Maya menampar putrinya. Dia belum pernah semarah ini pada Anima. Tapi apa yang baru saja dikatakannya itu benar-benar menyakiti perasaannya. "Sayang, tenanglah. Atau kau akan menyesalinya nanti!" Galih menegur, dia juga sama terkejutnya dengan apa yang dikatakan oleh sang putri, tapi dia agak tidak menyangka istrinya akan mengangkat tangan dalam melampiaskan kemarahannya. Anima memegangi pipinya yang masih terasa panas. dia sudah siap dengan segala resiko atas apa yang diperbuatnya. Dia mengerti, orangtuanya sangat kecewa, tapi semua itu dilakukannya, karena tidak ada yang bisa menghentikan keinginan mamanya untuk menikahkannya pada pria pilihannya. Dia tidak berani mengangkat pandangannya, tidak ada air mata atau rasa bersalah dalam ekspresinya. Meskipun dia mendengar mamanya menang