Berjalan menuruni tangga, Bintang melangkah begitu saja walaupun jelas-jelas matanya menangkap dua orang yang tengah duduk di meja makan rumahnya.
Ia sudah biasa seperti ini. Sudah biasa berlalu seakan tidak melihat ada manusia lain di rumah ini. Dan biasanya tidak akan ada yang menegurnya, meskipun dia bertindak seperti itu. Namun kali ini, hal yang tidak biasa justru terjadi.
Wanita yang selama lima belas tahun tiba-tiba saja menjadi ibunya, menegurnya hingga mau tidak mau membuat Bintang berhenti berjalan.
"Duduk lah dulu! Apa susahnya menghabiskan beberapa menit untuk makan bersama dengan kedua orang tua mu?" tegur wanita itu.
Bintang nyaris saja tertawa mendengarnya. Orang tua dari mana sedangkan mereka tidak memiliki hubungan darah? Satu-satunya orang yang memiliki hubungan darah dengannya justru hanya duduk diam mengunyah roti bakar di dalam mulutnya tanpa memperhatikan keberadaannya sama sekali.
"Saya ada meeting pagi ini, jadi enggak bisa. Lain kali saja," tolak Bintang.
Dengan tangan yang masih memegangi jas abu-abu miliknya, dia kembali melangkah hendak berlalu ke arah pintu. Namun sebuah suara dingin dan datar terdengar, membuat Bintang berhenti untuk kedua kalinya.
"Kamu enggak bisa duduk buat basa-basi ana supaya kita kelihatan kayak keluarga?"
Menatap sama datar pada pria yang memiliki darah dan DNA yang sama dengannya, mau tidak mau Bintang akhirnya berjalan ke arah meja makan dan duduk di sana.
Dia benar-benar baru tahu ada yang namanya duduk basa-basi sebagai keluarga. Hal yang lucu namun juga memuakkan.
Wanita di sampingnya menyodorkan piring yang berisi roti goreng yang sama dengan yang dimakan oleh Ayahnya. Namun Bintang tidak menyentuh nya sama sekali.
Bukankah Ayahnya hanya meminta dia duduk sebagai basa-basi? Maka di pikiran Bintang, dia hanya perlu bertahan sampai beberapa menit ke depan lalu berangkat ke kantor.
Tik tok tik tok
Dia mengangkat tangannya, melihat pada pergelangan tangan yang ada jam tangan di sana.
Sudah lebih dari lima menit maka dia langsung berdiri.
"Sudah. Sekarang sudah saatnya saya untuk berangkat ke kantor atau saya akan benar-benar terlambat dan kehilangan tender miliaran rupiah."
Bintang kini memakai jas yang sejak tadi hanya tersampir di lengannya, dia mengabaikan wanita yang merupakan istri dari Ayahnya itu, yang merasa tersinggung karena Bintang tidak memakan roti yang ia sodorkan.
"Sampai bertemu di kantor, Pa," salam Bintang pada Papanya.
Tangannya merogoh kunci mobil yang dia letakan di saku jasnya, sudah bersiap untuk benar-benar meninggalkan rumah itu.
Sebelum kemudian, suara wanita itu kembali terdengar.
"Besok datang lah ke pesta pernikahan Rose. Kamu sudah menolak dia, jadi enggak ada salahnya kalau sebagai rasa saling menghargai, kamu datang ke pesta pernikahannya."
Tanpa sadar, mata Bintang terpejam.
Dia bahkan sudah hampir melupakan sosok wanita bernama Rose yang sempat dijodohkan dengannya dulu namun Bintang menolak dengan mengatakan bahwa dirinya tidak suka wanita alias gay. Tapi kini wanita yang sangat berharap dipanggil Mama oleh Bintang itu, kembali mengingatkan kejadian kelam yang sudah ingin Bintang lupakan.
"Saya enggak janji. Soalnya jadwal saya belakangan ini terlalu sibuk, bahkan buat makan siang aja saya kadang lupa," kilah Bintang.
"Harusnya kalau buat makan siang aja kamu sering lupa, kamu sempetin makan sarapan yang sudah susah payah disiapkan sama Mama kamu," sahut Papanya tiba-tiba tanpa menatap ke arah nya.
Sontak Bintang tertawa setelah mendengar kalimat papanya itu.
"Papa kayaknya belum kenal sama Tante Yani ya? Tante Yani kan katanya jago masak sampai dapat perhargaan di perkumpulan yang dia ikuti. Masa iya cuma nyiapin roti bakar aja bikin Tante Yani kesusahan sih?"
Tanpa diduga, setelah mendengar ucapannya, sang Ayah langsung mengangkat pandangan dan menatapnya dengan tajam.
Namun kali ini juga Bintang tidak perduli. Dia langsung mengubah arah tumitnya dan berjalan ke arah pintu.
"Menurut perkiraan, saya akan terlambat selama lima menit ke rapat pagi ini. Jadi sebelum saya semakin terlambat, saya pamit dulu," katanya sebelum benar-benar hilang di balik pintu.
*
Bintang tidak berbohong saat dia mengatakan dirinya akan terlambat menghadiri rapat. Karena pada kenyataannya dia memang benar- benar terlambat, hanya saja tidak ada satu orang pun yang berani menegurnya ataupun bahkan sampai membatalkan tender seperti yang dia katakan pada Ayahnya.
Alasannya adalah karena klien yang dia temui hari ini adalah sahabatnya semasa kuliah, yang dulu sering sekali menyontek tugas darinya.
"Telat bangun?" tanya pria gondrong berpakaian agak berantakan itu.
Namanya Reza, umur dua puluh tiga tahun dan masih melajang. Walaupun penampilan nya selalu saja terlihat urakan dengan rambut gondrong nya itu, namun Reza adalah pemilik salah satu mall terbesar di Ibu Kota.
Bintang duduk dengan tenang di kursinya, membuka map yang sudah ada di depan matanya.
Harusnya, saat ini Sekretaris nya ada untuk mendampingi nya saat rapat, namun gadis berumur dua puluh dua tahun bernama Lolita itu sedang Bintang mintai tolong memberi kopi dari kedai yang letaknya agak jauh dari kantor.
"Gue tadi habis main drama jadi keluarga-keluargaan," jawabnya acuh.
Kening Reza langsung bertaut usai mendengar jawaban dari pria di depannya itu.
"Maksudnya?"
Tidak berniat untuk memuaskan rasa penasaran yang dirasakan oleh Reza, Bintang malah mengibaskan tangan dan langsung menunjukkan beberapa poin yang ada di dalam map.
"Yang ini.. saya sudah merubahnya sesuai dengan yang pihak Bapak minta. Tapi di poin yang terakhir tentang maksimal keterlambatan persediaan barang, sudah tidak bisa kami ubah lagi karena itu sudah kami sesuaikan dengan sistem gudang kami," ujar Bintang, tiba-tiba merubah cara bicaranya menjadi formal.
Bibir Reza berkedut menahan tawa mendengar cara bicara Bintang yang tiba-tiba saja berubah. Namun dia sendiri kemudian beerdeham pelan, menyesuaikan intonasi suaranya untuk berbicara menggunakan bahasa formal juga.
"Kalau soal itu, kami masih bisa terima. Yang terpenting poin lain sudah diubah dan disesuaikan dengan apa yang kami inginkan," balasnya.
Tidak lama setelah itu, sosok Lolita muncul dari balik pintu dengan membawa tiga cup kopi dingin. Keringat mengucur di beberapa bagian wajahnya yang putih, mungkin karena gadis itu harus berjalan cepat di tengah panas terik saat ini.
"Maaf lama, Pak. Tadi ngantre di kafe nya," kata gadis itu sedikit terengah.
Melihat bagaimana kesulitannya gadis itu, Reza merasa iba juga. Dia reflek bangun dari duduknya dan mengambil alih cup kopi miliknya dan milik Bintang.
Reza nyaris berdecak saat melihat Bintang yang masa bodo saja walaupun melihat wajah Lolita yang terlihat menderita. Bahkan untuk sekedar melirik ke arah Lolita pun, Bintang tidak mau melakukannya.
Yang di lakukan oleh pria itu justru langsung melanjutkan pembahasan mengenai kesepakatan perusahaan miliknya yang merupakan brand berbagai makanan dan minuman ringan yang sangat digemari di Indonesia dengan Mall milik Reza yang baru kali ini membuat kesepakatan dengannya.
"Jadi, sepakat untuk tidak mengubah apapun lagi?" tanya Bintang. Tangannya mengangkat cup miliknya dan menyedot minuman dingin itu lamat-lamat.
Reza mengangguk, "Saya rasa sudah cukup. Lagipula kita sudah membahas masalah ini sebelumnya dengan Manajer Gudang di kantor saya dan dia hanya membutuhkan poin-poin yang sudah diubah tadi," balasnya.
Kepala Bintang ikut mengangguk. Lekas dia menutup kembali map yang ada di tangannya kemudian melirik pada Lolita.
"Kamu sudah catat poin pentingnya?"
Gadis yang ternyata sedang menatap ke arahnya itu, langsung gelagapan. Buru-buru tangan cantiknya membuka tablet yang ada di hadapannya dan mengangguk kaku.
"Su-sudah, Pak."
Sesaat Bintang menatap datar gadis itu sebelum kemudian mengalihkan pandangan ke arah Reza.
"Kalau begitu, kamu boleh kembali ke ruangan kamu," kata Bintang pada Lolita tanpa menatap gadis itu.
Dengan wajah suram, Lolita langsung mengangguk. Berdiri dari duduknya dan memberi salam pada Reza sebelum kemudian keluar dari ruangan itu.
Berjeda satu detik setelah Lolita keluar, Reza langsung berdecak cukup keras.
"Lo kok bisa sih jahat gitu sama dia? Dia kelihatan sedih banget loh, lo jutekin dan lo jahatin kaya tadi," tanya Reza heran.
Sebelah alis Bintang terangkat, "Lo tahu kenapa gue bersikap kayak gitu? Apa lo pikir gue tanpa alasan bersikap dingin dan jutek kayak gitu ke dia?"
Reza mengangkat bahunya sebagai tanggapan.
Bintang menghela napas, menjatuhkan tubuhnya di kursi begitu saja.
"Awalnya gue enggak begitu, apalagi pekerjaan dia lumayan rapi dan bagus. Tapi waktu itu secara enggak sengaja gue baca chat di grup karyawan lewat akun Manajer Marketing. Di sana, dia jadi orang yang setiap hari ngambil foto gue diam-diam dan kemudian disebar di grup chat itu. Kalau lo jadi gue, apa yang bakalan lo lakuin?"
Mata Reza membulat setelah mendengar apa yang diceritakan oleh Bintang.
"Ya gue langsung pecat lah! Itu kan namanya pelanggaran privasi, bisa dituntut juga loh!"
Bintang lantas menjentikkan jarinya setelah mendengar pendapat dari Reza.
"Nah! Makanya gue enggak bisa lagi bersikap ramah dan pura-pura enggak tahu setelah lihat itu. Tapi mempertimbangkan pekerjaannya yang bagus selama ini, gue akhirnya engga mecat dia. Cuma...ya gue enggak bisa aja bersikap seolah gue engga enggak tahu apa yang terjadi."
Reza berulang kali menganggukkan kepalanya, tanda mengerti.
"Pantas aja lo sampai ngirim dia buat beli kopi di kedai yang jauh padahal ada kedai yang baru buka di depan kantor. ternyata ada maksud terselubung di dalamnya. Lo mau balas dendam dan bikin dia enggak betah terus mengundurkan diri? Begitu, kan?"
Bintang hanya mengangkat bahunya, kembali menyedot kopinya yang tinggal setengah.
"Enggak sampai segitunya juga sih. Tapi kalau pada akhirnya dia memang enggak betah dan mengundurkan diri, ya malah bagus! Jadinya kan bukan gue yang mecat dia." Lalu raut wajahnya tiba-tiba saja berubah saat dia teringat sesuatu. Sontak dia berdecak keras hingga membuat Reza terkejut.
"Kenapa lo? Lo baru sadar kalau lo sebenarnya suka sama Lolita?"
Mata Bintang mendelik mendengar tebakan tidak masuk akal itu.
"Cerita drama darimana itu? Gue cuma baru inget kalau istrinya Papa nyuruh gue datang ke kawinan cewek yang pernah dijodohin sama gue. Ah, sial!" rutuknya kesal setengah mati.
**