Seorang perempuan berjalan kaki di trotoar bersama banyak pejalan kaki lainnya. Perempuan dengan rambut hitam lurus, wajah berseri tanpa make up, dan bibir mungil miliknya berjalan kaki pagi-pagi untuk menuntut ilmu di salah satu kampus swasta di Jakarta.
Dengan senyuman manis nan merekah, dia bertegur sapa dengan orang yang di kenalnya. Menyentuh embun pagi yang hinggap di beberapa dedaunan dan menyerap aura ketenangan dari kesejukan angin pagi.
Dia berjalan dengan riang gembira menuju kelasnya. Saat melewati lorong, banyak mahasiswa/i lain yang menyapanya. Baru saja dirinya muncul di pintu kelas, dia langsung di panggil oleh sahabat karibnya.
"Andiraaaa!" Teriak salah satu perempuan yang sedang duduk di samping seorang pria berkaca mata trendi.
Dia adalah Andira Pradipta. Seorang mahasiswi tingkat akhir di salah satu kampus swasta. Perekonomiannya tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Dia harus kerja part-time untuk membiayai pendidikannya sendiri dan kedua adiknya yang harus bersekolah dikarenakan mereka sudah di tinggal kedua orang tuanya. Tepatnya, saat dirinya dinyatakan lulus SMA, kedua orang tuanya terlibat kecelakaan naas bersama penumpang lain. Seharusnya hari itu adalah hari bahagianya karena bisa melanjutkan langkahnya ke kampus impiannya, tapi takdir berkata lain dan mengharuskannya menjadi perempuan berjiwa baja namun berhati perasa untuk kedua adiknya dan untuk dirinya sendiri.
Setelah kecelakaan orang tuanya itu, kebahagiannya seakan di rampas paksa. Tidak ada lagi kasih sayang dari orang tua bahkan dari pacarnya yang dulu. Dulu, keluarga Andira bisa di katakan adalah keluarga yang terpandang namun setelah mereka tiada, semua aset yang dimiliki orang tuanya harus ia gunakan untuk menggaji karyawan di perusahaan orang tuanya. Andira yang mengharapkan akan mendapat dukungan batin dari pacarnya agar lebih tegar menghadapi kenyataan pahit, justru di saat kedua orang tuanya dimakamkan, pacarnya malah memutuskan hubungan dengannya dan pergi tanpa kabar.
Andira sempat mengakhiri hidupnya dan meninggalkan semua kesakitan yang di derita batinnya, namun ia melihat kedua adiknya yang masih kecil. Oleh karena itu, ia mendedikasikan hidupnya untuk kebahagian hidup adiknya dan untuk pendidikannya agar bisa hidup lebih baik lagi.
Setiap hari, Andira harus bekerja part-time setelah pulang dari kampus sampai jam 10 malam. Setelahnya dia pulang dan mengurus kedua adiknya. Terkadang persediaan beras dan lauk lainnya habis sebelum waktunya dan mereka terpaksa untuk berhutang ke tetangga. Andira berusaha tegar dan kuat untuk kedua adiknya, tidak lagi memikirkan hati untuk berkasmaran dengan pria lain.
***
"Setelah saya tinjau hasil laporan kalian, tidak ada satu pun yang benar dan bisa memuaskan hati saya. Tapi, ada satu mahasiswi yang membuat saya terkagum dengan hasil risetnya" Ucap seorang dosen yang mengajar di kelas Andira.
"Siapa itu" Ucap Aldo, teman Andira yang biasanya bertanggung jawab di kelas.
"Mahasiswi ini membuat saya terkagum-kagum dengan hasil risetnya. Tidak hanya dengan cara dia mengolah data, namun laporan yang dia kumpulkan sangat rapi tanpa celah sedikitpun. Andira Pradipta, selamat kamu mendapat poin plus di kelas saya. Karena itu, saya berniat menghadiahkan sesuatu untukmu. Apa permintaamu"
"Uuuuuuuuuuuu.....congrats yaaa" Sorak semua mahasiswa/i yang berada di kelas itu.
Memang sudah menjadi kebiasaan. Andira selalu menjadi pujian dosen, kating, bahkan temannya kagum dengannya. Tidak hanya di bidang pendidikan saja, namun dia juga jago di bidang musik. Maka tidak heran jika dia selalu menjadi pusat perhatian.
"Saya tidak menyangka bisa membuat bapak bangga dengan hasil riset saya. Untuk saat ini, saya tidak punya keinginan apapun pak. Terima kasih atas niat baiknya" Ucap Andira sopan.
Semua orang yang ada di kelas itu menatap Andira kagum.
"Baiklah. Karena kamu malu mengatakan permintaanmu, bagaimana kalau beasiswa S1 kamu lanjut ke S2. Kamu tidak usah khawatir, saya sudah membicarakan ini dengan pihak kampus dan mereka menyutujuinya. Bagaimana?"
Semua orang kembali terkejut dengan tawaran dosen mereka dan terkagum kembali dengan Andira.
"Baiklah pak" Ujar Andira malu-malu.
"Oke. Ini juga berlaku untuk kalian, jika riset kalian bisa membuat kami bangga, kalian juga akan mendapat hal yang sama. Kelas cukup untuk hari ini, semoga hari kalian menyenangkan" Ujar dosen menutup kelas dan keluar.
Banyak mahasiswa/i menghampiri Andira setelah keluarnya dosen. Kebanyakan dari mereka meminta tips dan trik keberhasilan riset Andira hingga membuatnya mendapat beasiswa lagi.
***
"Aku pulang dulu ya. Aku harus kerja lagi hari ini sampai jam 10 malam" Ucap Andira pada Sila, temannya.
"Kamu gak lelah?. Pagi harus kuliah trus pulangnya juga harus kerja sampai jam 10 malam" Ucap Sila sedikit kesal.
Mereka berdua sedang berada di perpustakaan. Sila memaksa Andira untuk mengajarinya meriset data agar mendapat pujian juga dari dosen. Andira senang hati membantu sahabat karibnya itu karena hanya dia yang mendukungnya untuk bangkit kembali setelah kepergian kedua orangtuanya.
"Kalau di tanya lelah, pasti lelah lah. Tapi aku juga kasian sama adik-adikku yang harus sekolah. Ada kalanya kita juga harus enjoy sama hidup kita sendiri. Aku pergi dulu ya, takutnya telat nanti. Bye!"
Andira berlari meninggalkan Sila yang masih kagum dengan kepribadian sahabatnya itu.
"Kamu memang panutanku Ira. Great job" Ujar Sila sambil mengacungi jempolnya pada Andira yang sudah di telan lorong.
***
Andira berjalan kaki sendirian di sepinya malam. Dia pulang dengan membawakan kedua adiknya makanan sisa para pelanggan. Tenang saja, makanan yang di bawa Andira tidak pernah di sentuh sedikitpun oleh pelanggan.
Dengan senang hati Andira pulang dan membawakan kedua adiknya makanan mahal seperti yang mereka idam-idamkan semenjak kepergian kedua orang tua mereka. Andira tidak berani untuk membelanjakan uang hasilnya bekerja untuk membeli barang yang mahal dikarenakan biaya hidup mereka yang juga mahal. Untuk membelikan adiknya baju saja, dia harus pergi ke pasar loak. Kadang jika ia mendapat gaji, dia hanya bisa mentraktir adik-adiknya bakso dan mereka sangat bersyukur dengan itu.
Andira tiba di kosannya. Kosan kecil dan minimalis, cukup untuk menampung mereka bertiga. Untung saja lingkungan tempatnya ngekos adalah lingkungan yang baik. Jika tidak, mungkin bisa menjadi buah bibir setiap dirinya ketahuan pulang pukul 10 malam.
"Kakak pulang!. Kakak bawa makanan enak nih" Teriak Andira saat dirinya baru saja masuk ke kosan.
Mendengar teriakan dari sang kakak, dua anak kembar seumuran anak SD kelas 5 berlari menyambut kakaknya.
"Yeee. Kita makan enak ya malam ini kak?" Tanya Dina.
"Iya kan, kak?" Tanya Diba.
Kedua adik kembarnya itu terlihat kegirangan dan bola mata mereka terpancar kebahagiaan melihat makanan yang Andira buka satu persatu dari plastiknya.
"Makan aja. Gak baik pilih-pilih makanan" Perintah Andira.
Dina dan Diba langsung pergi ke belakang untuk cuci tangan dan memakan makanan yang dibawa Andira. Andira hanya melihat kedua adiknya makan dengan sangat lahap meski dirinya sendiri belum makan sedari pagi, tapi ia merasa kenyang melihat kedua adiknya makan dengan geragas.
'Seandainya kita seperti dulu lagi, tidak mungkin kakak membawakan kalian makanan sisa' ucap Andira dalam batinnya. Air mata Andira berlinang dan langsung ia seka agar tidak di lihat oleh kedua adiknya.