My Prince Season 2 - 05

2459 Kata
Arga begitu kaget saat menyadari ada suara seseorang di belakang punggungnya, padahal dia kini sedang berada di balik pohon untuk bersembunyi dari bunyi misterius yang menyerupai jejak kaki manusia, alhasil secara refleks ia membelokkan lehernya secara perlahan dan bola-bola matanya membulat saat menemukan ada seorang wanita tinggi berambut perak lurus yang panjang sepinggang, memiliki kelopak mata yang begitu cantik dan bola matanya berwarna biru, serta diberkahi wajah yang cukup cantik. Wanita asing itu juga mempunyai sepasang tanduk hitam di dahinya, sama seperti Arga, pakaian hitam ketat yang dikenakannya juga menunjukkan adanya ekor putih kelinci, juga sama seperti Arga. Sebelum membuka mulutnya, Arga terpaku  dengan kehadiran  wanita asing itu, dia tidak paham mengapa ada makhluk selain dirinya di dunia ini, karena dia mengira hanya dirinya lah satu-satunya makhluk yang hidup di alam ini. Arga tidak pernah menyangka bisa bertemu dengan makhluk yang punya bentuk badan seperti dirinya, apakah wanita asing ini adalah satu spesies dengan Arga? Tapi ada sedikit perbedaan dari lekukan badannya, orang itu tampak bertubuh langsing, berpayudara, dan punya bongkahan p****t yang besar. Sebenarnya siapa orang itu? Mengapa orang itu datang kemari dan berdiri di belakang Arga? Apa yang membuatnya datang kemari? Apakah orang itu punya niat jahat pada Arga? Sungguh, dari tadi pikiran Arga berputar-putar di  pertanyaan-pertanyaan yang semacam itu, dia cukup kebingungan sekaligus ketakutan menemukan makhluk yang sama seperti dirinya. Ini adalah momen pertama kalinya bagi Arga melihat makhluk yang punya bentuk sama seperti dirinya, tidak pernah dia duga sebelumnya. Mungkinkah ada makhluk-makhluk lain di luar sana yang juga punya kemiripan yang sama seperti Arga? Jika memang ada, itu artinya selama ini dia salah, dia tidak sendirian di alam ini. Arga benar-benar senang sejujurnya, tapi dia masih bersikap waspada, dia tidak boleh lengah karena mau bagaimana pun, orang itu adalah orang asing, dan orang asing harus diwaspadai. “Siapa kau!?” Dengan suara anak-anak yang melengking, Arga mencoba untuk bertanya pada sosok yang ada di depannya, yang kelihatannya mulai menyunggingkan senyuman tipis di bibir manisnya yang berwarna merah pekat. Angin berhembus, mengusap-usap seluruh kulit Arga yang kini tengah berkeringat dingin, dengan mata yang melotot tegang. Dua tungkai kakinya juga terlihat agak gemetar, ketakutannya sebagai anak kecil  pada sesuatu yang asing, meluap-luap di dadanya. Namun, Arga berusaha untuk tidak lari atau pun menangis, dia tidak dianggap lemah oleh makhluk yang ada di hadapannya karena mau bagaimana pun, hutan ini adalah tempat kekuasaannya. Orang asing tidak boleh mengambil tempatnya, Arga tetap bertahan di depan orang itu tidak lain tidak bukan untuk mempertahankan wilayahnya. Pemikirannya memang terkesan seperti hewan yang bertahan agar  wilayahnya tidak direbut oleh hewan lainnya, dan memang begitulah Arga. Mendengar perkataan dan ekspresi Arga yang terdengar dan tertampak begitu tegang, senyuman wanita itu jadi semakin mengembang dan dengan anggun, ia mulai menurunkan badannya untuk duduk di tanah, agar tinggi badannya bisa sejajar dengan Arga. Sedikit menghela napas, perempuan itu mulai berkata, “Tenanglah, aku bukan orang jahat,” kata wanita itu dengan tersenyum ramah pada Arga, meski usahanya masih gagal karena bocah pirang itu masih bersikap tegang dan waspada padanya. “Namaku Jiola, aku datang kemari untuk membawamu pulang.” “Pulang?” Seketika dua alis Arga terangkat, kelopak matanya jadi semakin terbuka lebar, dia kaget saat orang  itu mengatakan hal yang tidak masuk akal. “Tempat ini adalah rumahku, itu artinya tempat pulangku adalah di sini.” Menggelengkan kepalanya, gadis itu berusaha menenangkan Arga yang masih tetap teguh pada pendiriannya, dan mencoba untuk menjelaskannya dari awal agar anak itu bisa memahami situasi yang sebenarnya terjadi. “Aku minta maaf karena selama ini telah membuatmu tinggal di tempat ini, aku sangat minta maaf. Andaikan saja aku tahu dan bisa datang lebih awal, mungkin kamu tidak perlu bertahan hidup sendirian di tempat sepi seperti ini,” Tentu saja Arga semakin bingung pada ucapan wanita itu, tapi dia memilih diam sejenak, karena tampaknya orang itu belum selesai mengucapkan semua kata-katanya. “Sebenarnya, saat kamu masih bayi, kamu diculik oleh sekelompok Saura dan dimasukkan ke dalam tempat seperti ini untuk dijadikan sebagai mainan mereka.” “Hm? Diculik? Saura? Mainan mereka?” Kebingungan Arga semakin menggunung saat mendengar perkataan dari Jiola, wanita berambut perak berparas cantik itu yang mengenakan pakaian hitam super ketat. “Jangan membohongiku! Aku tinggal di sini dari kecil dan aku tidak pernah bertemu dengan sesuatu yang kamu sebut sebagai  Saura! Lagipula, Saura itu apa!? Aku tidak pernah melihat siapa pun selain diriku di sini! Dan ini kali pertamanya aku bertemu dengan makhluk selain diriku, dan itu adalah sosok dirimu!” Kembali menghela napasnya, Jiola menyibakkan helaian peraknya yang menutupi mata dengan jemarinya, kemudian matanya kembali fokus ke wajah Arga yang ada di depannya. Tampaknya bocah itu masih bersikeras tidak mau memahami apa yang dijelaskannya, tidak, mungkin lebih tepatnya dia tidak paham pada yang pembahasan ini, terdengar tidak masuk akal di telinga anak itu, dan itu sangat wajar. Oleh karena itulah, Jiola menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya kembali berkata. Arga begitu kaget saat menyadari ada suara seseorang di belakang punggungnya, padahal dia kini sedang berada di balik pohon untuk bersembunyi dari bunyi misterius yang menyerupai jejak kaki manusia, alhasil secara refleks ia membelokkan lehernya secara perlahan dan bola-bola matanya membulat saat menemukan ada seorang wanita tinggi berambut perak lurus yang panjang sepinggang, memiliki kelopak mata yang begitu cantik dan bola matanya berwarna biru, serta diberkahi wajah yang cukup cantik. Wanita asing itu juga mempunyai sepasang tanduk hitam di dahinya, sama seperti Arga, pakaian hitam ketat yang dikenakannya juga menunjukkan adanya ekor putih kelinci, juga sama seperti Arga. Sebelum membuka mulutnya, Arga terpaku  dengan kehadiran  wanita asing itu, dia tidak paham mengapa ada makhluk selain dirinya di dunia ini, karena dia mengira hanya dirinya lah satu-satunya makhluk yang hidup di alam ini. Arga tidak pernah menyangka bisa bertemu dengan makhluk yang punya bentuk badan seperti dirinya, apakah wanita asing ini adalah satu spesies dengan Arga? Tapi ada sedikit perbedaan dari lekukan badannya, orang itu tampak bertubuh langsing, berpayudara, dan punya bongkahan p****t yang besar. Sebenarnya siapa orang itu? Mengapa orang itu datang kemari dan berdiri di belakang Arga? Apa yang membuatnya datang kemari? Apakah orang itu punya niat jahat pada Arga? Sungguh, dari tadi pikiran Arga berputar-putar di  pertanyaan-pertanyaan yang semacam itu, dia cukup kebingungan sekaligus ketakutan menemukan makhluk yang sama seperti dirinya. Ini adalah momen pertama kalinya bagi Arga melihat makhluk yang punya bentuk sama seperti dirinya, tidak pernah dia duga sebelumnya. Mungkinkah ada makhluk-makhluk lain di luar sana yang juga punya kemiripan yang sama seperti Arga? Jika memang ada, itu artinya selama ini dia salah, dia tidak sendirian di alam ini. Arga benar-benar senang sejujurnya, tapi dia masih bersikap waspada, dia tidak boleh lengah karena mau bagaimana pun, orang itu adalah orang asing, dan orang asing harus diwaspadai. “Siapa kau!?” Dengan suara anak-anak yang melengking, Arga mencoba untuk bertanya pada sosok yang ada di depannya, yang kelihatannya mulai menyunggingkan senyuman tipis di bibir manisnya yang berwarna merah pekat. Angin berhembus, mengusap-usap seluruh kulit Arga yang kini tengah berkeringat dingin, dengan mata yang melotot tegang. Dua tungkai kakinya juga terlihat agak gemetar, ketakutannya sebagai anak kecil  pada sesuatu yang asing, meluap-luap di dadanya. Namun, Arga berusaha untuk tidak lari atau pun menangis, dia tidak dianggap lemah oleh makhluk yang ada di hadapannya karena mau bagaimana pun, hutan ini adalah tempat kekuasaannya. Orang asing tidak boleh mengambil tempatnya, Arga tetap bertahan di depan orang itu tidak lain tidak bukan untuk mempertahankan wilayahnya. Pemikirannya memang terkesan seperti hewan yang bertahan agar  wilayahnya tidak direbut oleh hewan lainnya, dan memang begitulah Arga. Mendengar perkataan dan ekspresi Arga yang terdengar dan tertampak begitu tegang, senyuman wanita itu jadi semakin mengembang dan dengan anggun, ia mulai menurunkan badannya untuk duduk di tanah, agar tinggi badannya bisa sejajar dengan Arga. Sedikit menghela napas, perempuan itu mulai berkata, “Tenanglah, aku bukan orang jahat,” kata wanita itu dengan tersenyum ramah pada Arga, meski usahanya masih gagal karena bocah pirang itu masih bersikap tegang dan waspada padanya. “Namaku Jiola, aku datang kemari untuk membawamu pulang.” “Pulang?” Seketika dua alis Arga terangkat, kelopak matanya jadi semakin terbuka lebar, dia kaget saat orang  itu mengatakan hal yang tidak masuk akal. “Tempat ini adalah rumahku, itu artinya tempat pulangku adalah di sini.” Menggelengkan kepalanya, gadis itu berusaha menenangkan Arga yang masih tetap teguh pada pendiriannya, dan mencoba untuk menjelaskannya dari awal agar anak itu bisa memahami situasi yang sebenarnya terjadi. “Aku minta maaf karena selama ini telah membuatmu tinggal di tempat ini, aku sangat minta maaf. Andaikan saja aku tahu dan bisa datang lebih awal, mungkin kamu tidak perlu bertahan hidup sendirian di tempat sepi seperti ini,” Tentu saja Arga semakin bingung pada ucapan wanita itu, tapi dia memilih diam sejenak, karena tampaknya orang itu belum selesai mengucapkan semua kata-katanya. “Sebenarnya, saat kamu masih bayi, kamu diculik oleh sekelompok Saura dan dimasukkan ke dalam tempat seperti ini untuk dijadikan sebagai mainan mereka.” “Hm? Diculik? Saura? Mainan mereka?” Kebingungan Arga semakin menggunung saat mendengar perkataan dari Jiola, wanita berambut perak berparas cantik itu yang mengenakan pakaian hitam super ketat. “Jangan membohongiku! Aku tinggal di sini dari kecil dan aku tidak pernah bertemu dengan sesuatu yang kamu sebut sebagai  Saura! Lagipula, Saura itu apa!? Aku tidak pernah melihat siapa pun selain diriku di sini! Dan ini kali pertamanya aku bertemu dengan makhluk selain diriku, dan itu adalah sosok dirimu!” Kembali menghela napasnya, Jiola menyibakkan helaian peraknya yang menutupi mata dengan jemarinya, kemudian matanya kembali fokus ke wajah Arga yang ada di depannya. Tampaknya bocah itu masih bersikeras tidak mau memahami apa yang dijelaskannya, tidak, mungkin lebih tepatnya dia tidak paham pada yang pembahasan ini, terdengar tidak masuk akal di telinga anak itu, dan itu sangat wajar. Oleh karena itulah, Jiola menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya kembali berkata. Pemikirannya memang terkesan seperti hewan yang bertahan agar  wilayahnya tidak direbut oleh hewan lainnya, dan memang begitulah Arga. Mendengar perkataan dan ekspresi Arga yang terdengar dan tertampak begitu tegang, senyuman wanita itu jadi semakin mengembang dan dengan anggun, ia mulai menurunkan badannya untuk duduk di tanah, agar tinggi badannya bisa sejajar dengan Arga. Sedikit menghela napas, perempuan itu mulai berkata, “Tenanglah, aku bukan orang jahat,” kata wanita itu dengan tersenyum ramah pada Arga, meski usahanya masih gagal karena bocah pirang itu masih bersikap tegang dan waspada padanya. “Namaku Jiola, aku datang kemari untuk membawamu pulang.” “Pulang?” Seketika dua alis Arga terangkat, kelopak matanya jadi semakin terbuka lebar, dia kaget saat orang  itu mengatakan hal yang tidak masuk akal. “Tempat ini adalah rumahku, itu artinya tempat pulangku adalah di sini.” Menggelengkan kepalanya, gadis itu berusaha menenangkan Arga yang masih tetap teguh pada pendiriannya, dan mencoba untuk menjelaskannya dari awal agar anak itu bisa memahami situasi yang sebenarnya terjadi. “Aku minta maaf karena selama ini telah membuatmu tinggal di tempat ini, aku sangat minta maaf. Andaikan saja aku tahu dan bisa datang lebih awal, mungkin kamu tidak perlu bertahan hidup sendirian di tempat sepi seperti ini,” Tentu saja Arga semakin bingung pada ucapan wanita itu, tapi dia memilih diam sejenak, karena tampaknya orang itu belum selesai mengucapkan semua kata-katanya. “Sebenarnya, saat kamu masih bayi, kamu diculik oleh sekelompok Saura dan dimasukkan ke dalam tempat seperti ini untuk dijadikan sebagai mainan mereka.” “Hm? Diculik? Saura? Mainan mereka?” Kebingungan Arga semakin menggunung saat mendengar perkataan dari Jiola, wanita berambut perak berparas cantik itu yang mengenakan pakaian hitam super ketat. “Jangan membohongiku! Aku tinggal di sini dari kecil dan aku tidak pernah bertemu dengan sesuatu yang kamu sebut sebagai  Saura! Lagipula, Saura itu apa!? Aku tidak pernah melihat siapa pun selain diriku di sini! Dan ini kali pertamanya aku bertemu dengan makhluk selain diriku, dan itu adalah sosok dirimu!” Kembali menghela napasnya, Jiola menyibakkan helaian peraknya yang menutupi mata dengan jemarinya, kemudian matanya kembali fokus ke wajah Arga yang ada di depannya. Tampaknya bocah itu masih bersikeras tidak mau memahami apa yang dijelaskannya, tidak, mungkin lebih tepatnya dia tidak paham pada yang pembahasan ini, terdengar tidak masuk akal di telinga anak itu, dan itu sangat wajar. Oleh karena itulah, Jiola menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya kembali berkata. Tampaknya bocah itu masih bersikeras tidak mau memahami apa yang dijelaskannya, tidak, mungkin lebih tepatnya dia tidak paham pada yang pembahasan ini, terdengar tidak masuk akal di telinga anak itu, dan itu sangat wajar. Oleh karena itulah, Jiola menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya kembali berkata. Pemikirannya memang terkesan seperti hewan yang bertahan agar  wilayahnya tidak direbut oleh hewan lainnya, dan memang begitulah Arga. Mendengar perkataan dan ekspresi Arga yang terdengar dan tertampak begitu tegang, senyuman wanita itu jadi semakin mengembang dan dengan anggun, ia mulai menurunkan badannya untuk duduk di tanah, agar tinggi badannya bisa sejajar dengan Arga. Sedikit menghela napas, perempuan itu mulai berkata, “Tenanglah, aku bukan orang jahat,” kata wanita itu dengan tersenyum ramah pada Arga, meski usahanya masih gagal karena bocah pirang itu masih bersikap tegang dan waspada padanya. “Namaku Jiola, aku datang kemari untuk membawamu pulang.” “Pulang?” Seketika dua alis Arga terangkat, kelopak matanya jadi semakin terbuka lebar, dia kaget saat orang  itu mengatakan hal yang tidak masuk akal. “Tempat ini adalah rumahku, itu artinya tempat pulangku adalah di sini.” Menggelengkan kepalanya, gadis itu berusaha menenangkan Arga yang masih tetap teguh pada pendiriannya, dan mencoba untuk menjelaskannya dari awal agar anak itu bisa memahami situasi yang sebenarnya terjadi. “Aku minta maaf karena selama ini telah membuatmu tinggal di tempat ini, aku sangat minta maaf. Andaikan saja aku tahu dan bisa datang lebih awal, mungkin kamu tidak perlu bertahan hidup sendirian di tempat sepi seperti ini,” Tentu saja Arga semakin bingung pada ucapan wanita itu, tapi dia memilih diam sejenak, karena tampaknya orang itu belum selesai mengucapkan semua kata-katanya. “Sebenarnya, saat kamu masih bayi, kamu diculik oleh sekelompok Saura dan dimasukkan ke dalam tempat seperti ini untuk dijadikan sebagai mainan mereka.” “Hm? Diculik? Saura? Mainan mereka?” Kebingungan Arga semakin menggunung saat mendengar perkataan dari Jiola, wanita berambut perak berparas cantik itu yang mengenakan pakaian hitam super ketat. “Jangan membohongiku! Aku tinggal di sini dari kecil dan aku tidak pernah bertemu dengan sesuatu yang kamu sebut sebagai  Saura! Lagipula, Saura itu apa!? Aku tidak pernah melihat siapa pun selain diriku di sini! Dan ini kali pertamanya aku bertemu dengan makhluk selain diriku, dan itu adalah sosok dirimu!” Kembali menghela napasnya, Jiola menyibakkan helaian peraknya yang menutupi mata dengan jemarinya, kemudian matanya kembali fokus ke wajah Arga yang ada di depannya. Tampaknya bocah itu masih bersikeras tidak mau memahami apa yang dijelaskannya, tidak, mungkin lebih tepatnya dia tidak paham pada pembahasan ini, terdengar tidak masuk akal di telinga anak itu, dan itu sangat wajar. Oleh karena itulah, Jiola menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya kembali berkata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN