Apa maksud mu?

1126 Kata
Tak lama, Juni kembali ke areal gedung untuk menemui Lili, gadis itu rupanya masih betah ada di dalam gedung menyaksikan seminar. Juni hanya berdiri di sekitaran teras, ia enggan masuk ke dalam. Saat ia menyapu kan padangan ke sekitar, tanpa sengaja tatapan nya kembali jatuh pada sesosok pria yang di lihat nya di taman tadi, pria itu berjalan memasuki gedung lewat pintu yang ada di samping gedung. Tanpa pikir panjang, Juni segera beranjak berdiri dan diam-diam mengikuti langkah pria tersebut.  Tak ada siapa-siapa, di pintu bagian samping gedung tampak sepi, Juni masuk ke dalam dengan perlahan, ia mengendap-endap sambil menyapukan pandangannya kembali ke sekeliling, koridor yang di laluinya juga tampak sepi dan sedikit gelap. Ia kehilangan jejak, bayangan pria itu menghilang dari pandangannya. Juni tetap melanjutkan langkahnya hingga ia kembali mendengar suara riuh itu lagi. Ia pun berjalan mengendap ke asal suara hingga sampai ke sebuah tirai belakang panggung. Dari celah tirai yang terbuka sedikit, ia bisa melihat pria yang di buntuti nya tadi sudah ada di sana, berdiri di depan podium dan menyapa para audiens.  "Terimakasih atas sambutan nya, di kesempatan kali ini, saya Sagara Ananda Lee, sangat senang bisa hadir di tengah-tengah kalian semua." Pria itu memulai pidatonya, setelah nya riuh tepuk tangan terdengar membahana. Kilatan lampu dari camera dan ponsel juga jadi pemandangan tak biasa bagi Juni. Sekarang ia benar-benar terlihat sebagai seorang penguntit.  "Tolong ceritakan perjalan anda bisa menjadi seorang CEO muda yang tidak hanya sukses, tapi merupakan yang tersukses." Seorang wartawan terdengar mengajukan pertanyaan, yang lain tampak antusias mendengar jawaban dari pria dengan senyum karismatik itu.  "Apakah benar tentang rumor yang beredar kalau anda seorang homo?" Pertanyaan lain ikut bermunculan dan Susana semakin riuh.  Juni yang sejak tadi mendengarkan dari balik tirai, menutup mulut nya tak percaya, ternyata benar yang di katakan temannya-Lili, pria muda yang sedang bicara di depan sana adalah seorang CEO. Astaga... Juni hampir saja tak mempercainya.  "Kalian dapat berita darimana jika aku seorang homo? Kalian tidak lihat aku selalu di kelilingi banyak wanita?" Sagara memberikan sanggahannya dengan menampil kan wajah stay cool-nya. Juni mengakui pria itu memang tampan, alis tebal, mata coklat terang, bibir yang tipis dan bewarna merah alami, astaga... Pria itu nyaris sempurna, di tambah lagi rambut nya yang tampak staylist. Wanita mana yang bisa mengabaikan pesonanya.  "Jadi anda lebih suka dengan image playboy daripada Homo?" Celetuk salah satu seorang wartawan lagi. Tawa Gara segera berderai, seolah ia baru saja mendengar sebuah lelucon yang paling lucu. "Haha... Apa pertanyaan itu harus ku jawab juga? Bukan kah seorang pria erat dengan image harta, tahta, wanita, bukan harta, tahta, pria."  Seketika tawa para audiens membahana, rupanya seorang Gara pandai juga mencairkan suasana, Juni merasa itu sangat menarik.  Setelah beberapa jam berlalu, akhir nya seminar itu berakhir, ternyata semua orang lebih tertarik dengan kehidupan pribadi seorang Gara daripada prestasi yang sudah di raih pria tersebut. Betapa ia harus benar-benar mulai dari nol, pergi dari rumah karena perbedaan prinsip dalam mengelola perusahaan dengan sang Ayah. Sagara Ananda Lee yang merupakan blesteran indo-cina, nekad pergi dari rumah saat ia baru saja lulus kuliah tanpa membawa uang sepeserpun dari rumah, dan ia bertekad pada dirinya sendiri akan sukses sama seperti ayah nya dalam waktu kurang dari lima tahun, dan terbukti, ia bisa memegang semua kata-katanya, kini ia memiliki perusahaan nya sendiri yang bergerak di bidang market place. Dengan mengandalkan ilmu dari kuliah nya di jurusan IT, ia mulai memprogram sendiri pasar online miliknya, yang kini juga telah memiliki banyak anak perusahaan.  Begitulah sekelumit kisah yang Juni tangkap dari pidato pria tersebut. Juni benar-benar merasa bersimpatik pada Gara, pria itu benar-benar pantang menyerah. Apa lagi sekarang dia juga sedang berjuang mengejar impiannya, ia ingin menjadi seorang penulis profesional dengan penghasilan yang memukau, tujuannya agar ia bisa hidup mandiri dan pergi dari rumah yang membuat nya merasa tidak betah. Dia tidak ingin tinggal satu atap lagi dengan ibu tiri dan adik tirinya yang membuat nya benar-benar tidak nyaman untuk lama-lama berada di rumah. Namun Juni sadar, untuk bisa hidup mandiri sangat lah sulit.  Juni hanya lulusan sekolah menengah atas, sulit baginya mendapatkan pekerjaan di kantoran dengan gaji yang lumayan. Ia juga sedikit malas jika harus bekerja dengan pekerjaan membosankan namun hasil nya tidak seberapa. Juni pernah melakukannya, saat baru lulus sekolah dia pernah bekerja sebagai SPG di sebuah pusat perbelanjaan, seharian harus berdiri di depan toko dan memasang senyum, sungguh melelahkan dan membosankan. Dan setiap gajian uangnya habis hanya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Juni ingin mengubah nasib, untuk itu ia ingin menjadi seorang penulis novel, selain bisa menyalurkan hobi, ia juga berpikir akan mendapatkan uang yang banyak. Namun kenyataanya, untuk mewujudkan keinginannya itu sangatlah sulit. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Juni buru-buru mencari tempat untuk bersembunyi, saat pria itu kembali berjalan menuju belakang panggung, terlihat seorang pemuda seumuran dengannya menggantikannya bicara di depan audiens. Sedangkan Gara berjalan menyusuri koridor dan sampailah ia di sebuah ruangan, ruangan itu lebih mirip seperti sebuah basestage, seperti ruangan ganti, make up, yang pernah Juni lihat di tivi-tivi, ruang para artis jika sedang brake syuting. Namun aneh nya ruangan itu tampak sepi. Gara membiarkan pintu ruangan itu terbuka hingga Juni bisa melihat ke dalam.  Gara langsung menuju sebuah sofa bewarna hitam di sudut ruangan, kemudian membanting tubuhnya sendiri di sana, wajahnya terlihat lelah, ia pun segera melonggarkan dasi yang di kenakannya dan membuka beberapa kancing teratas kemeja warna putihnya. Wajahnya ia tengadahkan ke atas sembari memejamkan mata, seolah sedang mengumpulkan oksigen sekitar untuk mengisi paru-parunya.  Entah apa yang membuat Juni memiliki keberanian dan nekad masuk ke dalam ruangan.  "Hai...." Jelas suara itu membuat mata Gara yang tadinya terpejam kini langsung terbuka, ia heran kenapa tiba-tiba ada seorang gadis masuk ke dalam ruangan yang di sediakan khusus oleh panitia hanya untuk dirinya. Siapa gadis ini?  Untuk beberapa detik Gara masih terdiam memperhatikan, wajahnya melongo dan itu terlihat lucu di mata Juni. "Siapa kau? Kenapa bisa ada di sini?" Serunya setelah akhirnya tersadar.  "Maaf, jika aku mengganggu anda Tuan, aku, Juni." Dengan percaya diri Juni mengulurkan tangannya. Namun Gara hanya melirik sekilas dan enggan menjabat tangannya. "Kau sengaja mengikutiku, ya? Dasar wanita." Sebenarnya Gara tidak heran jika tiba-tiba ada wanita yang suka sok kenal dan sok dekat dengannya. Itu sudah pemandangan yang biasa. Tapi aneh nya gadis ini sedikit berbeda. Ia tampak sedikit... Konyol. Gara memilih berdiri kembali dari duduk nya, ia enggan meladeni gadis di hadapannya itu.  "Tuan, tunggu! Bisakah anda membantu ku untuk bisa jatuh cinta pada anda?"  Mendengar pernyataan konyol dari gadis aneh di hadapannya itu tentu saja Gara merasa heran. "Kau salah minum obat, ya?" Gara menggelengkan kepalanya dan hendak berlalu dari sana. "Anda harus membantu ku, kalo tidak, aku akan menyebar luaskan ini pada semua orang." Juni mengacungkan ponsel nya ke udara, membuat langkah Gara terhenti.  "Apa maksudmu?"     "Aku melihatmu tadi," Juni tersenyum menang.     Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN