Bab 7 - Ide Yanti

1661 Kata
Hari ini adalah hari Minggu, itu artinya Nana dan Rena libur. Rena memilih untuk bersantai di rumah, sementara Nana merencanakan pertemuannya dengan Hani dan beberapa teman kampusnya. Mereka rencananya akan bertemu di sebuah cafe dan Nana akan mentraktir teman-temannya karena rasa bahagia dan syukurnya perjodohannya dengan Max akhirnya dibatalkan. Ia bergegas menuruni anak tangga dengan tampilannya yang sudah rapi dan cantik. Siang ini ia terlihat mengenakan kaos putih dengan gambar kelinci di tengahnya dibalut dengan cardigan kuning dengan lis putih dan bawahannya berupa rok tutu berwarna putih, sebuah tas selempang berbentuk love kuning juga terlihat terselempang di tubuhnya. “Ma~ Pa~ aku berangkat dulu ya~ Assalamualaikum~” Nana bergegas keluar dari rumah tanpa menunggu respon dari kedua orangtuanya yang sepertinya sedang berada dalam kamar. “Pa, itu Nana mau ke mana?” tanya Yanti yang terlihat sedang memijat pundak suaminya di tepi ranjang. “Ngga tahu Ma, palingan main sama temannya. Dia 'kan biasanya kalau hari libur begini suka jalan bareng teman-temannya.” Yanti menganggukkan kepalanya paham. “Ma, sebelah sini dikit Ma,” Revan mengarahkan tangannya ke arah sebelah kiri pundaknya. “Iya Pa,” *** Kringgg (bunyi suara ponsel) Nana yang sedang menyetir seketika mengalihkan pandangannya ke ponselnya yang tergeletak di kursi sebelah kemudi. “Duh, siapa sih itu?” dengan sebelah tangannya ia meraih ponselnya dan mendapati nama 'Hani' tertera di sana. Ia mengambil airpod nya lalu menempelkannya ke telinganya dan menekan tombol yang ada di sana. “Halo Hani, kenapa?” “Kamu di mana? Kenapa belum sampai juga? Aku sama yang lainnya udah sampai loh ini.” “Iya-iya, ini juga lagi di jalan. Kalian kok cepat banget datangnya?” “Namanya orang dikasih gratisan, siapa yang ngga gercep coba.” “Yeuu ... Gratisan aja pikiranmu. Udah dulu ya, aku lagi nyetir nih.” “Oke-oke. Hati-hati yaa~”  “Hm,” setelah sambungan terputus, Nana mencabut airpod di telinganya lalu meletakkannya sembarang. Ia pun kembali memfokuskan perhatiannya pada jalan raya, menaikan kecepatan mobilnya sedikit agar lebih cepat sampai ke tempat tujuan. Setibanya di Moonlight kafe, Nana memarkirkan mobilnya di area parkir roda empat lalu turun dari mobilnya. Kakinya melangkah dengan santai memasuki kafe. Bola matanya sontak bergerak mencari keberadaan teman-temannya. “Nana! Ke sini!” sudut bibir Nana terangkat membentuk senyuman ketika berhasil menemukan teman-temannya. Ia pun bergegas menghampirinya. “Hai guys~ maaf ya telat sedikit.” sapa Nana lalu mengambil duduk di sebelah Hani. “Kamu lama banget? kami udah nungguin dari tadi tahu!” “Ya sorry, kamu mah kalau gratisan cepat banget responnya.” “Biasalah si Hani kerjaannya kalau ngga main game ya makan.” celetuk Lilis, gadis berambut panjang yang diikat dua dan dikelabang. “Hahaha ....” itupun mengudang gelak tawa dari lainnya. “Dih, ngga ya aku juga rajin belajar asal kalian tahu.” Hani membela diri. “Ya udah kalian mau pesan apa nih? Silakan pesan apa saja, aku yang traktir.” “Yeayy~” pekik Lilis dan Citra hampir berbarengan “Asikk~ Ini yang aku tungguin dari tadi.” Nana menyunggingkan senyumnya ketika melihat respon dari teman-temannya begitu antusias. “Mbak!” Ara akhirnya memanggil pelayan yang berdiri tak jauh dari sana. Pelayan wanita itu pun segera menghampiri mereka seraya membawa buku menu dan catatannya. “Selamat siang, mau pesan apa Mbak?” tanya pelayan itu setelah memberikan buku menu ke atas meja. “Silakan. Kalian pilihlah dulu,” Ara memberikan buku menu itu pada temannya agar temannya bisa memilih lebih dulu pesanan mereka. Tiga lainnya terlihat menatap buku menu dan membolak-balikkannya. “Hm, aku mau pesan jus strawberry, spaghetti bolognese, strawberry cheesecake. Dah itu saja.” ‘'Buset, banyak banget lagi pesanan Hani.’ batin Nana bersuara, matanya membulat ketika mendengar semua pesanan dari Hani. “Kalau aku pesan iced chocolate sama blueberry cheesecake Mbak,” tambah Citra menambahkan pesanannya. “Aku pesan jus jeruk sama red velvet cake.” “Kalau kamu mau pesan apa Na?” tanya Hani lalu menyodorkan buku menu itu pada Nana. “Hm ....” Nana terlihat membolak-balik buku menu sejenak. “Aku pesan chocolate milkshake sama strawberry cheesecake aja Mbak.” Nana menutup buku menu lalu mengembalikannya pada pelayan tersebut. “Baik, mohon ditunggu ya Kak.” “Iya Mbak,” jawab Nana dengan senyum kecilnya. “Oke Na, mari sekarang kita bercerita. Jadi, sebenarnya kami berdua juga baru tahu dari Hani kalau kamu mau dijodohin dengan Mr. Max,” “Yes. Jadi itu benar Na?” timpal Citra. Nana mengangguk sebagai jawaban. “What! Kok bisa?!” “Loh, memangnya Hani ngga ngasih tahu alasannya?” “Ngga. Dia cuma kasih tahu kalau kamu mau dijodohkan sama Mr. Max tapi sekarang perjodohan itu malah batal.” “Malas banget ceritain semuanya, capek.” Nana melirik Hani dengan sinis, “Jadi guys begini, aku dan Mr. Max itu dijodohkan atas permintaan dari Omaku yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.” “Terus kenapa dibatalin? Itu kan permintaan terakhir Omamu, harusnya dilaksanakan.” “Benar kata Lilis tuh.” “Dianya aja gak mau. Kenapa coba ngga mau sama Mr. Max? Dia tampan, mapan dan kurasa dia tipe pria bucin deh kayaknya.” timpal Hani ketika memikirkan Max, dosen baru bahasa Inggris di kampusnya itu. “Aku tuh ngga cinta sama dia, ngga bisa dipaksain.” Citra menopang dagunya dengan kepalan tangannya. “Mungkin karena kamu belum kenal dekat, siapa tahu setelah menikah nanti, dia akan menunjukkan jati dirinya yang bisa membuatmu jatuh hati.” “Kalau tidak bagaimana? Bagaimana jika dia adalah orang yang pemarah, suka main tangan atau berandalan.” “Uuu takutt ....” “Sepertinya tidak mungkin. Dia 'kan seorang dosen." jawab Hani. “Permisi, saya mau mengantarkan pesanan.” Dua orang pelayan datang membawakan pesanan mereka ke atas meja. “Makasih Mbak,” “Sama-sama.” “Sampai mana kita tadi?” tanya Nana. “Sudahlah nanti saja dilanjutkan, yang penting sekarang makan dulu!” seru Hani bersemangat dan mulai menyantap pesanannya. *** Malam harinya, Nana terlihat sudah berada di rumah. Ia sedang duduk bersantai di ruang tamu seraya memainkan ponselnya. “Na, kamu tolong jagain rumah ya,” Nana mengalihkan pandangannya ke asal suara dan mendapati kedua orangtuanya bersama Rena dengan pakaian rapinya datang dari belakang. Namun, Rena tampak memakai jaket dengan penampilan yang tertutup dan juga memakai makser. “Loh, Mama, Papa sama Rena mau ke mana?” Nana berdiri menghampiri mereka. “Ini Mama sama Papa mau antarin Rena ke rumah sakit atau klinik terdekat sini aja, dia demam.” “Uhukk ... Uhukkk ...” Rena tiba-tiba batuk dan ia reflek mengeratkan jaketnya untuk menutupi tubuhnya yang mengigil. “Demam? Tadi siang kayaknya baik-baik aja deh.” Nana memperhatikan Rena dengan tatapan curiganya. Rena mengedipkan-ngedipkan matanya ketika Nana menatapnya dari dekat. “Uhukk ... uhukk ...” Nana sontak menjauhkan wajahnya. “Iya, Rena mendadak demam tadi, mungkin dia kecapekan karena banyak tugas.” jawab Yanti atas pertanyaan Nana tadi. “Oh, gitu. Ya udah deh, tapi jangan lama-lama ya ...” Rena melirik Nana dan kembali batuk-batuk, “Uhukk ... uhukk ...” “Ya udah kami pergi ya, kamu duduk di sini aja, kunci semua pintu dan pantau selalu sekitarmu.” pesan Revan dan diangguki oleh Nana. “Siap Papa!” “Assalamualaikum ...” “Waalaikumsalam.” Mereka bertiga pun keluar dari rumah meninggalkan Nana sendirian di rumah. Sesuai dengan pesan dari Papanya, Nana mengunci semua pintu dan menutup jendela. Ia juga duduk memantau di ruang tamu dekat pintu depan. Ting! “Loh, Mama sama Papa ngapain balik lagi?” Ia beranjak dari sofa lalu melangkahkan kakinya ke depan pintu untuk membuka pintu. Ceklek! “Kenapa balik lagi Ma—“ Matanya melebar ketika mendapati seorang pria yang sangat dikenalnya sedang berdiri di hadapannya, “Mr. Max,” lanjutnya seraya memperhatikan Max dengan penampilan kasualnya malam ini, ia baru kali ini melihat Max hanya mengenakan kaos dan dibalut dengan jaket denim hitam, bawahannya berupa celana Levis hitam dan rambut pendek yang menutup poni, kacamata dengan frame kotak juga tampak bertengger di hidungnya. Ia terlihat lebih muda bila dengan penampilan seperti ini. “Kenapa kamu melihat saya seperti itu? Memangnya saya seperti hantu,” “Eh, eh bukan begitu Mr.” “Tunggu, tadi kamu bilang ‘kenapa balik lagi Ma' jadi Mama kamu tidak ada di rumah sekarang?” “Iya, Mama tidak ada di rumah sekarang. Papa juga ngga ada, Mama sama Papa lagi pergi antarin adikku ke rumah sakit.” “Pergi? Benarkah?” Nana mengangguk ribut. “Kalau Orangtuamu pergi, tapi kenapa Mama kamu nyuruh saya datang ke sini ya?” “Huh? Benarkah? Jangan-jangan ini cuma akal-akalan Mr ya? Mama saya aja pergi, tidak mungkin Mama yang mengundang Mr ke sini.” Sebelum curiga Nana semakin jauh, Max segera mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. “Lihat ini, Mamamu memberikan pesan kepada saya tadi siang, ia mengundang saya untuk datang ke rumahnya malam ini. Beliau juga mengirimkan alamat rumah dan share lokasinya. Apa kamu pikir ini cuma akal-akalan saya?” Max menyodorkan pesan dari Mama Nana di ponselnya ke hadapan Nana, membuktikan bila yang dikatakannya adalah benar adanya. “Hm ... Tapi kok bisa? Mama saja pergi, terus ngapain Mama ngundang Mr?" “Mungkin Orangtua kamu hanya pergi sebentar, bolehkah saya menunggu di sini sebentar sampai Orangtuamu pulang?” Nana terlihat memasang tampang berpikirnya sejenak. “Ya, boleh aja. Tapi, Mr tunggu di luar aja ya.” “Apa! Tunggu di luar? Kamu tidak tahu kalau di luar dingin dan banyak nyamuk.” Nana menutup matanya seraya menghela napas panjang. “Ya udah tunggu di dalam aja Mr.” “Nah begitu dong, perlakukan tamu yang datang dengan baik.” Nana membuka pintu lebih lebar dan membiarkan Max masuk. Saat Max sudah masuk, Nana memeriksa keluar dan sepertinya belum ada tanda-tanda Orangtuanya dan Rena akan pulang, suasana di luar juga tampak sepi. “Tutup pintu aja kali ya, nanti nyamuknya pada masuk.” Nana menutup pintu depan dengan rapat namun tidak menguncinya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN