Pahlawan Untuk Amira

1516 Kata

Tubuhku mematung karena bingung harus melakukan apa, melihat tangisan Nasya aku jadi tak tega mengajaknya pulang. "Kenapa perempuan itu nyakitin Papa?" tanya Nasya disertai isakan. "Lebih baik kamu pulang dulu ya sama Mamamu," bujuk Mas Heri. Aku menganggukkan kepala setuju dengan ucapannya, tapi wajah Nasya memancarkan sinar yang berbeda, ia seperti ingin lebih lama dengan ayahnya, seolah Mas Heri seseorang yang butuh perlindungannya, padahal dulu lelaki yang ia sayang itu sudah .... Ah, terlalu pahit mengenang masa lalu, di sini hanya aku yang masih terjebak di dalamnya, sedangkan Mas Heri sudah mulai berbenah, pun dengan Nasya yang memiliki hati selembut kapas tak pernah membenci ayahnya. Bagaimana lagi kenangan itu terlalu sakit untuk dilupakan, terlalu pahit untuk dibuang, akan s

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN