6

1526 Kata
"Tumben banget lo manggil gue lagi? Ada apa?" Bintang memilih lebih dulu menyesap kopi hitam pesanannya daripada menjawab pertanyaan dari pria di depannya. Namanya Doni, seorang pengangguran yang kaya raya. Orang-orang memang melihatnya sebagai pengangguran yang hanya duduk diam di rumah atau sesekali keluar seperti ini untuk nongkrong. Kemudian orang-orang akan merasa aneh melihat si pria ini yang memiliki mobil mentereng dan rumah tanpa cicilan, mereka berpikir entah darimana si pria pengangguran ini mendapatkan uang. "Gue perlu bantuan lo buat nyari seseorang," kata Bintang. Doni menaikan sebelah alisnya. "Cewek yang waktu itu lagi?" Terdiam sejenak, Bintang kemudian mengangguk yang langsung disambut dengan decakan keras oleh Doni. "Katanya lo udah nyerah, ujung-ujungnya gagal move on juga," cibirnya. "Ini bukan karena gue gagal nyerah atau gagal move on. Tapi karena selama dua hari ini gue ngeliat dia ada di Jakarta. Terakhir kali, gue liat dia tadi pagi di halte deket kantor ini." Doni mulai tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Bintang. Bagaimana pun, dia pertama kali mengenal Bintang saat pria itu meminta dirinya untuk mencarikan seorang gadis dengan hanya mengandalkan nama dan foto masa kecil yang sudah buram. dan itu terus bertahan selama beberapa tahun walaupun selalu saja menghasilkan hasil yang sama, gagal. "Gue tetap bakal kesulitan kalau pakai foto masa kecil. Kadang kala ada orang yang muka pas kecil sama gede nya beda banget. Lo pas ketemu, sempet fotoin dia enggak?" Menggeleng lemah, Bintang menyesali yang satu itu karena dirinya tidak berhasil mendapatkan foto terbaru Gaesha. Hanya saja, penampakan wajah wanita itu sudah terpatri dengan jelas di kepala dan hatinya. Sana dengan apa yang selama ini dia ingat, Gaesha masihlah secantik itu. "Boro-boro mau foto, dia aja langsung kabur pas ngeliat gue," keluh Bintang. "Ya berarti dia emang enggak mau ketemu lo kalau pas ketemu sama lo langsung kabur begitu. Ngapain juga lo masih nyari dia?" Bintang mendesah pelan, "Justru karena itu. Gue mau tahu kenapa selama ini dia ngilang tanpa bilang apa-apa. Ditambah pas ketemu, dia juga langsung kabur menghindar dari gue. Dari yang ada di ingatan gue, dia sama sekali bukan orang yang kayak gitu." Dion berdecak. "Kan manusia bisa berubah. Mungkin aja selama enggak ketemu sama lo, dia jadi mikir kalau lo itu nyebelin dan enggak pantas dia jadiin temen makanya pas ketemu lagi, dia milih lari dari lo. Iya kan?" Memutar bola mata malas, Bintang kemudian meneguk kopinya hingga tandas. "Udah deh! Gue enggak butuh komentar lo. Yang gue mau tahu adalah, lo bisa atau engga buat nyari dia dengan informasi yang minim begitu? Kalau memang enggak bisa, biar gue cari orang lain yang bisa." Sontak Doni tertawa. "Ya mau lah! Dimana lagi gue nyari kerjaan yang walaupun gagal tapi tetap dibayar penuh? Mau berapa kali pun lo nyuruh gue, gue akan tetap mau ngelakuin apa yang lo suruh." Mengabaikan ucapan Doni, Bintang kemudian bangkit berdiri sambil membenarkan letak jas yang dipakainya. "Uang mukanya gue transfer agak sore an. Sekarang gue harus pergi dulu karena ada meeting habis makan siang. Gue tunggu kabar lo secepatnya," ujarnya kemudian. Dia sempat melihat Doni yang mengacungkan jempolnya sebelum dia benar-benar berlalu. Kali ini Bintang setidaknya harus tahu dimana Gaesha tinggal. Dia harus memperjelas keadaan tentang alasan Gaesha yang tiba-tiba menghilang dulu selama belasan tahun tanpa mengabari atau muncul di depannya lagi. Harus. * "Ck!" Didi mengerutkan keningnya dengan tajam, sudah berulang kali manusia di depannya berdecak begitu keras hingga membuat nafsu makan Didi berkurang seperempat. "Lo ngapain sih?" tanyanya sewot. Gaesha yang ditegur, malah menjawab dengan tidak kalah nyolot. "Aku daru tadi refresh email, tapi belum ada email baru yang masuk," keluhnya kesal. "Ya percuma lo refresh terus menerus kalau emang belum waktunya itu email masuk. Lagian belum tentu juga lo bakalan diterima kan di perusahaan itu." Mata Gaesha mendelik tajam. "Kamu kok begitu sih? Aku tuh yakin banget kalau pengujinya terkagum-kagum sama aku pas wawancara, jadi aku yakin seratus persen kalau aku bakalan diterima di perusahaan itu." Didi mendengus, dia lekas memasukan sepotong wafle ke dalam mulutnya. "Cuma elo, manusia yang percaya dirinya ngalah-ngalahin tingginya menara Eiffel," ledeknya. Tapi Gaesha hanya mengabaikan ucapan Didi dan kembali melakukan kegiatan sia-sia nya dengan me re-load laman email-nya berulang kali. "Lagian kenapa sih, lo enggak ngelamar di tempat lain? Masih banyak kok perusahaan benefit yang gajinya gede dan posisinya bagus. Lo kan ya...lumayan pinter, jadi enggak akan susah buat diterima di perusahaan lain," tanya Didi heran. Pasalnya, Gaesha hanya fokus mengirimkan satu lamaran saja ke satu perusahaan. Gadis itu tidak ingin mengirimkan lamaran ke perusahaan yang lain padahal Didi yakin masih banyak perusahaan yang juga membuka lowongan untuk karyawan baru. "Posisi yang aku mau, cuma ada di sana. Kamu tahu kan, kalau aku pengen banget jadi editor? Udah gitu, semua buku-buku yang selama ini aku suka, terbitan dari sana semua. Jadi aku harus banget buat diterima di perusahaan itu!" Melihat tingkah laku aneh temannya, Didi sampai kehabisan kata dan hanya bisa menggelengkan kepala dengan takjub. "Ya sudah, lo makan dulu deh nasi goreng lo ini. Udah dingin, enggak enak lagi dimakan," suruh Didi. Gaesha lekas mengangguk. Dia menarik piring nasi gorengnya mendekat dan menyantapnya dengan satu tangan, lalu tangan lainnya masih sibuk memandangi layar ponsel yang tipe nya sudah sangat ketinggalan jaman. "Lo beneran enggak mau bungkus nasi gorengnya buat di rumah? Biar bisa dipesanin sekarang," tanya Didi. Tadi saat dia hendak pulang kerja, Gaesha menghubunginya dan mengajaknya makan malam bersama. Didi tanpa bertanya pun sudah tahu bawah niat dari mengajak makan malam bersama adalah agar dirinya mentraktir Gaesha. Namun walaupun sudah tahu seperti itu, Didi tetap tidak keberatan. "Enggak usah. Ini aja udah cukup kok, Di. Aku kalau sampai kontrakan langsung mandi terus tidur, udah enggak kepikiran buat makan," balas Gaesha dengan mulut yang penuh mengunyah makanan. Didi mengangguk, setidaknya dia sudah menawarkan untuk Gaesha membawa pulang nasi gorengnya. Lalu sedang asik makan sambil mengedarkan pandangan memperhatikan para pengunjung lain, Gaesha tiba-tiba saja menjerit tertahan hingga membuat beberapa nasi dalam mulutnya berhamburan keluar. Didi meringis, mendorong kotak tisu pada temannya yang satu itu. "Tuh kan! Aku tuh yakin banget sama kemampuan aku, jadi aku pasti enggak salah kalau ngira aku bakal diterima," kata Gaesha. Tangannya mengangkat tinggi ponselnya dengan posisi layar yang menghadap ke arah Didi, menampilkan beberapa baris tulisan dengan bahasa formal. Didi tersenyum menyeringai. "Hebat juga lo bisa benar-benar diterima di sana," pujinya. dia kemudian menurunkan ponsel Gaesha yang tepat ada di depan wajahnya. "Selamat ya! Sekarang lo udah enggak jadi pengangguran lagi," ucapnya tulus. Dengan wajah berbinar, Gaesha mengangguk berulang kali. Matanya berbinar cerah saat memandangi layar ponselnya yang menampilkan kalimat yang mengatakan bahwa Gaesha secara resmi diterima di perusahaan itu sebagai karyawan. "Rasanya kayak mimpi. Akhirnya aku punya pekerjaan dan enggak akan lagi ngerepotin kamu," ujarnya pelan. Mata Gaesha mulai terlihat berkaca-kaca, membuat Didi mau tidak mau menatap iba pada gadis yang entah sejak kapan menjadi bagian penting baginya. "Kapan sih lo ngerepotin gue? Gue enggak pernah ngerasa direpotin sama lo. Gue tulus dan ikhlas bantu lo, gue malah enggak suka kalau lo ngomong begitu. Nanti, kalau lo udah nerima gaji pertama lo, lo tinggal traktir gue makanan enak. Dengan begitu, kita jadi impas. Oke?" Tanpa ragu, Gaesha mengangguk. "Pas aku gajian nanti, apapun yang mau kamu makan, kamu tinggal bilang aja. Aku pasti bakalan langsung beliin," katanya yakin. Didi tertawa, dia mengangguk saja. Ikut senang dengan kabar gembira yang didapat oleh temannya itu. "Kapan bisa mulai kerja?" tanyanya kemudian. Mendengar pertanyaan dari Didi, Gaesha kembali menekuri layar ponselnya. Mencari tahu informasi kapan dia bisa mulai bekerja. "Lusa." Lalu dia mendesah lega. "Syukurlah! Seenggaknya aku bisa siapin diri dulu dengan benar. Aku juga perlu beli setelan kerja, untungnya aku masih punya tabungan walaupun enggak banyak." Sambil mengaduk minuman menggunakan sedotan yang mengambang di dalam gelasnya, Didi berpikir. "Gue banyak setelan yang udah enggak muat. Dulu kan gue lumayan kurus, mungkin bakalan pas buat lo," ujarnya. Mata Gaesha langsung berbinar mendengar berita yang berpotensi menyelamatkan uang tabungannya itu. "Beneran?" tanyanya memastikan. Didi mengangguk, membuat Gaesha langsung bersorak senang. "Heran deh sama Didi. Kok bisa sih selalu nyelametin aku di saat yang tepat?" Didi mendengus. Dia sudah biasa menerima pujian secara mendadak dari Gaesha saat gadis itu baru saja ditolong olehnya. Didi bahkan sudah tidak merasa tersanjung lagi sekarang. "Besok gue bawain deh. Kita ketemuan habis pulang kerja aja, kayak sekarang." "Terus aku ditraktir makan malam lagi kayak sekarang?" tanya Gaesha tidak tahu malu. Menatap datar pada wajah menyebalkan milik Gaesha yang malah terlihat lucu itu, Didi hanya melengos karena malas memberikan jawaban. Gaesha malah terkikik, tahu betul jika temannya itu akan mau mau saja mentraktir nya makan. "Jangan yang mahal-mahal," kata Didi dengan ketus. Mengecimus, Gaesha meminum habis teh manis miliknya. "Walaupun aku ini kadang enggak punya malu, tapi aku masih tahu diri. Mana pernah aku minta traktir makanan mahal?" Didi hanya mengangkat bahunya acuh. Dia memalingkan wajah, memperhatikan suasana resto yang semakin malam malah semakin ramai. Lalu keningnya berkerut saat mendapati seseorang yang walaupun tidak melakukan apapun namun terlihat mencolok. Apalagi, ada sedang wanita cantik di sampingnya yang sangat on point sekali dadi segi berpakaian. "Artis ya dia?" gumam Didi tanpa sadar. Gaesha yang mendengar hal itu, mengikuti arah pandang Didi dan kemudian tersedak sisa es teh manis miliknya. "Sial!" umpatnya lirih. ___
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN