EPISODE 1 "SEBLAK"

943 Kata
Di sebuah ruang kerja yang didominasi oleh nuansa putih dan abu-abu, Bella kehilangan fokusnya karena pengeroyokan yang dilakukan oleh keluarganya pagi ini. Hari ini, dia terus saja terjebak dalam kekhawatiran, berandai-andai kalau kutukan yang dialami keluarganya tidak pernah terjadi. Tapi, itu kisah sudah lama sekali dan saat Bella membahasnya lagi ayahnya pasti marah. Saat Bella menghembuskan napas gusar, dia refleks menutup mulutnya karena menyadari bahwa dia tidak sendirian di ruangan. Dia merasa khawatir bahwa perilakunya dapat mengganggu sosok yang berada di balik meja, terletak sekitar 5 meter darinya. Bella berada dalam satu ruangan dengan atasannya, Seno, dan dia merasa bersyukur atas hal itu. Seperti yang sudah Bella katakan sebelumnya, dia punya alasan mengapa belum menikah sampai detik ini. Dan, Seno adalah jawaban untuk alasan itu. Benar sekali! Pengagum rahasia. Dua kata itu mungkin tepat untuk mendeskripsikan apa yang Bella rasakan selama ini. Sebagian orang memilih tetap sendirian daripada menjalin hubungan dengan orang yang tak mereka sukai. Bella menjadi salah satu dari sebagian orang itu. Dia memiliki perasaan yang berkembang untuk Seno sejak bekerja di perusahaan periklanan miliknya selama lima tahun terakhir. Apakah salah jika Bella punya keinginan agar kisah cintanya berakhir seperti novel? Sekertaris menikah dengan Bosnya. "Bella?" panggil Seno. “Kamu nggak apa-apa?” “Ah, iya Pak? Ada apa?” Tanpa Bella sadari, gelagatnya itu dianggap aneh oleh Seno. “Kamu sedang ada masalah?” Bella senang bekerja dengan Seno selaku pemilik perusahaan periklanan dan juga perusahaan dalam bidang jasa pengantaran. Itulah mengapa Bella betah bekerja sampai 5 tahun lamanya. Kalau bukan karena Seno tipe orang yang perhatian dan peduli, Bella sudah akan mengundurkan diri sejak lama. Bella merasa bahwa Seno memiliki banyak nilai positif, baik dari segi penampilan maupun sikapnya. Kebanyakan atasan bersikap otoriter dan berpenampilan menyeramkan untuk mengintimidasi karyawannya, namun hal itu tidak berlaku untuk Seno. Dia senang memakai pakaian dengan warna cerah dan memiliki aroma La Nuit de L'Homme dari Yves Saint Laurent maskulin yang mengesankan. “Bella? Kamu sedang ada masalah?" Seno memanggil Bella sekali lagi, itu karena Bella tidak menjawab dan dia justru menatap Seno tanpa kata. “Masalah? Nggak kok, Pak.” Bella berdeham untuk menghilangkan kegugupan di dalam dirinya. Padahal sudah 5 tahun bersama, tetapi Bella masih merasa canggung pada Seno. Perasaan itu memang seharusnya ada karena mereka hanyalah bos dan karyawan. “Beneran? Soalnya dari tadi kamu kayak lagi memikirkan sesuatu.” Seno menutup laptopnya, melipat tangan di atas meja dan menatap Bella seolah satu-satunya hal yang harus di tatap. Diperlakukan seperti itu, Bella merasa semakin gugup. Keringat dingin membasahi tubuhnya. “Kamu boleh bilang kalau sedang ada masalah, Bell. Saya tahu rasanya bekerja sementara kamu punya tekanan di luar urusan pekerjaan.” Seno tersenyum penuh perhatian. Astaga ... Di mana lagi sosok atasan seperti Seno bisa ditemukan? Bella mengangguk malu-malu. "Oh iya, ini sudah jam makan siang, loh. Kamu tetap di ruangan ini atau mau nyari makan di luar?” Mengapa tiba-tiba Bella berpikir itu ajakan untuk makan siang bersama? Ah, mungkin dia terlalu berharap lebih. Bella lantas melirik jam tangannya. Sudah berapa lama ia memerhatikan Seno sampai lupa waktu? “Kayaknya saya mau cari makan di luar, Pak. Apa Bapak mau cari makan di luar juga?” Seno mengerutkan hidungnya. “Sebenarnya, hari ini saya lagi malas keluar, Bel.” Berarti benar, Bella hanya berharap lebih. Bella merasa kecewa karena ia berharap dapat makan siang dengan Seno seperti kesempatan yang pernah ada di antara mereka berdua. "Oh bagus. Kalau begitu, saya boleh minta tolong?" Bella mengangguk. Bagaimana mungkin dia menolak permintaan Seno? "Apa yang Bapak butuhin?” Bella mendekat ke meja Seno untuk mendengar permintaannya lebih jelas. Seno menunjukkan sesuatu di layar ponselnya, sebuah gambar makanan. “Katanya makanan ini lagi viral, ya? Boleh carikan saya makanan begini?" Alis Bella bertautan karena keinginan Seno yang cukup aneh menurutnya. Dia tahu bahwa Seno bukan tipe pria yang biasa makan makanan seperti itu. “Ada apa, Bel? Kenapa ekspresi kamu berubah?” Bella segera menggeleng agar Seno tidak salah mengartikan ekspersinya. “Bapak beneran mau makan seblak?” Seharusnya, itu bukan urusan Bella apa yang ingin Seno makan. Tapi, Bella merasa bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada Seno karena ia memenuhi permintaan Seno tersebut. “Memangnya kenapa? Rasanya nggak sesuai ekspetasi, ya?" “Soal rasa itu tergantung lidah masing-masing sih, Pak. Makanan itu harganya nggak mahal dan kayaknya bukan makanan yang bisa masuk ke perut Bapak. Nanti, takutnya Bapak malah sakit perut." Tiba-tiba Seno terkekeh. Saat itu, Bella terkesima melihat Seno tersenyum lebar hingga gigi taringnya terlihat. Alasan apa lagi yang bisa membuat Bella tak jatuh cinta padanya? “Kamu ini blak-blakan sekali ya, Bell? Beruntung saya sudah kenal kamu cukup baik." Seno mengeluarkan dompetnya dan satu lembar uang merah muda ditaruh ke atas meja. "Kalau nanti rasa makanannya bukan selera saya, saya bisa berhenti makan. Lagi pula, saya cuma mau cicip aja." Seno mengulurkan uang itu pada Bella. "Dan, terima kasih kamu sudah perhatian sama saya." Bella merasa malu dan menundukkan kepala. "Kalau begitu, saya pesan sekarang ya, Pak? Makanan akan tiba dalam waktu lima belas sampai dua puluh menit." Bella berkata sambil tersenyum. Namun, Seno menggeleng dengan bibir mengerucut. "Kamu kayak belum tahu saya, Bell. Saya mau kamu yang pergi langsung ke tempatnya supaya tahu kalau pengolahan dan penyajiannya benar-benar higienis." Ekspresi Bella berubah dari ceria menjadi datar. Meski begitu, dia tak memiliki pilihan lain selain mengiyakan permintaan Seno. Bella tahu bahwa sulit menolak permintaan Seno. Soal makanan Seno memang agak rewel. Dia punya banyak kriteria dan permintaan. Dan, itu mungkin menjadi salah satu kekurangan dari banyaknya kelebihan yang Seno miliki. Mungkin, Bella harus menunda rencana makan siang di restoran ala Jepang yang sudah dia rencanakan bersama sahabatnya siang ini. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN