengan santai ke arah meja paling ujung. Mereka hanya bisa menghela napas berulang kali, tidak mau berpikiran terlalu jauh tentang bagaimana nasib mereka yang sudah jelas. Mereka mengikuti lomba yang menurut mereka sudah diketahui siapakah juaranya. Jika bukan karena sekolah yang menunjuk mereka, mungkin mereka tidak akan menghabiskan waktu dengan cara bertanding dengan orang yang sudah jelas-jelas akan memenangkan Olimpiade. Siapa yang tidak mengenal laki-laki itu? Samudra? Bahkan orang-orang akan memanggilnya si beruntung. Mengapa begitu? Karena dia hampir sempurna. Tidak ada satu pun hal yang tidak dimiliki Samudra. Wajah tampan dan menawan, otak yang berfungsi secara luar biasa untuk pelajaran, dan kemampuan olahraga yang tidak perlu dibahas lagi. Samudra seperti menguasai arena, pintar di akademik dan non-akademik tentunya. Untuk sesekali, mereka akan terus melirik ke belakang. Di mana seorang Samudra tengah duduk diam sambil termenung. Sedangkan yang lainnya masih sempat membuka-buka catatan mereka untuk mengingat rumus yang diajarkan guru-guru mereka. Lalu datanglah dua orang pengawas yang masuk ke dalam dengan membawa dua buah amplop cokelat berisi kertas soal dan jawaban. "Silakan kumpulkan handphone atau alat hitung lainnya di meja ini. Lalu letakkan tas beserta catatan-catatan Anda di depan ruangan sekarang." Ucap salah satu pengawas. Semua siswa yang berada di dalam sana pun langsung mengemasi barang-barang mereka yang ada di atas meja, kecuali alat tulis. Lalu meletakkan ponsel mereka di atas meja pengawas. "Sebentar," ucap pengawas kepada Samudra yang baru saja meletakkan ponsel miliknya. "Ini benar-benar handphone-mu?" Tanya pengawas itu lagi kepada Samudra sambil menunjuk ponsel dengan case lucu yang berisi gelembung-gelembung air di dalamnya. Samudra menggeleng, "bukan, itu handphone milik Ibu saya. Saya tidak punya handphone. Apakah itu akan menjadi masalah juga?" "Oh, tidak, tidak masalah. Kamu bisa kembali ke mejamu." Jawab sang pengawas lalu menarik senyum di bibirnya walaupun tidak dibalas dengan senyuman juga. Setelah itu, kertas soal dan lembar untuk menjawab pun dibagikan. Samudra langsung membuka soal tersebut—soal yang hampir mirip dengan tahun lalu atau mungkin tahun lalunya lagi. Hanya saja, ada beberapa pertanyaan yang dimodifikasi sedikit. Klek. Semua mata mengarah kepada seorang perempuan yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. Mungkin, satu-satunya orang yang tidak mengalihkan pandangannya adalah Samudra. Ingat, apa yang selalu dia katakan? Berdoa, fokus, dan serahkan. Dia sudah berdoa tadi. Dan itu artinya, sekarang dia dalam mode fokus. Fokus untuk mengerjakan semua soal-soal yang dimilikinya tanpa mau tahu apa yang terjadi di depan sana. "Maaf, Pak, saya terlambat." Ucap perempuan itu dengan senyuman. "Oke, langsung saja. Persiapkan alat tulis kamu dan segera duduk di kursi kamu." Ucap pengawas itu memberi instruksi kepada perempuan yang baru masuk tadi. Perempuan itu mengangguk lalu berjalan ke arah sebuah kursi yang berada tepat disamping Samudra. Perempuan itu menoleh sebentar, menatap Samudra yang sama sekali tidak melirik ke arahnya. "Siapa nama kamu?" Tanya sang pengawas sambil meletakkan kertas soal di atas meja perempuan itu. "Sonia, Pak." Jawabnya singkat. Setelah mendapatkan kertas soalnya, perempuan itu