penting!
--Peenikahan Lexi dan Gita ini emang enggak sah ya. Selain enggak dihadiri pihak keluarga, yang nikahin mereka juga bukan ustad atau kyai aseli. Hanya berdandan mirip kyai saja. So, jawaban tepat ada dibelakang sana. yang mau komplain, bisa komplain ke massaget gue dengan akun Yuwen Aqsa. ntar aku jelasin.
*
*
“Sayang, iya kan, aku boleh nginep sini?”
Pertanyaan Gita membuat semua orang yang berada diruang tamu mendekik tak percaya. Termasuk Lexi yang rasanya pen banget nonyor kepala Gita detik ini juga.
“Oo, jadi ... kalian ini memang ada hubungan sepesial.” Kesimpulan pak Gelar yang menjadi tetangga samping kamar.
Lexi mengacak rambut, menunjukkan betapa frustasinya dia. Wajah kesalnya tak bisa disembunyikan lagi. “Eh, nama gue Lexi. Lo bisa panggil gue Lexi.” Ucapnya lirih, tapi tetap mampu didengar Gita.
Gita mengerutkan kening. “Gimana sih maksud kamu, bukannya tadi bilangnya sayang, kenapa sekarang berubah? Kamu bohong?”
Pak Jinu tersenyum kecil. “Udah lah, mas Lexi. Ini udah cukup menjelaskan.” Beralih menatap Gita yang masih terlihat bingung. “Embak namanya siapa?”
“Saya Gita, pak.”
“Kenapa malam-malam begini nggak di rumah? Kenapa di rumah Mas Lexi?” pertanyaan sahutan yang dilontarkan oleh si pria seperti Kyai.
Gita menunduk, enggan menceritakan masalah rumah tangga. Terlebih pada orang yang baru. Soal yang tadi jujur sama Lexi, itu kan syarat, agar dia diijinkan untuk tinggal sebentar di apartemennya. Beberapa detik berlalu, Gita geleng kepala.
“Dia ini kabur dari rumah, pak. Lagi marahan sama suaminya. Makanya nggak mau pulang. Tadi juga mau kuanter pulang. Tapi dianya nggak mau.” Gemes liat Gita yang tetep nunduk, Lexi memilih mengatakannya.
“Eh, siapa yang marahan. Enggak kok.” Elak Gita. ‘Yang marah kan aku, bukan mas Iklan. Bukannya kalo marahan itu dua orang yang memang marah? Jadi ... ini nggak bisa disebut marahan dong.’ Batin Gita dengan tangan memilin ujung kaos.
Mata Lexi melotot tajam, membuat kegalakannya makin terlihat. “Lo ... ppcckk, Aargg!” meninju sofa samping yang ia duduki.
“Begini ya, kalian ini cowok cewek, tinggal diapartemen hanya berdua, akan memunculkan setann. Setann yang akan membisiki kalian untuk terus melakukan perbuatan zina. Ada baiknya kalian ini mempunyai ikatan yang sah dulu sebelum melakukan hubungan terlarangg. Jadi ... nggak akan menimbulkan fitnah.” Tutur lelaki yang mirip Kyai panjang.
Gita mengerutkan kening dengan mengerjap beberapa kali. “Kita Cuma mau tinggal bareng kok, pak. Kita nggak akan lakukan apapun. Aku Cuma mau numpang tinggal disini beberapa hari aja.”
“Tinggal di sini lama juga boleh, mbak Gita. Asal kalian malam ini melangsungkan pernikahan dulu.” Sahut tetangga Lexi yang satunya.
“Hah?! Pernikahan?!” pertanyaan penuh keterkejutan yang keluar dari mulut Gita.
“Menikah?!” Lexi ikut terkejut dengan melotot tajam.
Jinu ngangguk, yang lain juga sama. “Menikah secara siri dulu. Karna wanita hamil itu hukumnya haram untuk dinikahi. Jadi ... setelah anak kalian lahir, kalian bisa menikah ulang dengan resmi.”
“Sekarang ini, yang terpenting kalian sah dulu. Nggak terus-terusan melakukan dosa.” Lanjut si Kyai.
“Enggak! Aku nggak bisa nikahin dia.”
“Pak, tapi saya udah punya suami, saya bukan wanita single.” Gita ikutan nimbrung.
“Nah, iya, dia ini udah punya suami. Masa’ aku nikahin wanita yang udah bersuami?” timbrung Lexi.
Kelima lelaki itu saling tatap. Berbicara melalui sorot mata.
“Bisa tunjukkan ktp mbak Gita, atau buku nikahnya.” Pinta pak Jinu.
“Saya pergi dari rumah nggak bawa apa-apa. Jadi ... saya nggak punya yang bapak minta.” Jawab Gita apa adanya. Karna memang dia pergi dengan tangan kosong. “Ini, baju aja minjam punya ... dia.” Menunjuk kearah Lexi yang masih terlihat kesal.
“Oo, jadi tadi udah sempet lepas baju juga,” gumam pak Gelar dengan anggukan kecil.
“Cuma ganti baju doang, pak.” Sahut Lexi yang menjelaskan pikiran buruk diotak pak Gelar.
“Uumm ... gimana kalau kita antarkan mbak Gita ini pulang kerumahnya. Kita akan antarkan bareng-bareng.” Tawar pak Jinu.
Cepat Gita menggeleng. “Enggak, aku nggak mau pulang. Aku pilih tinggal disini saja sama Sayang. Eh, maksudnya Lexi.”
Terdengar helaan nafas kesal dari Lexi. Kembali mengacak rambutnya dengan sangat frustasi.
“Baiklah, kalian menikah dulu, biar bisa tinggal bareng ditempat yang sama tanpa menimbulkan dosa.”
**
Hening.
Anshale Xifash Willya, cowok tampan berwajah galak yang kerap dipanggil Lexi. Cucu tunggal keluarga Willya, namun cukup terabaikan karna daddynya yang terlalu sibuk dengan pekerjaan. Tak beda dengan mommynya yang juga sibuk dengan karir yang kini melejit. Untuk apa dirumah besar yang mewah jika hanya sendiri dalam kesepian. Memilih tinggal di apartemen dengan hasil jerih payahnya sendiri. Jadi, Lexi ini bukan pengangguran ya. Dia kerja jadi model pemotretan. Cukup berdiri dan tersenyum, udah keluar duit banyak.
Beda jauh sama emak-emak yang cengar-cengir mantengin novelnya yuwen aqsa. Mau nyengir sampai kering nggak ada yang jatuhin duit. Kecuali kalo paksu bergerak. Hahah .... (Ini bercanda lho ya. Aku bercanda sama pembacaku yang sering nyengir dan ketawa, yaitu kalian para emak-emak rebahan berbahagia. Nggak usah dimasukin ke ati. Kalo kamu enggak nyengir, enggak nadah suami ya nggak usah kesinggung. Inget nih, aku BERCANDA)
Melirik wanita bunting yang duduk tak jauh darinya. Wajah tertekuk karna merasakan kesal yang luar biasa. Andai saja, wanita di depannya ini adalah jalangg. Udah pasti dimaki habis-habisan sama Lexi.
Sayangnya seorang Gita Hiuna adalah wanita polos yang berasal dari kampung Yogyakarta, tepatnya ada di Gunungkidul sana. Aseli, beneran polos, makanya si Iklan Sarungin bisa dengan mudah selingkuh tanpa sepengetahuan Gita.
“Maaf,” satu kata ini terasa menggema dikuping Lexi.
“Ppcck!” berdesis kesal dengan tangan yang mengacak rambut. Lalu merebahkan tubuh kasar ke sandaran sofa. “Apa salah gue gede banget si! Kenapa harus nemu wanita bego kek gini! Aarrgg!” menyapu wajah kasar.
Gita mengangkat kepala, memberanikan diri menatap cowok tampan yang sekarang sudah sah menjadi suami keduanya. Walau pernikahan mereka adalah pernikahan siri.
“Aku salah apa sih sebenernya, kenapa tadi kita suruh nikah ya,” menggaruk belakang telinga yang sering Gita lakukan saat merasa bingung.
Ucapan Gita membuat Lexi menegakkan tubuh, menatap wanita bunting yang berekspresi bingung. “Sumpah, 100% goblokk lo ini pemberian Tuhan.” Beranjak dari duduknya, tak lagi pedulikan wanita yang menurutnya sangat menyebalkan ini.
“Sayang,” seru Gita saat Lexi hampir menghilang dari ruang tamu.
Dengan mendengus kesal, Lexi menoleh. “Nama gue Lexi, bukan sayang. Inget itu.”
Gita mengerjap beberapa kali. “Aku inget kok. Tadi kamu jawabnya sayang. Bukan Lexi. Jadi ... aku salahnya dimana?”
“Di dengkul! Jan gangguin gue lagi. Gue mau ngebo! Capek!”
Tak lagi peduliin Gita yang menatapnya bingung. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia sangat menyesal telah menolong seseorang. Malam ini, kesialannya datang bertubi-tubi, membuat kepalanya cukup pusing.
Lexi menutup pintu kamar cukup kencang, membuat Gita sedikit terlonjak karna kaget. Lexi menjatuhkan tubuh ke kasur dengan kasar. Merem dengan memijit pelipis yang terasa cenut-cenut.
Memikirkan beberapa kemungkinan jika Daddy atau bahkan mommynya tau kalau dia sudah menikahi wanita hamil dan tentu statusnya masih memiliki suami.
“Anjiing! Beneran, gue bisa gila mikirin ikan hiu itu! wanita udik! Ngeselin! Aargg!”
Akhirnya beranjak dari kasur, menyalakan laptop dan mulai dengan kesibukannya. Nonton koleksi!
Kurang lebih satu jam, Lexi mulai menggeram sendirian. Tak menunggu lagi, ia berlari masuk ke kamar mandi.
Setengah jam berlalu, ia keluar dengan mengacak rambut yang basah. Tentu hanya bertelanjang dadaa tanpa memakai apapun. Segera ngambil baju ganti dan yang lainnya. Lalu duduk ditepi ranjang, meraih ponsel yang berkedip sejak tadi. Sebuah pesan masuk dari kontak yang bernama Mega.
[besok sepulang sekolah ada waktu nggak, kak?]
“Cckk, di gombalin sekali doang udah kena. Dasar cabe!” terkekeh pelan.
Menjatuhkan tubuh ke kasur, lalu mengetik pesan balasan.
[Ada, buat lo, gue selalu ada waktu.] send Mega
From Mega [Main yuuk, gue udah lama pen main sama kakak]
Lexi kembali terkekeh mendapat target baru. [kencan bukan sih kamsud lo? Jelas gue mau bangeet. Udah ngebayangin lama bisa jalan bareng sama cewek cantik yang jadi impian setiap cowok] send Mega.
From Mega [yaampun, malu banget tauk. Jan gombal deh.]
[lha ... gue serius, cantik. Dah lama sih merhatiin elo. Cuma ... masih terpendam. Takut aja lo nggak suka sama badboy model gue yang Cuma kentang bet] send Mega.
From Mega [Aku juga udah lama suka sama kakak. Kakak itu ganteng, keren dan ... bikin aku jatuh cinta.]
[waahh, jadian dong. Eh ... belum, masih takut kalo pacar elo marah, atau para penggemar lo pada marah. Gue bisa di keroyok dong] send Mega.
[Iihh, apaan. Gue belom punya pacar, kak. Yang ada para penggemarnya kak Lexi yang akan marah. Atau malah ceweknya kak Lexi. Kakak kan ganteng, nggak mungkin kalo masih jomblo.]
Tetiba Lexi terbangun dengan cepat. Mengingat jika memang dia tak lagi lajang, tak lagi jomblo seperti yang dikatakan Mega. Segera meletakkan ponsel, melangkah keluar dari kamar. Celikukan mencari keberadaan istri dadakannya tadi.
Di sofa ruang tamu yang tadi, Gita meringkuk disana, merem dengan dengkuran halus. Tangannya tepat berada diatas perut buncitnya, lalu ... ujung matanya basah.
Lexi menatap keatas, tepatnya ke plafon warna putih yang ada lampunya. “Perasaan nggak ada cicak. Siapa yang pipisin sofa gue yak.” Menggaruk pelipis yang jadi gatal.
Bersedekap menatap Gita yang terlelap, lalu jongkok tepat didepan wajah Gita. Menatap wajah lelap yang sangat polos itu dengan jelas. Alis asli yang bentuknya sudah bagus, bulu matanya lentik, hidungnya mancung, lalu ... bibirnya asli softpink.
‘cantik,’ gumam Lexi dalam hati.
Detik kemudian mendengus kesal. Kesal mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
‘Gue nggak pernah ngebayangin jadi selingkuhan istri orang. Tapi malah langsung jadi suami madu. Kmvret banget sih!’ gerutunya dalam hati.
“Eegghh ... hiks ... kamu jahat, mas ....” dalam keadaan merem Gita mengeluarkan suara. Tentu mengigau.
Lexi mengerutkan kening, terlebih melihat ada bilir yang keluar dari ujung mata Gita. ‘Oo, jadi ini air mata? Bukan pipisnya cicak?’ ngangguk dengan pikirannya.
Melihat tangisan Gita dalam tidur, membuat Lexi tersentuh. Seberat inikah masalah yang dia hadapi? Sampai tidurpun nggak bisa nyenyak.
Tangannya terulur, mengelap air mata yang menggantung di ujung mata. “Semoga masalah lo cepet kelar ya.” Bisiknya.
“Kenapa kamu lakuin ini, mas? Kenapa?” kembali Gita ngigau, kali ini mencekal tangan Lexi yang hampir berdiri untuk pergi. “Aku cinta sama kamu, mas. Aku udah percaya sama kamu. Tapi ... hiks, kenapa kamu setega ini ... kenapa main belakang sama wanita lain ... kenapa ....” membawa tangan Lexi dalam dekapan. Lebih tepatnya mendekap tangan itu didadanya.
Lexi melotot dengan keterkejutan. Dua kata ‘empuk banget!’
"Aku kangen bobok sama kamu, mas." igau Gita lagi. Membuat mata Lexi melotot dengan sangat tak percaya.
'Serius dia mau ngajakin gue main bilyar malam ini?'