2. Aku Leluhurmu

1103 Kata
Darren Wei membelalak tak percaya, tangannya mengepal hebat, jakunnya naik-turun lantaran kesal menguasai dirinya. Bagaimana tidak? Dalam satu malam—dalam satu pertaruhan dia sudah menjadi pengawal pribadi untuk orang lain. Sungguh tinjunya gemas ingin mendarat di wajah Zack Nie si Tuan Muda manja banyak tingkah itu. “Hahaha!” Suara tawa gadis itu terdengar elegan. Lebih terdengar seperti mengejek Darren Wei dan seperti berkata padanya, “Tunduklah di bawah kakiku.” Rose Guan berjalan menghampirinya dengan senyum terpasang indah di wajah cantiknya. Bahkan, semua orang tak bisa mengalihkan mata darinya, hanya saja dia tidak peduli. Rose berhenti di depan Darren mempertemukan netra mereka untuk beberapa detik. “Coba aku lihat, di mana tatapan angkuhmu tadi? Oh, ya, siapa namamu?” Darren Wei membuang muka seolah-olah berbicara dengan Rose Guan hanya buang waktu saja. “Darren Wei! Jangan menjadi tidak sopan pada majikan barumu!” bentak Zack Nie seraya menatap nanar pada Darren. “Hanya karena Paman dan Bibimu memiliki hubungan jauh dengan keluarga Nie, bukan berarti kau boleh sesukamu. Aku tidak mau mengakuinya. Hmph!” Kepalan tangan Darren Wei semakin kuat. Tatapannya tak lebih garang daripada Zack. Sekilas Darren merasakan ada yang sedang mengawasinya; orang itu menggeleng pelan padanya, membuat Darren menghela napas. “Darren Wei,” dia berucap pada Rose Guan dengan nada enggan. “Kita pergi sekarang,” perintah Rose. Semua pengawal pribadi bergegas mengikuti di belakang Rose. Hanya Darren yang masih mematung di tempat, tak memiliki keinginan untuk mengikuti gadis itu. “Darren Wei! Kau mau dipukul, ya? Cepat ikuti Rose. Kau belum tahu bagaimana tabiat Rose, ‘kan? Kusarankan jangan membuat gadis itu kesal,” desis Zack Nie di sebelah Darren. “Oh, haha! Terima kasih atas saranmu, Tuan Muda Zack.” Lantas Darren melangkah menuju rombongan Rose Guan. Darren Wei mendesah pelan. *** “Kau,” Tunjuk Rose pada Darren dari sekian pengawal pribadi. “Ikut aku, yang lain boleh pergi.” “Baik, Nona,” kata pengawal lainnya, sedangkan Darren memerhatikan semua orang yang melangkah pergi. Tinggal dirinya dan Rose Guan yang berada dalam ruangan tersebut. Rose melangkah menaiki tangga, sekilas melirik Darren yang masih mematung. “Ikut aku!” “Sudah malam dan kau juga tidak perlu dijaga, Nona Muda. Izinkan aku beristirahat dengan yang lainnya.” Selepas Darren Wei berucap, Rose menyeringai tajam. “Darren Wei, apa aku memintamu untuk istirahat? Hanya pengawal pribadi saja sudah berani berkata lancang.” Darren tak punya pilihan selain mengikuti gadis itu. Entah mau apa, Darren bukannya takut disiksa, dia takut jika tiba-tiba membunuh Rose Guan karena emosinya tak terkendali. Sesampainya di kamar, Rose duduk di sofa dan melambaikan tangannya pada Darren. “Mau apa dia?!” “Lepaskan sepatuku,” perintah itu bernada dingin. Darren menyeringai tajam. Pekerjaan seperti itu tidak pantas untuknya. Rose Guan terlalu sombong dan perlu diberikan pelajaran. Apa yang harus Darren pilih? Mencekiknya atau melemparnya keluar? “Apa yang kau pikirkan Darren Wei? Cepat kemari, lepaskan sepatuku lalu pijat kakiku.” Lelaki itu melangkah pelan seraya berkata, “Dengarkan aku Nona Muda, jika kau ingin selamat, maka hentikan aksi manjamu ini. Aku bukan kacungmu.” Rose terperanjat, hampir melompat dari sofa. Darren Wei tidak terdengar seperti pengawal pribadi, dia sangat mengintimidasi, sampai-sampai Rose sedikit takut. Lihat saja senyum miring Darren Wei yang memesona, tapi menakutkan di saat yang bersamaan. Darren duduk di sofa seraya menaikkan satu kakinya ke atas meja. Senyum miring senantiasa menemani, sedangkan netranya menantang Rose Guan. “Anak kecil sepertimu harusnya berlutut pada leluhur ini.” “Hei!” Jari telunjuknya mengarah pada Darren. “Kau siapa? Berani sekali duduk di sofaku.” “Aku leluhurmu,” jawab Darren santai. Pada saat itu Rose bangkit dan tangannya siap melesat ke wajah Darren. Dengan kecepatan yang tak dilihat oleh mata, tangan Darren sudah berada di leher Rose Guan. Senyumnya semakin miring kala menatap Rose Guan. Rose Guan, bahkan tak bisa menjerit. Lehernya sakit karena Darren tak segan mencekiknya. “Kenapa? Tak bisa bicara?” Gadis itu mengangguk. “Ingin kulepaskan?” Sekali lagi gadis itu mengangguk. “Kukatakan padamu sekali saja, jangan berlagak di depanku. Jangan katakan pada siapa pun.” Lagi-lagi Rose Guan hanya bisa mengangguk. Dia terbatuk hebat kala Darren melepaskannya. *** “Melakukan pelecehan? Hah, yang benar saja. Aku hanya menolong menyingkirkan permen karet dari rambutnya. Apakah membantu dianggap pelecehan?” teriak pria bermata sipit; berkulit putih itu di depan para petugas keamanan kantor polisi kota B. “Kau jelas-jelas sudah melecehkannya, masih melawan.” Xavier Xiang memelototi gadis yang terduduk lemah tak jauh darinya. Kebaikannya berubah menjadi penghinaan untuk lelaki itu. “Eh, Nona, salahku apa padamu?” Gadis itu meringkuk tak berani menatap mata Xavier Xiang. Punggungnya gemetar seolah-olah sudah dirugikan oleh Xavier. “Ah! Memalukan sekali. Mengapa mereka tidak datang juga?” “Berhenti menyulitkan kami. Gadis itu sudah mengaku, bahwa bukan hanya menarik rambutnya sampai rontok 100 helai, kau juga menyentuh punggungnya saat melepaskan permen karet.” Xavier Xiang mendengus kesal. Harusnya dia tidak berbuat baik. Harusnya dia kapok berbuat baik sekali dan mendapatkan kerugian. Lagi-lagi dia mengulangi hal yang sama. “Aku tidak akan mengaku,” katanya membuang muka. Sementara itu, satu pria tampan dengan tangan diborgol berjalan duduk tak jauh dari Xavier dan merebut perhatian pria itu. “Heh, satu lagi pria dengan ketampanan rata-rata masuk ke sini.” Xavier mendekat ke petugas keamanan di depannya. “Dia dibawa ke sini karena pelecehan juga?” “Dia mencekik majikannya sendiri. Setidaknya, dia tidak melecehkan wanita.” “Eh? Apa majikannya mati?” “Tidak. Dia masih bisa minum teh sambil bergaya.” Xavier Xiang menoleh pada Darren Wei. “Kau terlihat seperti pengawal pribadi. Kau terlalu berani, bahkan mencekik majikan sendiri. Tapi, aku salut padamu, Bung.” Darren mendengus, tak memedulikan pria itu. Dia terlalu malas untuk berkata-kata. Siapa sangka aksinya mengancam Rose Guan akan membuatnya berakhir dibawa ke kantor polisi. Gadis itu sungguh tak terduga dan licik. *** “Ah! Menyebalkan sekali!” Xavier Xiang mengacak rambutnya yang sudah berantakan menjadi lebih berantakan lagi. Pria itu dan Darren berada di satu sel yang sama. Untuk malam ini mereka akan menginap di kantor polisi sampai ada yang datang membebaskan atau pengacara mereka yang datang. “Kau merasa tidak, kalau dunia ini tidak adil?” tanya Xavier pada Darren. Darren menarik napas dan tak menjawab untuk beberapa saat. Sampai akhirnya membuka mulut. “Dunia adil, hanya kau kurang beruntung.” Xavier kurang setuju dengan jawaban Darren. Dia menggeleng intens dan mendekati Darren, lalu duduk di sebelahnya. “Kau salah. Dunia berhutang pada kita. Kalau tidak, mengapa kita selalu tidak beruntung? Contohnya, sekarang mendekam di sini.” “Ada yang salah dengan pikirannya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN