Empat

1519 Kata
Hati itu nyata adanya, tapi perasaan yang dirasakan hati sering kali tidak bisa dideteksi oleh alat secanggih apapun dengan teori sehebat apapun. Rasa sakit hati, kecewa, bahagia, jatuh cinta, kita bisa merasakannya dengan jelas tapi jika kita bertanya pada dokter tentang itu semua maka kita tidak akan mendapatkan jawabannya secara ilmiah. Sama seperti yang dirasakan Deanova, entah perasaan seperti apa yang hatinya rasakan saat ini hingga membuatnya sudah berada di depan sebuah kos-an khusus wanita tepat jam 7 pagi. Janjinya kemarin yang akan mengantar jemput Ana karena khawatir Ana akan mengalami bahaya jika mendadak terkena serangan phobia nya saat di perjalanan, benar-benar ia wujudkan. Padahal mereka bahkan tidak sedekat itu hingga harus pulang dan pergi bersama ke kampus. Tapi perasaan khawatir dalam diri Deanova itu telah mencampuri logikanya dan membuat logikanya kalah. Anggap saja ini untuk alasan kemanusiaan, pikirnya. Kemarin dia mengekori Ana pulang dengan mobilnya, dan pagi ini dia juga sudah stand by di depan kos-an Ana untuk menjemput gadis itu berangkat ke kampus bersama meski mereka beda fakultas. Deanova berdiri bersandar pada pintu mobilnya saat Ana keluar dengan kemeja salur berwarna kombinasi pink dan putih dengan tas slempang yang ia sampirkan di bahunya. Rambut sebahu nya ia sematkan bandana berwarna pink senada dengan kemejanya. Ana tersenyum lebar dan berjalan cepat ke arah Dean yang sedang menatap datar ke arahnya. "Nunggu lama ya? Maaf aku tadi nyari makalahku dulu yang ternyata keselip di buku-buku yang udah engga kepakai," ucap Ana saat dia berhadapan dengan Dean. Dean melirik arloji di tangannya, "Baru sepuluh menit kok. Yuk masuk!" Ana mengangguk dan berjalan masuk ke dalam mobil Dean. Sedangkan Dean harus berjalan memutari mobilnya untuk bisa sampai ke kursi kemudi. "Harusnya kamu engga perlu kaya gini Deanova," ujar Ana setelah berhasil memakai sabuk pengaman melingkari tubuhnya. Dean menoleh, sebelah alisnya terangkat naik. "Engga usah antar jemput aku, ini terlalu ngebuang waktu kamu. Aku tau kalau kuliah kedokteran jauh lebih rumit daripada Sastra Indonesia, jadi menurutku kamu mending pakai waktu kamu buat belajar aja," terang Ana kemudian. Dean menstarter mobilnya dan berjalan perlahan keluar dari komplek tempat Kosan Ana berada. "Gue engga sesibuk itu. Lagipula lo sendiri yang bilang kalau engga ada yang bisa antar jemput lo, dan karena gue ngerasa punya waktu jadi ya apa salah nya? Tapi kalau jadwal kita nanti bentrok kita akan cari jalan tengahnya harus gimana. Yang penting lo jangan nekad bawa motor sendiri di saat musim hujan kayak ini," ujar Dean dengan tatapan fokus ke jalan di depannya. Ana menatap Deanova dari samping, senyum kecilnya terbit mendapati perhatian tersirat dari pria di samping nya ini. Padahal mereka baru saja saling mengenal, namun Dean terlihat seperti sedang khawatir pada temannya lamanya. "Tapi kita engga sedekat itu kan sampai kamu punya kewajiban buat antar jemput aku? Apa ini engga terlalu merepotkan kamu?" Ana masih mencoba memastikan bahwa dirinya tidak membuat pria di sebelahnya yang sedang luwes menyetir ini kerepotan. Pasalnya sedikit banyak dia tahu bagaimana sibuknya Dean yang bukan hanya seperti mahasiswa biasa sepertinya yang begitu kuliah selesai langsung pulang. Dean sendiri hanya terpekur lama. Harusnya iya ini merepotkan, tapi entah kenapa Deanova bahkan tidak merasa terbebani sama sekali jika harus bersusah payah menjadi 'supir' untuk Ana, teman barunya yang terasa seperti teman lama. Daripada dia harus membiarkan Ana mengendarai motor sendiri dengan resiko mengalami kecelakaan saat turun hujan seperti yang pernah diceritakan gadis di sebelahnya ini. "Gue engga apa-apa, selama gue bisa itu engga akan jadi hal yang berlebihan buat gue. Jadi stop berusaha men-doktrin keputusan gue supaya goyah. Kecuali.. " Deanova menggantungkan ucapannya seraya membelokan mobilnya ke arah kanan. "Kecuali?" ulang Ana. "Kecuali kalau nanti lo punya cowok dan cowok lo siap gantiin tugas gue buat ngantar jemput lo, baru gue berenti," tukasnya. Ana terdiam, bagaimana mungkin dia bisa memiliki kekasih jika pada kenyataannya hatinya sudah terpenuhi bayangan seseorang dari masa lalu nya. Deanova menyadari perubahan raut muka Ana dan sikapnya yang mendadak diam. Tapi Dean membiarkannya begitu saja karena dia takut jika salah bicara dan akan membuat keadaan semakin runyam. "Sudah sampai Tuan putri," canda Dean seraya melepas sabuk pengamannya. Ana terkesiap dan menoleh ke luar jendela, "Ah iya.. Makasih ya Deanova," ujarnya ketika memastikan bahwa mereka benar-benar sudah sampai. Dean mengangguk dan memperhatikan Ana yang tengah membuka sabuk pengamannya, bersiap untuk turun. "chat gue kalau lo udah pulang," pintanya sebelum Ana benar-benar turun dari mobilnya. Seperti belum sepenuhnya sadar, Ana masih berdiri mematung menatap kosong ke arah mobil Dean pergi. Otaknya seakan tidak menjalankan fungsinya dengan baik, karena seharusnya dia bergegas masuk saat kelas pertama akan di mulai dalam 10 menit lagi. Sedangkan jarak antara tempat dia berdiri sekarang dengan kelasnya memakan waktu lebih dari 5 menit. Beruntung, suara ponsel nya membawanya kembali dari lamunan. Bagas : Lo dimana? Miss Diana bentar lagi masuk Ana menepuk dahinya pelan. Dengan langkah seribu Ana berlari menuju kelasnya dengan tergesa-gesa, dia tidak boleh telat atau dia akan berakhir dengan dianggap tidak hadir di kelas hari ini. Meski begitu, dia tetap merespon setiap orang yang menyapanya sepanjang jalan. "Nafas An, nafas," titah Bagas saat Ana duduk di sampingnya dengan nafas terseret seret. "Aku.. Haaus Gas," katanya tersengal. Bagas terkekeh lalu langsung meraih botol air mineral yang ada di pocket ranselnya dan membukakannya untuk Ana. Ana menyambut gembira sebotol Air putih yang terlihat seperti es teh manis dimatanya saat ini. "Makasih ya Gas, baik banget deh kamu," ucapnya setelah menghabiskan botol air mineral tanpa sisa. Matanya mengedip genit hingga membuat Bagas mengundurkan tubuhnya dengan ekspresi ngeri. "Engga gratis, nanti lo harus ganti sama bubble Tea," balas Bagas santai. Ana mengerucutkan bibirnya, "Enak aja kamu, masa air putih gantinya sama bubble tea, menang banyak dong." Bagas terkekeh dan mengambil alih botol minumnya yang sudah kosong. "Becanda, gue engga akan tega meres anak perantauan kaya lo." Ana mendengkus, padahal Bagas juga hanya tinggal dengan adiknya saja di Jakarta tapi temannya itu bersikap seakan dia punya keluarga lain saja disini. Selanjutnya Ana memilih tidak membalas ucapan Bagas karena dosen mata kuliahnya telah berjalan masuk dengan langkah anggun bak model internasional. "Morning class.. " sapa Miss Diana sembari mengedarkan pandangan ke seisi kelas. Dan detik berikutnya dia mendapatkan jawaban dari seisi kelas. "Morning Miss.. " "Saya ingin satu orang maju ke depan dan membawakan tugas yang saya berikan di pertemuan sebelumnya," katanya seraya menatap beberapa orang yang yang terdekat darinya. "Anaphalis Javanica, Silahkan maju." **** Kesalahan yang dilakukan nya dengan sengaja, membuatnya menyesal dan ingin merubah semuanya menjadi baik seperti sedia kala. Tapi bagai gelas yang sudah dijatuhkan dan pecah menjadi berkeping-keping, maka sekalipun coba untuk disatukan kembali maka rupanya takan bisa sama lagi. Itulah yang terjadi pada kepercayaan Dean yang telah Adeline hancurkan dan tidak bisa dia kembalikan seperti semula. Sekalipun dia kembali dan meninggalkan karirnya sebagai model internasional di Australia yang susah payah dia dapatkan sambil belajar di sana demi membuat Deanova-nya kembali percaya, tapi itu sulit tetap untuk terwujud. Hampir di setiap kesempatan dia mencoba berbicara dengan Dean, tapi pria itu seakan menulikan dan membutakan diri dari segala macam hal yang berbau Adeline. Satu kali Adeline melangkah mendekat, Deanova justru bergerak mundur sebanyak 10 kali, membuat bentang jarak di antara keduanya semakin jauh. Seperti saat ini, saat Deanova terus berjalan dan menyibukkan diri dengan ponselnya tanpa peduli Adeline yang sedari tadi berjalan di sampingnya, berbicara banyak hal untuk menarik perhatian Dean. Pria itu benar-benar menganggap dirinya hantu dan segala ucapannya hanya angin sambil lalu. Adeline berhenti. Dirinya benar-benar lelah jika terus diabaikan seperti ini. Padahal yang ia mau hanya berbicara selayaknya dirinya dan Dean di masa lalu, namun Dean tidak mengijinkan semua itu terjadi. Jarak dirinya dan Dean sudah semakin jauh, saat tiba-tiba saja dia teringat tentang apa yang dilihatnya kemarin tanpa sengaja, saat dia mengikuti Dean. "Siapa cewek yang kamu peluk kemarin? Kamu menghindar dari aku karena kamu udah punya cewek lain?" Adeline sengaja mengeraskan suaranya, membuat beberapa orang yang berada di sekitar selasar itu menoleh penasaran. Juga, ucapannya itu berhasil membuat Deanova akhirnya berhenti dan mau menoleh padanya. "Lo ngikutin gue?" Bulu kuduknya merinding saat melihat tatapan tajam dari Dean. Sepanjang dia mengenal pria itu, Dean tidak pernah memandanginya dengan cara yang setajam itu. "Aku cuma pengen ngikutin kamu sampai ke rumah, tapi ternyata kamu malah lari ke fakultas sastra bahkan di tengah hujan. Itu berarti cewek itu benar pacar kamu kan? Kamu bahkan sampai pelukan engga tahu tempat begitu!" Adeline meninggikan suaranya, berusaha membuat rasa bersalah dalam diri Dean muncul seperti dulu. Biasanya Dean akan langsung panik setiap kali dirinya cemburu. Pria itu akan melakukan segala cara agar Adeline berhenti marah dan kembali percaya padanya. "Apa urusan kamu?" Terkejut. Adeline tidak menyangka jika respon seperti itu yang diberikan oleh Dean. "Apa?" Pria itu menatapnya semakin dingin dan mengerikan. "Apa urusannya sama lo kalau dia benar-benar cewek gue? Mau gue punya pacar kek, punya istri kek, itu udah bukan urusan lo sama sekali. Daripada lo ngurusin jalan hidup gue, lebih baik lo fokus sama kuliah lo. Inget, lo itu mahasiswa pindahan." Usai mengatakan itu, Dean langsung kembali berbalik meninggalkannya. Adeline panik, dia berusaha mengejar Deanova namun kalimat yang keluar dari pria itu mengukuhkan langkah kakinya untuk berhenti. "Jangan bikin diri lo jadi keliatan rendah, Adeline." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN