Kriiiiinggg
Alarm berbunyi seolah sengaja ingin membuyarkan mimpi indah Naysilla. Memangnya Naysilla mimpi apa ya? Entahlah, dia pasti lupa. Yang pasti itu tentang Adam. Tangan kanannya meraba meja yang berada tepat di samping ranjangnya. Mencari sebuah jam weker merah dan bermotif bunga-bunga.
Krekk
Naysilla mematikan bunyi alarmnya yang begitu nyaring. Perlahan dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Langit masih gelap. Sengaja semalam dia setting alarm jam 4 subuh untuk belajar sebelum menghadapi soal-soal UTS.
Naysilla berjalan gontai menuju meja belajarnya, sambil sesekali menguap.
Tok tok tok
"Dek... dek... gue mau ambil flashdisk gue yg waktu itu lo pinjem dong," terdengar suara Levin dari balik pintu kamar Naysilla.
"Masuk aja, bang, ambil sendiri. Gue lagi belajar." sahut Naysilla sambil mengerjakan kisi-kisi ulangan Sejarah.
"Yakin gue dibolehin masuk kamar lo??" tanya Levin heran.
"Iya ih, bawel lu!"
Cklek
Levin memutar gagang pintu kamar Naysilla. Meski ragu, dia tetap masuk ke dalam kamar adiknya yang cenderung bersifat introvert.
"Dimana dek?" tanya Levin lagi sambil celingak-celinguk.
"Itu di samping laptop." jawab Naysilla seraya mengarahkan telunjuknya ke meja samping ranjang.
"Ok. I got it!" seru Levin sambil melempar flashdisk-nya, lalu menangkapnya kembali, ketika ia menemukan flashdisk-nya. "btw biasa aja, dek, kamar lo!" sambung Levin sambil memperhatikan setiap sudut kamar adiknya dengan detail, mencoba mencari hal menarik dari kamar itu.
"Lo kenapa sih, bang??" tanya Naysilla seraya mengernyitkan dahinya.
"Nggak kenapa-napa, gue cuma heran aja kenapa lu betah banget di dalem kamar, sampe nggak keluar-keluar. Padahal kamar lo biasa aja. Mending juga kamar gue, kamar lo cuma banyak tumpukkan novel-novel alay, sama poster-poster orang alay." ucapnya sambil menunjuk bergagai macam poster Justin Bieber yang besar menempel di dinding.
Naysilla terkekeh. Ini memang kali pertama Levin masuk ke kamar Naysilla. Seperti yang dibilang sebelumnya, hanya Fina -selaku bundanya- yang diizinkan untuk keluar masuk ruangan itu.
"Enak aja novel alay! Daripada kamar lo, udah kayak toko kaset, banyak poster-poster nggak jelas.Poster Justin jauh lebih baik kali!"
"Mending lo pajang poster gue, dek, yang gede,"
"Yaudah, mending sekarang lo pergi sana, bang. Gue mau belajar!" gerutu Naysilla, lalu mendorong punggung Levin agar cepat-cepat pergi dari kamarnya.
Namun Levin tiba-tiba menahan langkahnya. "Udah minjem fd gue nggak dibalikin, lama lagi minjemnya. Bukannya bilang terima kasih kek, apa kek, basa-basi gitu. Untung aja abang lo yang ganteng ini penyabar, baik hati, dan tidak sombong." ucapnya sambil menggedikkan dagunya diiringi dengan senyum percaya diri.
"Oke, thank you so much for my brother, yang katanya Bunda sih ganteng. Lo emang abang paling super baik deh," timpal Naysilla dengan gaya bicara yang berlebihan and so dramatic.
"Emang gue ganteng, baru tau?"
"Kata Bunda, ya inget, cuma Bunda yang bilang gitu," tegas Naysilla seraya memutar bola matanya jengkel. "yaudah, sekarang lo keluar sana, bang. Gue mau prepare ke sekolah nih. Masih pagi udah ganggu orang aja, huft!" sambung Naysilla sambil kembali mendorong punggung Levin hingga keluar dari singgasananya, alias kamarnya tercinta.
Saat menengok jam di dinding, ternyata sudah menunjukkan pukul 5.30 am. Secepat mungkin dia bersiap-siap. Bergegas memakai seragam putih abu-abunya yang dibalut rompi dengan motif kotak-kotak berwarna biru dan abu-abu. Kemudian, tepat pukul 6 pagi dia berangkat ke sekolah.
Karena belum tahu dimana ruang ujiannya, Naysilla harus menelusuri semua kelas di setiap lantai. Dia berusaha mencari namanya, tapi tidak ada di lantai 1, lalu naik ke lantai 2, ternyata namanya juga tidak ada. Ketika naik di lantai 3, dilihatnya Adam dan Andara sedang mengobrol berdua di balkon sekolah.
Mau ulangan, bukannya belajar malah pacaran. batin Naysilla kesal.
Entah gadis itu kesal karena mereka pacaran disaat ingin ulangan, atau karena dia cemburu?
Cemburu? Masa iya gue cemburu? Nggak, deh! Ofcourse I'm not jealous with them! Batin Naysilla yang selalu mengelak sekeras mungkin.
"Eh Nay, ruangan lo di lantai 4." teriak Collen melambaikan tangan ke arah Naysilla.
Teriakkan Collen berhasil membuat Naysilla terlonjak. "Eh? Oke!" tanggapnya spontan.
Baguslah Collen melihat Naysilla, jadi dia tidak perlu calek-capek mengecek ke setiap kelas di lantai 3.
Di tangga, dia berpapasan dengan Olga, Ardi, dan Nolan. Tanpa menghiraukan kerusuhan yang mereka perbuat di tengah tangga, Naysilla langsung menaiki setiap anak tangga yang terasa 2 kali lipat lebih banyak dari biasanya.
"Nay baru dateng lo?" tanya Nolan yang seketika mencegat langkahnya.
"Iyaa, gue nyari ruangan dulu." jawab Naysilla dengan nafas terengah-engah.
"Lo di ruang 4, di samping ruang guru Nay," ujarnya.
"Kita seruangan?"
"Ya pastilah, nomor absen kita aja atas bawah, mbake!"
"Terus lo ngapain turun? sebentar lagi kan bel?"
"Ini nih, gue mau ke ruangan boss Ardi dulu," ucap Nolan dengan nada meledek.
Ardi langsung menyikut Nolan.
"Ogitu haha, thanks infonya ya Lan,"
Baru saja Naysilla melangkah, tiba-tiba ada yang menarik rambut panjangnya yang rapih di kuncir kuda. Saat dia tengok, didapati Nolan sedang cekikikan.
"Dasar kunyuk paling iseng!" celoteh Naysilla.
Sesampainya di kelas, otomatis Naysilla langsung duduk di kursi yang sudah tertempel nomor ujiannya.
Capek, masih pagi gue udah keringetan. Nggak apa deh, itung-itung olahraga. Batinnya.