tidak langsung mengerjakan. Fokusnya terbagi dengan adanya sosok Samudra yang duduk di kursi seberang. Laki-laki itu bahkan tidak menatapnya sama sekali. Terlihat angkuh dan cuek, membuat perempuan itu mengerutkan keningnya bingung. Sedangkan Samudra sendiri tahu jika sejak tadi dirinya diperhatikan. Tapi baginya, tidak ada alasan untuk menoleh ke arah perempuan itu. Toh, dia tidak kenal. Dari nama yang disebutkan pun, terasa asing di telinganya. Jadi, untuk apa Samudra menolehkan kepalanya dan sedikit memangkas waktunya mengerjakan. Dia tidak peduli. Dua jam berlalu, soal beserta jawaban dikumpulkan. Samudra buru-buru membawa tas beserta makanannya untuk keluar ruangan. Laki-laki itu memilih untuk duduk di salah satu tempat duduk yang berada di depan sekolah itu, tepatnya di bawah pohon rindang yang umurnya mungkin sudah cukup lama. "Hai," sapa perempuan yang bernama Sonia, tadi. Samudra menghela napas panjang lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, mencari tempat duduk kosong lainnya. Sayangnya, semua tempat sudah terisi. Hanya kursinya yang masih kosong. Jika dia pergi, mau duduk di mana? Teman satu sekolahnya pun tidak terlihat batang hidungnya sama sekali. "Hai..." Sapa Sonia sedikit kencang sambil menghentakkan kakinya. Samudra mendongak, menatap kedua bola mata perempuan itu. Bahkan mereka saling bertatapan, saling memandang wajah satu sama lain. Dan hal itu, membuat detak jantung Sonia berdetak lebih cepat. Bahkan, Sonia bisa mendengarkan detak jantungnya sendiri. Ada apa ini? "Gue Sonia," ucap perempuan itu yang mendapatkan tanggapan dingin dari Samudra. Samudra beranjak dari duduknya tanpa berniat untuk menyambut jabatan tangan dari Sonia. Laki-laki itu berlalu pergi dengan wajah malas. Mengabaikan semua tatapan tidak suka dari beberapa laki-laki yang kebetulan melihat sikap Samudra kepada Sonia. Mereka menganggap, perlakuan Samudra terlalu kurang ajar, jual mahal, dan sok kecakepan. Walaupun begitu, Samudra tidak mau mempermasalahkan hal itu. Baginya, masalah kenyamanan, hanya dirinya yang paling tahu. "Samudra, ngapain?" Tanya Brandon yang baru keluar dari ruangannya. Samudra menoleh sebentar, "mau makan snack." Brandon mengambil posisi duduk disamping Samudra dan membuka snack box miliknya juga, "kamu tadi pasti bisa ngerjain semua soalnya, 'kan?" "Enggak juga, ada beberapa soal yang lupa enggak gue pelajari." Jawab Samudra apa adanya. "SAMUDRA," teriak seorang perempuan yang tadi sempat memperkenalkan dirinya sebagai Sonia. "Heh, papan kayu, kepala batu, Lo enggak punya sopan santun, hah?" Marah Sonia di depan Samudra. Brandon bersembunyi di belakang punggung Samudra takut-takut. Tangan kanannya menarik-narik seragam Samudra. Samudra hanya menghela napas panjang, "lalu, yang Lo lakukan sekarang ini bisa dikatakan dengan sopan?" Sonia melipat tangannya di d**a dengan kesal, "gue akan pastikan kalau Lo kalah dalam Olimpiade kali ini. Jangan mentang-mentang pinter ya, jadi songong." Samudra hanya menggelengkan kepalanya, "enggak peduli! Siapa juga yang berambisi menang?" Setelah itu, Samudra melenggang pergi. Meninggalkan Sonia yang terlihat kesal. Dia memang tidak pernah berambisi untuk menang selama ini. Samudra menganggap, semua itu hanyalah sekedar keberuntungannya. •••••••••••
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN