Tok tok tok
Dalfa mengetuk pintu kamar, tak berselang lama, muncul Dalfi yang membuka pintu kamarnya telah rapi dengan pakaian kasualnya.
"Alfi..gimana kalau untuk mengantar Raniya itu tugasmu mulai hari ini. Dan nanti giliran menjemput itu aku!?" ujar Dalfa yang bersandar pada tembok dekat pintu kamar.
Dalfi menatap saudara kembarnya itu heran. "kenapa?" tanyanya.
"Aku lagi PDKT dengan seseorang, karena kebetulan akan bertemu saat menjemput ke sekolah ?" jelas Dalfa.
"Dia anak SMA?" tebak Dalfi.
Dalfa menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena saudara kembar itu malah bertanya . Padahal biasanya akan menurut saja.
"Ah, iya dia masih anak SMA. Tapi bisa , kan!?"
"Kasihan masih SMA jangan diajak pacaran!?" tukas Dalfi masuk kamarnya.
Dalfa pun mengikuti masuk kamarnya kemudian duduk di sisi ranjang.
"Orangnya pasti salah satu dari teman Raniya yang kemarin ke sini, kan!?" tebak Dalfi lagi yang sebenarnya penasaran.
Tapi dia juga merasa aneh pada dirinya sendiri karena tiba-tiba menjadi ingin tahu urusan orang lain. Namun kali ini berbeda semenjak banyak kejadian di sekitarnya terutama dengan adik dan teman-temannya . Dan sekarang melihat saudara kembarnya itu seperti tengah kasmaran.
"Wah ! Ternyata peka juga. Oke, sekarang siap-siap mengantar tuan putri!?" ujarnya bangkit dari duduknya kemudian keluar kamar Dalfi.
"Padahal aku belum bilang oke!?" gumam Dalfi.
Namun ternyata Dalfa yang memang belum jauh kamarnya itu dapat mendengarnya.
"Hanya sampai aku sudah bisa dekat dengannya saja, oke!?" tukasnya yang melongokkan kepala ke dalam kamar Dalfi.
"Terus, aku memang dapat menolak!?" ujar Dalfi datar.
"Ah, saudaraku memang terbaik!?" puji Dalfa tangan menirukan tanda cinta dengan tangannya seperti ala drakor.
Dalfi hanya mengedikkan kedua bahunya seraya menatap kembarannya yang pergi. Namun alih-alih menolak, sekarang dia malah sudah bersiap di depan rumah dengan motornya untuk mengantar adiknya ke sekolah.
" Oh, jadinya a Alfi yang mengantarku?" tanya Raniya.
"Kenapa? Tidak mau?" ujar Dalfi yang tengah duduk diatas motornya itu menoleh pada adiknya.
"Enggak. Soalnya a Alfa bilang bareng Aa!?" ujar Raniya seraya menerima helm yang di berikan Dalfi.
"Mungkin mulai sekarang yang mengantar ke sekolah Aa, nanti pulangnya Alfa yang jemput!?" jelas Dalfi.
"Oh, gitu. Aku sih, terserah aja." sahut Raniya ketika telah duduk di jok motor di belakang.
Setelah memastikan Raniya yang di bonceng itu siap, tanpa bicara lagi Dalfi melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah.
Dua puluh menit kemudian, motor yang di kendarai Dalfi sampai di depan sekolah bersamaan dengan motor yang di kendarai Anindira yang membonceng Ghea.
"Eh, Ghe. Kebetulan datangnya bareng." ujar Raniya langsung merangkul lengan Ghea yang baru saja turun dari motor.
Ghea hanya tersenyum pada Raniya, detik berikutnya keduanya memandang Dalfi dan Anindira secara bergantian.
"Makasih Ra." ucap Ghea pada sepupunya itu yang hanya mengangguk.
"Kalau gitu kita masuk dulu ya, A!?" ujar Raniya pamit.
Sebagai jawaban Dalfi hanya mengangguk. Kemudian Raniya dan Ghea berlalu pergi masuk ke area sekolah.
Berbeda dengan Anindira yang masih memandang ke arah Dalfi yang kini kembali memakai helm karena tadi sempat membukanya terlebih dulu.
Merasa di perhatikan, Dalfi yang tidak nyaman segera menyalakan starter motornya untuk bersiap pergi. Namun Anindira menahannya.
"Maaf sebelumnya, tapi aku boleh nanya, A?" ujar Anindira tanpa mengubah posisinya yang masih duduk diatas motornya.
Dalfi mematikan mesin motornya terlebih dulu, sehingga Anindira kembali bicara.
"Tentang kamu yang katanya pacaran dengan Ghea, apa itu benar?" Tanya Anindira.
Dalfi sebenarnya sempat sedikit terkejut akan pertanyaan perempuan yang juga memakai seragam putih abu-abu itu. Namun dia juga tahu pasti jika perempuan yang merupakan sepupu dari Ghea akan bertanya hal itu.
"Memang tidak bertanya padanya?" ujar Dalfi malah balik bertanya.
Kemudian kembali menyalakan motornya, sebelum pergi kembali berucap.
"Tanya saja langsung padanya!?" tukasnya kemudian berlalu pergi.
Anindira hanya melihat kepergian Dalfi yang menurutnya sangat cuek. Tidak ingin ambil pusing kemudian dia pun pergi mengendarai motor maticnya untuk pergi ke sekolah yang memang berbeda tempat.
***
"Dek, tadi kenapa Ghea tidak di jemput?" tanya Dalfa menghampiri adiknya yang tengah asyik menonton Televisi.
Raniya yang tadinya fokus menatap layar televisi, kini menoleh pada kakaknya yang duduk di sebelahnya, mengernyitkan keningnya heran seraya menatap Dalfa yang tengah menatap layar laptopnya.
"Kenapa memang?" tanya Raniya menyipitkan matanya, menatap curiga.
"Iya, aku lagi PDKT gitu!?" tukas Dalfa terus terang namun tanpa menoleh masih fokus pada laptopnya.
"Siapa yang PDKT!?" tiba-tiba tanya Bunda mereka yang datang menghampiri seraya merangkul bahu Raniya.
"Itu..a Alfa lagi pendekatan sama sepupunya Ghea!?" tukas Raniya.
Dalfa menoleh kearah Khansa atau Bundanya serasa mengusap tengkuknya karena merasa canggung sekaligus malu sebab pembicaraannya sampai di ketahui bundanya.
"Oh, iya, gitu? Ternyata anak Bunda sudah gede !?" ujar Khansa tersenyum melihat anaknya yang tengah malu-malu.
"Sama kayak ayah kalian..lagi PDKT juga sama perempuan cantik, masih muda.." seru khansa lagi terhenti ketika Fabian suaminya yang datang menghampiri mereka itu memotong pembicaraannya.
"Bun, kan, sudah ayah bilang dia pelanggan di toko !?" tukas Fabian.
"Oh, iya. Tapi kok bawain makan siang!?" sindir Khansa.
"Bukan bawa, tapi dia pesan makanan terus makan di toko bareng ayah!?" jelas Fabian.
"Masa!?" sarkas Khansa dengan nada kesal.
Mendengar pembicaraan yang tidak biasanya itu, sukses membuat Dalfa, Dalfi dan Raniya menatap satu sama lain heran juga terkejut. Karena ini kali pertama kedua orang tua mereka adu mulut, apalagi melibatkan orang lain dalam pembicaraan keduanya.
Tiba-tiba Fabian menarik tangan Khansa supaya berdiri dari posisinya yang tengah duduk di sofa tunggal.
Khansa menepis kasar tangan Fabian yang menariknya supaya pergi dari ruangan itu. Lagi-lagi semua itu tak luput dari pandangan ketiga anak mereka.
"Bunda kalau bicara jangan asal. Apalagi di depan anak-anak!?" seru Fabian ketika keduanya telah sampai di kamar.
Khansa yang duduk di sisi ranjang hanya terdiam dan membuang muka karena merasa kesal pada suaminya itu.
Sebenarnya ini berawal dari dirinya yang hendak mengantar makan siang di toko Funiture yang baru beberapa tahun ini menjadi usaha Fabian.
Ketika beberapa kali datang , Khansa memang mendapati suaminya itu tengah makan siang bersama, bahkan membawakan makan siang juga.
Karena bukan hanya sekali melihat itu, jadi Khansa menyimpulkan pasti ada sesuatu antara suaminya dengan perempuan yang berparas cantik itu, terlebih terlihat lebih muda darinya.
"Bunda, dia hanya pelanggan toko yang memang sering datang untuk membeli. Kalau untuk makan siang waktu itu hanya kebetulan saja.."
"Mungkin dia suka kali sama ayah, apalagi dia cantik!?" tukas Khansa tanpa melihat ke arah Fabian yang sudah duduk di sampingnya.
"Dia Mikaila, sudah menjadi pelanggan tetap..."
"Oh..pantes akrab sekali, jadi sudah sering datang!?" potong khansa dengan terselip nada kesal.
Kembali Fabian menghela napasnya karena Khansa yang tengah marah,sampai adu mulut antara mereka berlangsung cukup lama. Namun Fabian memilih pergi ketika Khansa malah berbaring di ranjang dan tidak mendengarkan penjelasannya.
Sementara itu di ruang Tv Dalfa, Dalfi dan Raniya. Ketiganya juga membicarakan tentang kedua orang tuanya.
"Kamu mau kemana?" tanya Dalfa ketika Raniya yang bangkit dari duduknya sepertinya akan pergi.
"Mau nyamperin Bunda sama Ayah!?" sahut Raniya polos.
"Ngapain?"
"Tadi Aa dengar sendiri, kan. Kalau Ayah sedang dekat dengan perempuan lain? itu berarti Ayah..."
"Ssst..jangan berpikir yang macam-macam! Memang sekarang kamu mau ngapain? Itu urusan mereka, anak kecil jangan ikut campur!?" sarkas Dalfa.
"Tapi A.." rengek Raniya seraya menghentakkan kedua kakinya ke lantai.
"Walau ini kali pertama, kita melihat Bunda dan Ayah seperti itu. Mereka akan menyelesaikannya dan sebaiknya kita diam saja!?" ujar Dalfi ikut bicara.
Raniya menoleh pada Dalfi yang ternyata ikut berkomentar tentang kejadian tadi.
"Iya, pak dosen !?" tukas Raniya pada Dalfi kembali duduk seraya menghela napasnya.
Ketika mendengar langkah kaki, pandangan ketiganya melihat ayah mereka yang kemudian duduk di sebelah Raniya seraya tersenyum.
Tak ingin membuat anak-anaknya Khawatir, Fabian menjelaskan tentang situasi tadi.
"Jangan berpikir yang aneh ya, ini hanya kesalahpahaman saja." ungkap Fabian.
"Iya, Yah." sahut Raniya tersenyum.
Fabian mengelus puncak kepala anak bungsunya itu, beralih menatap dua anak kembarnya yang tampak tenang. Kemudian bangkit dari duduknya untuk pergi keluar rumah hanya sekedar mencari angin dan menjernihkan pikirannya yang memang sudah beberapa hari kemarin ada kesalahpahaman dengan istrinya yang berhubungan dengan pelanggannya di tokonya.