Selamat

2056 Kata
"Saya tidak dipaksa Om, saya hanya lupa saja nama Chris. Kebiasaan memanggil Baba, jadinya nama dia sampai lupa," ucap Mia berbohong. Mendengar ucapan Mia, Dika menghela nafas lega. Ketakutannya ternyata tidak terbukti. Mama Chris yang masih belum mempercayai kata-kata Mia, bertanya lebih banyak lagi untuk mencari kebenarannya. "Sudah berapa lama kamu kenal dengan Chris?" tanya Mama Chris, meneliti Mia. "Sudah lumayan lama Tante," jawab Mia, menyembunyikan kegugupannya. "Apa kamu tau kalau Chris sudah memiliki kekasih? Lalu, apa yang membuat kamu mau menikah dengan Chris secepat ini?" tanya Mama Chris. "Saya tau Tante. Saya tidak ada alasan apa pun, saya hanya merasa nyaman, dan Chris mengajak saya menikah. Chris selama ini sangat baik, dia begitu perhatian. Jadi, saya putuskan untuk menerimanya," sahut Mia, lagi-lagu harus berbohong. "Begini Nak, Om lihat kamu ini masih sangat muda. Menikah itu adalah hubungan yang serius, bukan untuk main-main. Kami mengerti kalau kamu mungkin merasa nyaman dengan Chris, tapi hubungan suami istri itu tidak hanya perkara nyaman saja. Masih banyak hal-hal yang harus diperhatikan, kami hanya takut kamu masih terlalu tergesa-gesa menerima lamaran dari Chris, kami tidak mau rumah tangga kalian nanti tidak bertahan lama, karena keputusan singkat seperti ini," jelas Papa Chris menasihati Mia. Mia nampak terdiam mendengar perkataan calon mertua sementaranya itu. Dirinya juga sebenarnya merasa terpaksa, apa lagi setelah mendengar perjanjian yang dibuat oleh Chris. Sedangkan Dika hanya bisa diam, dirinya merasa kasihan dengan Mia yang terpaksa harus beberapa kali berbohong. "Saya sudah siap semuanya Om, saya yakin, kalau saya pasti bisa. Saya hanya berharap, Om dan Tante bisa memberikan restu dan ijin saja," ucap Mia, pada akhirnya tetap melanjutkan sandiwara. "Kalau kamu sudah yakin, kami harus bertemu dengan orang tua kamu dulu. Kami hanya ingin berkenalan dengan calon besan kami," sahut Mama Chris, mencoba mengorek informasi dari Mia. Mia menundukkan kepalanya, buliran air mata jatuh begitu saja saat teringat kedua orang tuanya. "Orang tua saya sudah meninggal Tante, maaf saya tidak bisa membawa Om dan Tante bertemu kedua orang tua saya," ucap Mia, terdengar lirih. Melihat calon menantunya yang benar-benar merasa sedih, Mama Chris menjadi tidak enak dan merasa kasihan. Jiwa seorang ibu seakan meronta di dalam dirinya, dengan cepat dipeluknya tubuh Mia yang terasa sedikit gemetar. "Maafkan Tante, Tante tidak bermaksud. Jangan menangis lagi! Tante benar-benar minta maaf," ucap Mama Chris, mengusap pelan kepala Mia. Wah, pintar juga calon istri Chris bersandiwara. Kalau seperti ini, aku dan Chris bisa selamat, batin Dika yang mengira Mia sedang bersandiwara. "Tidak apa-apa Tante, maaf saya menangis," sahut Mia, mengusap air matanya yang sudah jatuh berderai membasahi pipinya. "Kalau kamu sudah yakin dengan keputusan kamu, kami hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk kamu dan Chris. Kalau begitu, kami pulang dulu. Besok pernikahan akan diadakan, kamu istirahat saja di sini," ucap Papa Chris. "Baik Om, terimakasih," sahut Mia. Kedua orang tua Chris dan Dika pulang menuju rumah Chris, sedangkan Chris yang saat ini berada di rumahnya, hanya bisa berjalan ke sana ke sini. Hati dan pikirannya sangat kacau balau. Dirinya takut jika semua rencananya gagal, pertemuan mendadak yang dibuat oleh orang tuanya membuat Chris tidak karuan rasa. Apa yang gadis bar-bar itu katakan ya? Bagaimana kalau dia mengaku? Bisa habis aku kali ini, Mama benar-benar akan menikahkan aku dengan Tania, aku tidak mau, batin Chris, bergidik ngeri. Cukup lama Chris sendirian di rumahnya, orang tuanya dan Dika akhirnya pulang juga. Melihat ekspresi biasa dari orang tuanya dan juga Dika, Chris menghela nafas lega. "Chris, kita bicara sebentar!" ajak Papa Chris, duduk di sofa terlebih dahulu. Chris melirik Dika, Dika hanya mengangguk dengan senyuman mengembang di wajahnya. "Ada apa Pa?" tanya Chris penasaran. "Kami memberi ijin atas pernikahan kamu dengan gadis itu," jawab Papa Chris, dengan wajah serius. "Tapi, ingat Chris. Dia masih sangat muda sekali, lebih baik dia melanjutkan pendidikannya. Dari pada dia hanya di rumah mengurus rumah tangga," sambung Papa Chris. "Papa dan Mama merestuinya? Serius Pa? Berarti Mama tidak melanjutkan perjodohan dengan Tania lagi kan?" tanya Chris, terlihat girang. "Ya, Mama tidak melanjutkan perjodohan itu lagi saat ini. Tapi, ingat Chris, jika kamu macam-macam dengan pernikahan kamu ini! Mama tidak segan-segan melanjutkan kembali perjodohan kamu," ancam Mama Chris. Chris meneguk salivanya saat mendengar ancaman itu, dengan cepat dirinya mengangguk setuju. "Kalau besok pernikahannya, Mama akan menghubungi pihak wedding organizer dulu," ucap Mama Chris, kini terlihat antusias. "Eh, tidak usah Ma! Chris dan Mia memutuskan untuk menikah secara agama saja, hanya keluarga inti saja yang akan hadir. Tidak perlu pesta yang besar Ma," tolak Chris. Kedua orang tua Chris terlihat saling pandang, mereka yang tadinya sudah mulai percaya kini mulai ragu kembali. "Memangnya kenapa kalau pesta? Ini pernikahan pertama kamu Chris, kenapa hanya menikah secara agama dan itu sama saja tertutup untuk umum," protes Mama Chris. "Iya Ma, aku tau ini memang tidak benar mengingat ini pernikahan pertamaku. Tapi, masalahnya ini Mia akan mendapat masalah kalau acara diadakan dengan cara meriah Ma," Chris beralasan lagi. "Masalah apa? Bukannya dia gadis baik-baik kata kamu?" tanya Mama Chris curiga. Dika yang dari tadi diam kini angkat bicara, melihat Chris bingung menjelaskannya, Dika merasa kasihan dengan bos sekaligus sahabatnya itu. "Begini Tante, Mia ini yatim piatu. Nah, sebelum ayahnya meninggal dunia. Ayahnya menikah dengan seorang janda dengan anak satu, ibu tiri Mia ini berniat menjual Mia dengan p****************g. Makanya itu Chris membawa Mia tinggal di apartemennya. Chris takut Mia benar-benar dijual, Chris hanya tidak mau ibu dan saudari tiri Mia itu mengetahui keberadaan Mia sekarang," Cerita Dika. "Gadis itu dijual? Benar-benar keterlaluan," geram Mama Chris. "Apa semua itu benar Chris? Mia dijual oleh ibu tirinya?" tanya Papa Chris memastikan. Chris mengangguk membenarkan. "Iya Pa, itu sebabnya aku ingin mengadakannya secara tertutup saja," jelas Chris . "Kasihan gadis itu, kalau begitu ceritanya Chris. Kami setuju kalau acara ini diadakan secara tertutup," ucap Mama Chris. Chris merasa lega sudah berhasil meyakinkan kedua orang tuanya. Karena semua sudah berhasil, Chris dan Dika pamit untuk mengurus semuanya. *** "Kita kemana Chris?" tanya Dika, menyetir mobil. "Kita urus syarat menikah dulu Dik, setelah tau semua syaratnya, kita ke apartemen," sahut Chris. "Hem, sibuk juga ya kalau mendadak menikah begini. Kamu yang enak menikah, aku yang ikut sibuk," sindir Dika. "Jangan menyindirku seperti itu Dik! Anggap saja waktu kamu hari ini aku sewa. Aku akan membayarnya setelah semuanya selesai," gerutu Chris. "Kalau dibayar sih, bisa dipikirkan lagi," seloroh Dika, tertawa sendiri. "Dasar asisten mata duitan! Masalah uang aja, hijau mata kamu!" omel Chris. Setelah mendapatkan semua syarat-syaratnya, Chris dan Dika memutuskan untuk segera pergi ke apartemen. Mia yang sedang sibuk menyiapkan bahan-bahan makan siang, terkejut saat mendengar suara gaduh dari ruang tamu. Dirinya sudah tau kalau yang datang itu adalah Chris, Mia tetap melanjutkan aktifitasnya. "Lagi apa kamu?" tanya Chris, menghampiri Mia. "Lagi memotong jari!" jawab Mia singkat, kemudian melanjutkan memotong sayuran. "Jari apanya? Itu sayuran, bukan jari!" gerutu Chris. "Kalau sudah tau ini sayuran, kenapa masih bertanya Om?" tanya Mia, menatap Chris sengit. Chris balas menatap, keduanya kini terlibat kontak mata langsung. Dika yang bosan mendengar perdebatan dua orang dihadapannya merasa jengah, dengan cepat memisahkan keduanya. "Jangan bertengkar terus! Kepalaku bisa pecah kalau mendengar perdebatan kalian terus!" omel Dika. "Siapa juga yang berdebat, Om itu saja yang selalu memulainya!" gerutu Mia menyalahkan Chris. "Enak saja menyalahkan aku! Aku kan tadi bertanya baik-baik, kamu saja yang menjawabnya ngegas gitu," bela Chris. "Nah, berdebat lagi kan! Sudahlah Chris, langsung ke intinya saja. Waktu terus berjalan, kita masih belum mengurus semuanya," omel Dika. "Ini syarat-syarat mengajukan berkas untuk pernikahan besok, kamu lengkapi punya kamu!" perintah Chris menyodorkan secarik kertas. Mia membaca semua persyaratannya dengan teliti, keningnya tiba-tiba berkerut. "Aku tidak membawa berkas-berkas ini. Semuanya ada di rumahku, bagaimana?" tanya Mia. "Ah, masalah baru! Jadi, bagaimana kita mau mengajukan berkasnya kalau kamu tidak memegang semua persyaratannya sekarang?" tanya Chris bingung. "Kita ambil saja ke rumah Mia, bagaimana?" tanya Dika, memberi solusi. "Tidak bisa," sahut Mia cepat. "Kenapa tidak bisa? Kita memerlukan itu secepatnya!" gerutu Chris. "Kalau aku pulang mengambilnya, sudah pasti ibu tiriku langsung membawa aku ke klub malam itu lagi. Aku tidak mau melayani p****************g," tolak Mia, terlihat guratan ketakutan. "Yang Mia katakan ada benarnya juga Chris, itu akan sangat membahayakan Mia, dan sudah pasti pernikahan ini juga gagal nantinya," ucap Dika serius. "Tenang saja, aku dan Dika akan ikut ke sana. Kalau mereka macam-macam, kami sendiri yang akan menyeret mereka ke kantor polisi, bagaimana?" usul Chris. "Bisa juga itu Chris. Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" tanya Dika, menyetujui usulan bosnya. "Tapi, aku baru saja memotong sayuran. Apa tidak bisa nanti saja setelah makan siang?" tawar Mia. "Simpan saja semua itu, nanti masih bisa dilanjutkan lagi. Yang terpenting sekarang, kita harus mencari berkas itu, lalu mengantarkannya ke kantor agama," sahut Chris, mendesak Mia. Dengan sangat terpaksa Mia menyimpan semua bahan-bahan makanannya. Kemudian mengikuti Chris dan Dika ke ruang tamu. "Pergi sekarang?" tanya Mia. "Ya sekarang lah, memangnya mau menunggu tahun depan?" tanya Chris membalas Mia. Mia mendengus kesal, lalu melangkah lebih dulu ke luar dari apartemen Chris. *** Sesampainya Mia di depan rumahnya, badannya terasa panas dingin. Keringatnya mulai terlihat jelas di keningnya. "Jangan takut! Ada aku dan Dika disini," ucap Chris, tanpa sadar menggenggam tangan Mia. Mia membiarkan tangannya digenggam oleh pria asing. Sebelum kakinya benar-benar melangkah masuk, Mia menghela nafas panjang. Baru saja Mia berniat mengetuk pintu, ibu tiri Mia lebih dahulu membuka pintu rumah. "Ingat pulang juga kamu ya? Dari mana saja kamu, hah?" bentak ibu tiri Mia. Mendengar bentakan itu, rahang Chris tiba-tiba mengeras. "Jangan membentaknya!" tegur Chris. Ibu tiri Mia menatap Chris dan juga Dika. "Kalian siapa? Apa kalian langganan Mia?" tanya ibu tiri Mia, terlihat sumringah. Mendengar kata-kata langganan, membuat Mia tidak bisa menahan emosinya lagi. "Jaga bicara ibu ya! Memangnya aku ini apa? Kenapa ibu berkata seperti itu? Aku ini gadis baik-baik, aku tidak seperti itu!" geram Mia, dengan mata mulai berkaca-kaca. "Cih, jangan sok suci kamu Mia! Aku sudah menjual kamu dengan seorang mucikari di klub malam itu, tadi malam kamu pasti sedang bersenang-senang kan?" ejek ibu tiri Mia. "Jaga cara bicara Ibu! Saya adalah calon suami Mia, jangan pernah bicara seperti itu lagi pada calon istri saya," geram Chris. "Calon suami? Maaf ya Mas, Mia ini tidak punya kekasih, apa lagi calon suami. Jadi, jangan mengaku-ngaku seperti ini!" ucap Ibu tiri Mia. "Dia tidak mengaku-ngaku. Aku memang akan menikah dengan dia besok," bantah Mia. "Dasar anak sialan, kamu tidak boleh menikah. Kamu harus kembali ke ke klub itu!" bentak ibu tiri Mia, menyeret tangan Mia. Dengan sigap Chris menarik Mia kembali. Karena adegan tarik menarik dan kekuatan Chris lebih besar, ibu tiri Mia melepaskan tangan Mia dan jatuh terjungkal kebelakang. Sedangkan tubuh Mia tertarik menabrak tubuh Chris. "Kalau Ibu masih memaksa calon istri saya, saya tidak akan segan-segan melaporkan Ibu ke pihak kepolisian. Saya pastikan Ibu akan mendekam lama dibalik jeruji besi karena sudah melakukan jual beli manusia," ancam Chris. Ibu tiri Mia gemetar ketakutan saat mendengar dirinya ingin dimasukkan ke dalam penjara. Melihat situasi yang menguntungkan. Chris meminta Mia untuk mengambil semua barang-barangnya dan berkas yang diperlukannya. "Hei, jangan masuk ke rumahku!" teriak ibu tiri Mia, yang masih terduduk di lantai teras rumah. Mia tidak mempedulikannya, kakinya terus melangkah masuk ke dalam rumah peninggalan orang tuanya itu. Sesampainya di dalam kamarnya, Mia mengumpulkan semua barang-barang dan berkas yang dia anggap perlu, Mia juga membawa beberapa pakaiannya. Setelah semuanya terkumpul, Mia memasukkan semuanya ke dalam koper kecil miliknya. "Aku sudah selesai," ucap Mia, bergabung kembali bersama Chris dan juga Dika. "Dasar anak kurang ajar, berani kamu ya!" Ibu tiri Mia terus saja membentak dan berkata kasar pada Mia. "Kita pergi sekarang!" ajak Chris, yang dibalas anggukan oleh Mia dan Dika. Mia melangkah lebih dulu tanpa menghiraukan ibu tirinya yang terus mencaci dan mengumpat dirinya. Hatinya terasa sakit mendengar semua itu, hampir saja air matanya jatuh. Tapi, Mia terus menguatkan hatinya, dan bergegas masuk ke dalam mobil. "Dasar anak kurang ajar, awas saja kamu ya! Aku pastikan hidup kamu tidak akan pernah bisa bahagia, kamu tidak boleh lebih beruntung dari pada putriku," teriak ibu tiri Mia, saat mobil Chris sudah mulai melaju. Di dalam mobil Mia hanya menunduk sambil terus memegangi koper miliknya. Kata-kata kasar yang diterimanya tadi membuat mentalnya sedikit terguncang. Usia yang masih bisa dikatakan labil, membuat Mia merasa malu, marah dan kecewa dengan keadaannya sekarang. "Kamu tidak apa-apa? Jangan dipikirkan!" ucap Chris, merasa iba. Mia mengangguk, sambil mengusap air matanya yang terlanjur jatuh begitu saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN