Rapat internal siang itu berjalan lancar, tapi hanya Fred yang menyadari satu hal yang mengganggu perhatiannya: Zefa tampak lebih pendiam, tidak selincah biasanya. Gadis itu nampak lemas dan tidak bersemangat. Biasanya gadis itu gesit, cepat tanggap, penuh energi, tapi kali ini sungguh berbeda. Langkahnya lebih lambat, suaranya juga jadi lirih, tidak seenergik seperti Zefa yang biasa. Di sela waktu istirahat, Fred mencondongkan tubuh, menurunkan suara agar hanya mereka berdua yang mendengar, “Zefa, kamu kenapa hari ini kok lemes banget? Kamu gak makan siang dulu? Atau lagi sakitkah? Mau pulang sajakah atau mau ke dokter?” rentetan pertanyaan Fred terdengar seperti seorang suami yang sedang khawatir pada istrinya, bukan seperti atasan kepada bawahan. Perhatian itu mungkin nampak berlebiha

