3. Calon Babu

1131 Kata
Berkas itu langsung dilempar pelan tepat ke hadapan Cilla. Ia terkesiap, memandang berkas yang semalam ia kerjakan dalam mode kilat. Sudah membuatnya harus lebih sering menatap layar laptop tanpa memberikan jeda lebih banyak. Ia mengalihkan pandangan ke arah Jonathan yang duduk di hadapannya. Sesuai perintah Jonathan, Cilla datang tepat waktu dan Jonathan pun telah berada di ruangannya. Perempuan itu sudah disambut tatapan dingin Jonathan dan mempersilakannya duduk. Entah kenapa bulu kuduknya lebih merinding daripada ditakuti oleh Jonathan kemarin sore. Pagi ini aura dingin dan otoriternya akan semakin menguap, mendidihkan darah Cilla. “Apa yang kamu kerjakan semalam, semuanya salah.” “Tidak ada data yang valid dan banyak typo di dalamnya. Jadi, seperti ini lulusan kampus ternama dan pilihan dari HRD yang meloloskan kamu untuk bekerja di sini?” “Atau kamu masuk ke sini karena ada kenalan?” “Heh, Atasan nggak tau diri!” Seruan dan tatapan tajam Cilla membuat Jonathan terkesiap. Ia mendelik, membalas tatapan Cilla untuk memintanya sopan dan bertata krama yang baik terhadap jabatan utama di perusahaan ini. Tapi Cilla sudah bodo amat. Napasnya telanjur tersengal dan kedua tangannya kembali mengepal. Bukankah ia baru sembuh dari demam dadakan? “Asal kamu tau, ya! Kalau pulang dari perusahaan ini, aku udah demam, kepalaku pusing karena harus kerjakan semalam tanpa boleh disuruh dikerjakan di rumah.” “Ini namanya penyiksaan terhadap pegawainya! Lagian, kalau kamu bilang aku masuk ke sini karena punya kenalan, salah besar! Aku juga seseorang yang udah punya bekal dan harus bisa bersikap sportif dengan hal kayak gini. Aku nggak mau masuk ke sini dengan mudah dan terlebih mengandalkan orang dalam.” “Jangan sembarangan bicara, Jonathan Asher! Dasar! Semakin dewasa, kamu semakin menyebalkan!” Jonathan menaikkan sebelah alisnya. “Sudah berani bicara seperti tadi? Menurunkan sopan santun kamu kepada saya?” “Suer! Bodo amat!” ketusnya melipat kedua tangan di dadanya, menaikkan dagunya dengan angkuh dan menyorot Jonathan dengan sangat tidak terima. Ia berani melakukannya karena sudah cukup lelah diperlakukan sedemikian rupa. Cilla mulai kehilangan harga dirinya dan tidak ingin lagi ditindas. Tapi, ia seperti harus menelan segala keangkuhannya ketika Jonathan menyandarkan punggung dengan begitu santai di sandaran kursi kebesarannya. Ia ikut melipat kedua tangan di dadanya, menatap Cilla dengan senyum penuh arti. “Silakan dibaca dengan teliti dan kamu bisa lihat kesalahan itu benar datangnya dari kamu.” “Nggak mau! Aku yakin udah benar!” sahutnya tidak terima, masih bersikukuh dalam posisinya. “Mau dikeluarkan dari perusahaan ini secara tidak hormat?” Napas perempuan itu tercekat dengan tubuh tegangnya. Cilla mulai kehilangan rasa percaya diri, membiarkan sorot matanya bertemu dengan Jonathan dan pria itu menggerakkan dagunya, meminta Cilla mengambil berkas tersebut. Perempuan itu mengembuskan napas kasar, melirik sinis Jonathan sebelum mengambil berkas tersebut dengan setengah hati. Seolah sangat berat sekali berkas tersebut dan enggan membuatnya peduli dengan lebih saksama melihatnya. Namun, ia memang harus melihat dengan lebih saksama dan perlahan manik hitam itu membulat sempurna. Bibirnya sedikit terbuka, melongo dengan pekerjaan yang sudah dirinya selesaikan semalam. “Ini ... Kok banyak kesalahan penulisan? Terus, kenapa jumlahnya berbeda dari yang aku kerjakan semalam?” Ia menatap cepat Jonathan. Pria itu menegakkan kembali punggungnya, menautkan kedua jemari tangan di atas meja, lalu menatap Cilla dengan pandangan lurusnya. “Bukannya kamu sendiri yang membuatnya?” Cilla gelagapan. Ia mengerjap, lalu berucap penuh yakin jika, “Semalam aku udah teliti, Jo. Aku bahkan sampai telepon bagian divisi yang bersangkutan, menyesuaikan data yang mereka punya. Meskipun aku sedikit mengantuk, tapi aku benar-benar mengetik dengan teliti juga. Nggak ada kesalahan penulisan setelah aku cek kembali sebelum akhirnya aku print.” “Pembelaan kamu tidak ada yang merujuk pada kebenaran, Nona Priscilla. Kamu tidak memiliki keterampilan kerja, termasuk cekatan. Saya tidak tau harus mengambil hal lebih dalam posisi kamu di sini bagaimana.” Cilla mendelik sebal mendapatkan tatapan merendahkan itu. “Aku nggak salah! Ini pasti berkas yang sebelumnya atau akal-akalan kamu aja!” ketusnya dengan berani melemparkan kembali berkas tersebut ke tengah meja. Ia melipat kedua tangan di dadanya, mengalihkan pandangan ke arah lain, tidak ingin tersulut emosi lebih jauh. “Sepertinya jabatan sekretaris, tidak pantas untuk kamu.” Saat itupula manik hitam keduanya bertemu dan Jonathan bisa melihat tatapan kaget dari seorang Priscilla Ogawa yang entah kenapa sedikit menggelitik perutnya. Perempuan itu nyaris tidak berkedip dan ia berusaha mengumpulkan kesadarannya dan berucap, “Jo? Kamu makin dewasa, hobi merendahkan orang, ya?” Pria itu menaikkan sebelah alisnya, memberikan pertanyaan dalam diamnya yang membuat perempuan itu mendengkus sebal. “Pekerjaanku udah sesuai sejak semalam, Jonathan Asher! Jangan aneh-aneh, deh! Apa kamu mau suruh aku ganti pekerjaan lain di perusahaan ini?” “Pemikiran yang tepat,” sahutnya yang langsung membuat Cilla terkesiap. Ia nyaris tidak berkedip. Senyum penuh arti itu terpatri di paras tampan Jonathan. “Karena pekerjaan kamu nggak benar sebagai sekretaris, apalagi dengan tugas sederhana kayak gini. Kamu harus di training dulu.” Cilla membuka sempurna bibirnya; melongo tidak percaya mendengar kalimat terakhirnya. “Jadi, mulai besok, kamu harus bekerja di unit apartemenku untuk menjadi asisten sementara di sana.” Cilla menelan saliva susah payah. “Asisten?” Jonathan mengangguk. “Maksudnya asisten pribadi?” Jonathan menyeringai puas mendapati tatapan bingung dari Cilla. Ia menatapnya lurus dengan penuh kemenangan. “Asisten rumah tangga,” tegasnya dengan nada santai yang langsung membuat Cilla memekik kaget. “Jo! Apa-apaan, sih?!” “Masa aku turun jabatan, disuruh jadi babu di unit kamu?” “Apa hubungannya, sih?! Beneran bisa semakin stres dan berakhir opname di rumah sakit! Cukup semalam aku langsung demam karena pekerjaan yang kamu kasih sampai aku harus berbohong sama Mamiku sendiri.” Penderitaan dan curahan hati Cilla dilontarkan dengan sangat menggebu. Ia ingin memberitahu pada Jonathan atas sikap tidak baiknya dan terkesan merendahkan Cilla. “Masih tidak menuruti perintah Atasan? Silakan resign dengan membayar denda yang berlaku.” Cilla kehilangan kalimatnya, merasakan tatapan lurus itu sudah menjadi jawaban telak. “Kamu jahat, Jo!” “Aku nggak kelihatan jadi sekretaris yang ada di cerita percintaan atau yang ada di film-film itu! Masa imajinasiku kamu hancurin sih?!” Jonathan mengembuskan napas dengan menggeleng lemah. Sedangkan Cilla menatapnya dengan berkabut dan berucap nyaris bergetar, “Kamu tega, ya? Bersikap kayak gini sama teman sekolah kamu. Kita udah pren, kan?” Kedua sudut bibir Jonathan berkedut dengan kata yang diubahnya terkesan menggelitik. “Jo ...” “Aku Cilla! Bukan calon babu kamu, Jonathan Asher!” “Selama kamu bekerja di sini. Hubungan kita adalah Atasan dan bawahan. Setiap perintah saya harus kamu turuti, termasuk hal ini karena sebagai hukuman kamu memperlama data yang akan dirampungkan oleh divisi keuangan yang telah memasuki masa tenggat waktu.” Tubuh Cilla lemas, tidak tahu harus melempar dengan apa kepala Jonathan sebagai sasaran amukannya. Karena dipikirannya masih terbesit untuk tidak melakukan hal yang bisa membawanya ke dunia mengerikan; penjara. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN